sampah plastik
Tumpukan sampah plastik di salah satu sudut Teluk Lampung. Foto: ist

Omon-omon Penanganan Sampah Plastik di Lampung

0 Comments

Upaya penanganan sampah plastik oleh pemerintah di Lampung masih sekedar seremoni, kebanyakan justru diinisiasi oleh masyarakat secara mandiri

(Lontar.co): Dari arah Gang Jedah yang hampir menyatu dengan Jalan Teluk Bone, Kelurahan Kotakarang, Aminah seperti kepayahan membawa dua karung besar berisi plastik yang ia kumpulkan dari sepanjang tepian pantai yang menjorok ke arah Pulau Pasaran. Tapi, meski beban yang ia bawa amat berat, raut wajah Aminah justru menggurat sumringah.

Hari itu, plastik yang ia kumpulkan dari tepian pantai memang lumayan banyak dibanding sebelumnya, tenaga yang ia pakai untuk mengayuh sampan kecil sejak pagi hingga siang hari itu nyaris sebanding dengan botol-botol plastik yang ia peroleh. Jika ditaksir, beratnya hampir 50 kilogram.

Sekarang pula, ia tak perlu lagi harus jauh-jauh mendorong gerobak hingga ke arah Panjang untuk menjual sampah-sampah plastik yang ia kumpulkan.

Sejak ada, Bank Sampah Kotakarang (Baskora) yang hanya berjarak kurang dari satu kilo dari rumahnya, pekerjaannya jadi jauh lebih ringan.

Uang hasil penjualan sampah-sampah plastik itu, ia pakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi suaminya yang punya profesi yang sama dengannya sudah mulai sakit-sakitan.

Sepekan sekali, ia bisa membawa lebih dari satu kuintal sampah plastik untuk dijual ke Bank Sampah Kotakarang, harga beli di Baskora ini juga jauh lebih tinggi dibanding harga yang dipatok pengepul tempat ia biasanya.

Membangun Kesadaran Kolektif Menghadapi Sampah Plastik

Sejak sepekan lalu, Bank Sampah Kotakarang memang resmi beroperasi. Bank sampah yang diinisiasi oleh salah satu LSM lingkungan ini memang berupaya membangun kesadaran masyarakat di Kelurahan Kotakarang dalam menghadapi persoalan sampah plastik yang semakin mengkhawatirkan, baik di darat maupun laut.

Bank sampah menjadi salah satu inisiatif penting untuk mendukung pengurangan volume sampah plastik yang berakhir di lingkungan.

Di Baskora, sampah-sampah plastik dari warga termasuk dari Aminah kemudian dipilah secara spesifik berdasarkan kategori, bahan, dan kepadatan sebelum dijual kembali ke produsen sampah.

BACA JUGA  Bersama BRI, Kopi Intan Sukses Naik Kelas

Selain sebagai tempat transaksi, Baskora juga menjadi medium edukasi lingkungan, penguatan ekonomi masyarakat, dan pembentuk kebiasaan hidup bersih serta berkelanjutan.

Tak hanya Baskora, ada pula Emak.id, Gajahlah Kebersihan hingga Ecobrick Kabarti yang juga terus berikhtiar mengelola sampah-sampah plastik yang memenuhi daratan hingga Teluk Lampung untuk diolah menjadi produk turunan bernilai guna.

Gajahlah Kebersihan misalnya, organisasi yang peduli terhadap kelangsungan pesisir Teluk Lampung telah sejak lama menginisiasi pengolahan sampah plastik menjadi beragam produk, salah satunya roaster.

Kemudian ada pula kumpulan sejumlah ibu rumah tangga di Kampung Baru Tiga di Kelurahan Panjang Utara yang mengolah sampah-sampah plastik menjadi berbagai furniture bernilai jual tinggi.

Gunungan Sampah Plastik di Lampung

Ikhtiar yang dilakukan oleh Baskora, Gajahlah Kebersihan hingga Ecobrick Kabarti ini memang belum efektif untuk menampung gunungan sampah plastik di Lampung yang kian hari kian menjulang tinggi, tapi setidaknya inisiatif yang dilakukan mereka amat efektif untuk mulai membangun kesadaran kolektif akan kelangsungan lingkungan.

Sejauh ini, diketahui, volume sampah plastik di Lampung berdasarkan Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), total timbulan sampah plastik di Provinsi Lampung sudah mencapai 407.070,77 ton dari total 1.648.059,81 ton sampah pada tahun 2022.

Sampah-sampah plastik ini tak hanya memenuhi daratan, tapi juga melimpas hingga ke Teluk Lampung, selain dibuang secara langsung, sampah-sampah plastik yang ada di Teluk Lampung ini juga terbawa oleh aliran-aliran sungai di Bandarlampung yang bermuara ke perairan Lampung.

Kondisi ini, kian hari makin mempengaruhi kualitas ekosistem di perairan Teluk Lampung yang sudah semakin buruk.

Salah satu indikatornya adalah hasil tangkapan ikan nelayan yang ada di Kelurahan Kotakarang yang sudah jauh berkurang dibanding beberapa dekade sebelumnya.

BACA JUGA  Kisah Nasabah Restrukturisasi eks Jiwasraya: IFG Life, Bikin Hidup Saya Lebih Tenang

Untuk bisa memperoleh tangkapan ikan, kebanyakan nelayan ini bahkan mencari ikan hingga ke dekat Gunung Anak Krakatau yang jaraknya sekitar 25 mil jauhnya.

Cuma Seremoni

Parahnya, di tengah ancaman serius sampah yang tak pernah ada solusi serius ini, pemerintah provinsi hingga kabupaten/kota di Lampung menganggap persoalan sampah hanya sekedar seremoni biasa. Bergerak hanya ketika peringatan hari sampah dan hari lingkungan hidup saja.

Pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni 2025 lalu, Wagub Lampung, Jihan Nurlela menyampaikan, persoalan sampah plastik bukan hanya masalah pengelolaan limbah, tetapi juga berkaitan erat dengan kesehatan dan keberlangsungan lingkungan hidup di masa depan.

“Kita ketahui bahwa sampah itu tidak akan hilang seribu tahun dari kita. Sampah hanya berpindah tangan, dari tangan kita ke lautan, dari lautan ke perut ikan, bahkan dari tanah, mikroplastik bisa masuk ke tubuh anak-anak kita,” kata Jihan.

Jihan menambahkan, plastik bukan sekadar limbah biasa, melainkan ancaman jangka panjang jika tidak ditangani secara serius.

“Plastik ini menjadi persoalan yang serius. Bukan hanya soal limbah, tapi soal tanggung jawab kita terhadap masa depan. Ayo mulai hari ini, jangan tunggu besok. Mulai dari detik ini, dari diri kita sendiri. Kita ajak keluarga, lingkungan, semua orang untuk peduli terhadap sampah plastik,” katanya.

Tapi, di saat Jihan menyampaikan itu, justru di lingkungan Pemprov Lampung tempatnya berkantor selama ini, aktivitas penggunaan plastik oleh ASN masih amat tinggi.

Dua tahun lalu, Asisten bidang Administrasi Umum Pemprov Lampung, Senen Mustakim bahkan berulang kali mewanti ASN untuk mulai belajar mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai.

Tak hanya itu, Pemerintah Provinsi Lampung juga sudah menerbitkan Peraturan Gubernur Lampung tentang pengelolaan sampah plastik.

Peraturan yang merupakan turunan dari Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 27 tahun 2022 tentang Kebijakan dan Strategi Daerah dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga ini, kenyataannya tak pernah ditanggapi oleh kebanyakan ASN di lingkungan Pemprov Lampung, mereka tetap saja menggunakan kantong plastik sekali pakai.

BACA JUGA  “Tersisih”

Kondisi serupa juga terjadi merata di 15 kabupaten/kota lainnya, aktivitas penggunaan kantong plastik sekali pakai masih terus berlangsung utamanya di kalangan Aparatur Sipil Negara.

Diketahui, dari 15 kabupaten/kota yang ada di Lampung, hanya Kabupaten Pringsewu yang secara khusus mengimbau Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pringsewu untuk mengurangi penggunaan plastik, meskipun imbauan yang disampaikan Wakil Bupati Pringsewu, Umi Laila di peringatan Hari Lingkungan Hidup, pada Mei 2025 itu tak bersifat mengikat.

Kondisi ini makin menguatkan bahwa penanganan masalah sampah di Lampung masih sekedar seremoni belaka, yang hanya kencang disuarakan tiap tahun sekali.

Tak hanya itu saja, saling lempar tanggung jawab penanganan sampah di level pemerintahan juga kerap kali terjadi, seperti tahun 2023 lalu, Walikota Bandarlampung, Eva Dwiana bahkan sempat memicu kontroversi soal pengelolaan laut dan pesisir pantai menjadi kewenangan provinsi, pernyataan ini ia sampaikan ketika tumpukan sampah di sepanjang pesisir Teluk Lampung yang ada di wilayah Kota Bandarlampung tak tertangani dengan baik.

Pernyataan kontroversi Eva Dwiana ini muncul setelah sampah di sepanjang pesisir Pantai Sukaraja mendapat sorotan serius oleh Pandawara.

Masih tingginya penggunaan kantong plastik sekali pakai di kalangan ASN hingga saling lempar tanggung jawab penanganan sampah makin membuktikan bahwa perhatian serius terhadap sampah di Lampung memang hanya retoris, hanya kencang ketika ada momentum dan minim kontribusi.

Padahal, pemerintah pusat sudah menargetkan tahun 2030, penggunaan kantong plastik sekali pakai sudah tidak ada lagi.

Further reading

  • bahan pangan tersandera mbg

    Bahan Pangan yang Tersandera MBG

    Tingginya permintaan harian Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) Makan Bergizi Gratis, memicu naiknya harga bahan pokok di sejumlah pasar. Masyarakat dan pedagang tradisional mengeluh. (Lontar.co): Meski sudah menunggu sejak pagi, Erni hanya mampu membeli sekilo telur dan 5 kilogram beras di pasar murah yang digelar di Kantor Kecamatan Bumi Waras itu. Banyak bahan pokok yang […]
  • Duet Kembar Eva Dwiana & Eka Afriana, Mengapa Begini?

    Kurang murah hati apa warga yang telah memilih kembali Eva Dwiana sebagai Walikota Bandarlampung. Kurang legowo apa publik yang tidak menyoal praktik nepotisme dengan mendudukkan kembarannya, Eka Afriana, sebagai kepala Dinas Pendidikan. (Lontar.co): Tapi untuk timbal balik sekadar menjaga perasaan publik pun kok rasanya enggan. Malah melulu retorika yang disodorkan. Apa pernah Walikota Bandarlampung, Eva […]
  • kopi intan

    Bersama BRI, Kopi Intan Sukses Naik Kelas

    Di bawah binaan BRI, Kopi Intan berhasil menapaki pemasaran kopi Lampung hingga ke berbagai daerah di Indonesia. (Lontar.co): Aroma harum biji-biji kopi yang sudah selesai di roasting itu menguar kemana-mana, asalnya dari arah salah satu rumah di Kampung Empang, Pasir Gintung, Bandar Lampung. Dari dalam rumah sederhana yang terus menebarkan semerbak harum biji kopi itu, […]