angkot

Menghidupkan Kembali Angkutan Kota di Bandarlampung itu Perintah, Bukan Kebutuhan

0 Comments

Menghidupkan Kembali Angkutan Kota di Bandarlampung itu Perintah, Bukan Kebutuhan

0 Comments

Pemkot Bandarlampung melalui walikotanya hendak membangkitkan kembali angkutan kota di tengah serbuan transportasi berbasis online, dan kondisi kebanyakan angkutan kota yang sudah tak lagi layak, kemacetan dan jalan kota yang buruk. Uniknya, inisiasi ini muncul bukan dari kebutuhan warga kota, melainkan perintah Sang Walikota.

(Lontar.co): Di depan pelataran sebuah toko di irisan Jalan Raden Intan dan Jalan Teuku Umar, Rudi terus saja menguap di belakang kemudi angkutan kotanya. 

Sudah mendekati dua puluh menit, ia ngetem di sana, tapi tak ada satupun penumpang yang naik. Padahal, ia sudah berulang kali berteriak memanggil tiap orang yang melintas di sisi angkotnya.

Sebenarnya, izin trayek angkutan kota jurusan Rajabasa-Tanjungkarang milik Rudi ini sudah habis, tapi ia tak peduli. Sekarang, ia tak memikirkan segala tetek bengek perizinan maupun ijin keur hingga pajak kendaraan umum yang wajib ia bayar.

Menurutnya, kewajiban-kewajiban perizinan untuk angkutan kota sudah tak lagi relevan diterapkan sekarang. 

“Jangankan mau bayar pajak segala macam itu, buat beli bensin aja sudah setengah mati nyarinya sekarang, daripada harus bayar yang gitu-gituan mending ribut aja sekalian”.

Keengganan Rudi itu amat beralasan, sekarang, sehari-hari, pendapatannya dari angkot sudah jauh berkurang, jangankan bisa pulang bawa uang yang cukup, untuk membeli bahan bakar pun sulit. 

Menjadi pengemudi angkutan kota yang tak lagi diminati, bukanlah pilihannya, dan kebanyakan pengemudi angkot di Bandarlampung, mereka hanya terpaksa memilih tetap bertahan, karena tak ada pilihan pekerjaan lain buat mereka. 

Ia juga tak yakin soal wacana angkutan kota akan dihidupkan kembali di Bandarlampung.

Menurutnya, situasi saat ini sudah jauh berbeda dibanding sepuluh tahun lalu.

Tak hanya dari perspektif pengemudi angkutan kota seperti Rudi, rencana Pemkot Bandarlampung untuk mengaktifkan kembali angkutan umum juga, tak sesuai dengan realita sesungguhnya.

BACA JUGA  HIV/AIDS Masih Ada di Lampung dan Makin Banyak

Saat ini, hampir semua angkutan kota yang pernah beroperasi di sejumlah trayek di Bandarlampung sudah dalam kondisi tak layak lagi disebut sebagai angkutan massal yang aman apalagi nyaman. 

Para pemilik enggan melakukan peremajaan unit angkutannya, selain terlalu beresiko, menjalankan usaha transportasi massal dalam lingkar kota sudah tak lagi ideal untuk saat ini, pendapatan yang sudah jauh berkurang dan harga bahan bakar yang sudah semakin mahal adalah kendalanya.

Selain itu, pertumbuhan kendaraan non angkutan di Bandarlampung yang tumbuh signifikan dari tahun ke tahun juga makin menambah kepadatan arus lalu lintas.

Kemacetan kini adalah pemandangan yang lazim di Bandarlampung. Volume kepadatan kendaraan di ruas-ruas jalan arteri di kota kini sudah amat tinggi, sementara lebih dari enam tahun terakhir, upaya penambahan maupun pelebaran ruas jalan kota nyaris tak ada sama sekali. 

Di masa Walikota Herman HN, upaya antisipasi tingginya volume kepadatan kendaraan pula, hanya dilakukan dengan membangun fly over dan underpass.

Peresmian terakhir fly over dilakukan tahun 2021 lalu, dengan jumlah total fly over di Bandarlampung sebanyak 11 fly over dan 1 underpass, kondisi ini tak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan di Bandarlampung. 

Pembangunan fly over juga, ternyata bukan solusi, banyak perencanaan konstruksi hingga penempatan fly over yang tak sesuai. Fly over yang menghubungkan Jalan Pramuka dan Jalan Indra Bangsawan di Rajabasa salah satunya. Selain itu, penataan alur Fly over dari arah Kemiling menuju Jalan Pramuka juga kerap kali membingungkan pengguna jalan. 

