Selama ini publik selalu menunggu momen debat kandidat baik pemilihan kepala negara, maupun pemilihan kepala daerah. Tak pelak, media berlomba-lomba meliputnya. Bahkan menyiarkan secara langsung. Tapi ada yang tidak biasa pada pelaksanaan debat kandidat pemungutan suara ulang (PSU) Kabupaten Pesawaran. Media dilarang meliput. Lha, kok?
(Lontar.co): Sesuai agenda debat publik PSU Pesawaran dilakukan di Bandar Lampung pada Minggu (18/5/2025). Namun, banyak awak media kecewa ketika muncul pelarangan peliputan. Beredar informasi, keputusan pelarangan itu dikeluarkan oleh Ketua KPU Fery Ikhsan dan Kapolres Pesawaran AKBP Heri Sulistyo Nugroho. Sayangnya hingga berita ini diturunkan belum dapat diperoleh konfirmasi dari keduanya.
Sementara kepada media, tokoh pendiri Pesawaran M. Alzier Dianis Thabranie, mengaku kecewa dengan adanya pelarangan tersebut. Dia menyebut, pelaksanaan rangkaian PSU di Pesawaran diongkosi oleh anggaran negara. Termasuk penyelenggaraan debat publik kandidat.
“Kalau sudah begini, kesannya kan kayak pakai duit sendiri. Sampai merasa berhak melarang-larang. Kalau maunya semau-mau sendiri, ya sudah langsung ditunjuk aja bupatinya,” tukas politisi senior di Lampung ini.
Kekecewaan senada juga disampaikan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung, Dian Wahyu Kusuma, yang menganggap tindakan pelarangan peliputan merupakan bentuk pembatasan terhadap kemerdekaan pers yang dijamin oleh negara melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Menurutnya, kehadiran jurnalis dalam peliputan debat menjadi instrumen penting dalam menjamin keterbukaan proses demokrasi. “Tak bisa disangkal, melarang jurnalis meliput berarti membatasi hak publik,” ungkapnya.
Sementara Juniardi, mantan Ketua Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Lampung, mengecam keras tindakan menghalangi kerja-kerja jurnalis. Bahkan dia menyebut tindakan pelarangan peliputan debat PSU Pesawaran sebagai sebuah tindak kejahatan terhadap demokrasi.
“Kita sama-sama tahu kalau debat kandidat sesuai amanat Peraturan KPU Nomor 4 tahun 2017. Melalui debat publik akan tahu visi, misi dan program yang diusung para pasangan calon. Transformasi informasi dari dalam ruang debat ke ranah publik dilakukan oleh jurnalis. Kalau sekarang jurnalisnya dilarang meliput, berarti ada yang menghendaki isi debat jangan sampai tersiar luas ke masyarakat Pesawaran. Apa tujuannya? silakan tanyakan kepada yang mengeluarkan pelarangan,” urai Juniardi.
Saat ditanya apa pelarangan ini merupakan order dari salah satu pasangan kandidat yang disebut-sebut sempat grogi untuk menjalani prosesi debat, Juniardi menanggapi sambil tersenyum.
“Mungkin saja. Tapi kalau kemungkinan itu benar ada, berarti kandidat yang dimaksud punya power sampai penyelenggara debat pun bisa di-remote sama dia,” pungkas Jun, panggilan akrabnya. (*)