Data terbaru per April 2025 dari Electronic Registration and Identification (ERI) Korlantas Polri menyebut ada sebanyak 1,02 juta kendaraan bermotor di Bandarlampung, rinciannya, sebanyak 788 ribu sepeda motor, dan 160.623 ribu unit kendaraan pribadi dan 67.041 unit mobil bermuatan.

BACA JUGA  Bagaimana Mungkin Walikota Bandarlampung “Dirujak” Netizen di “Rumah” Helmy Yahya?

Jika angkutan kota diaktifkan kembali seperti yang diinginkan Walikota Bandarlampung, maka jumlah kendaraan yang bakal menyesaki jalan-jalan kota akan makin bertambah hingga sebanyak 1.500 unit, sesuai dengan jumlah angkutan kota yang terdata di Dishub Kota Bandarlampung, pada tahun 2017 lalu.

Itu baru dari volume kepadatan kendaraan yang pertumbuhannya tak sebanding dengan pertumbuhan jalan di Bandarlampung. 

Masalah lain yang juga tak kalah penting, adalah soal masih minimnya rute yang tak terjangkau oleh angkutan umum, Jalan Pramuka dan Jalan Mayjend Ryacudu adalah contoh yang paling dekat.

Lucunya, rencana menghidupkan kembali angkutan kota dilakukan tanpa proses kajian yang matang terlebih dahulu.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandarlampung, Socrat Pringgodanu menyebut rencana itu muncul justru dari inisiatif Walikota Eva Dwiana seorang, alasannya karena layanan transportasi umum itu mati suri karena pandemi.

Padahal, saat ini, menjamurnya transportasi online dengan tarif yang selisihnya tak terlalu jauh dengan angkutan umum justru lebih diminati oleh masyarakat karena jauh lebih cepat.

Menghidupkan transportasi kota yang usulannya hanya muncul dari satu orang–meskipun datang dari walikota sekalipun, tak bisa dijadikan representasi kebutuhan orang banyak, justru sebaliknya, permasalahan kota justru akan semakin bertambah ruwet, utamanya soal kemacetan dan semrawutnya wajah kota. Apalagi, angkutan kota di Bandarlampung pernah punya riwayat yang tak terlalu baik.

Tapi, lagi-lagi, sebagai Kadishub yang tugasnya mengimplementasikan keinginan pemimpinnya, membangkitkan kembali angkutan kota dianggap sebagai perintah, bukan kebutuhan orang banyak.

“Kami saat ini telah menyiapkan langkah untuk menghidupkan kembali moda transportasi umum di Bandarlampung,” kata Socrat Pringgodanu, kepada wartawan Kamis (9/10/2025).

BACA JUGA  Ketika Komik Bertahan di Alur Cerita yang Konsisten

Dishub Bandar Lampung saat ini, lanjutnya, tengah membuka uji coba operasi bagi pemilik angkot dengan kendaraan lama sebelum diwajibkan menggunakan armada baru sesuai standar yang ditetapkan pemerintah.

“Tahapan ini menjadi evaluasi untuk melihat potensi pendapatan mereka sebelum diwajibkan memperbarui kendaraan. Kami beri waktu agar mereka bisa menghitung kemampuan finansialnya dalam membeli mobil baru,” jelasnya.

Selain itu, Pemkot bersama DPRD Kota Bandar Lampung tengah membahas kemungkinan pemberian subsidi bagi pelaku usaha transportasi, agar layanan publik dapat berjalan lebih optimal.

“Ke depan tidak menutup kemungkinan transportasi publik bisa mendapat bantuan pemerintah, baik dalam bentuk subsidi operasional maupun kendaraan. Ini akan kami bahas bersama DPRD dan berpotensi masuk dalam APBD 2026,” ujarnya lagi.

Dishub juga telah melakukan koordinasi dengan Organda dan para pemilik angkot untuk menata kembali rute lama serta membuka kemungkinan rute baru sesuai kebutuhan masyarakat.

“Kami ingin bus dan angkot bisa saling mendukung, bukan berebut trayek. Semua ini demi meningkatkan pelayanan transportasi bagi masyarakat Bandar Lampung,” kata Socrat.

Soal uji coba yang dilakukan Dishub Kota Bandarlampung, untuk mengukur potensi pendapatan para pengemudi angkutan kota juga jelas tak bisa dijadikan standar acuan, karena kenyataannya, meski sejumlah pengemudi angkutan masih memaksa tetap beroperasi, hasil yang mereka peroleh juga tetap tak sebanding, apalagi untuk melakukan peremajaan unit angkutan.

Padahal, wacana peremajaan angkutan kota ini, bukannya tak pernah dilakukan oleh Dishub Kota Bandarlampung, karena sejak tahun 2024 lalu, Dishub telah menghentikan trayek angkutan kota, karena kebanyakan armada yang beroperasi dianggap tak layak lagi.

Further reading