Ada Teror Kepala Babi di Kantor Tempo

0 Comments
Teror kepala babi yang dikirimkan kepada jurnalis perempuan Tempo. (foto: dok tempo tv)

Ada Teror Kepala Babi di Kantor Tempo

0 Comments

Seseorang beratribut aplikasi ojek online mendatangi pos satpam. Ada paket terbungkus kardus bersamanya. Paket ditujukan buat Cica, nama panggilan Francisca Christy Rosana, wartawan desk politik Tempo. Siapa nyana kalau isi kardus akhirnya membikin geger, bukan hanya bagi Cica dan seisi redaksi Tempo, melainkan juga kalangan jurnalis di Indonesia.

Jakarta (Lontar.co): PAKET kardus diketahui datang Rabu (19/3/2025) sore, sekira pukul 16.15 WIB. Selang sehari kemudian baru disampaikan pada Cica. Wartawan yang juga host siniar Bocor Alus Politik, salah satu program platform Youtube yang dikelola Tempo, ini baru kembali liputan bersama rekan sesama jurnalis, Hussein Abri Yusuf Muda Dongoran. Waktu itu hari sudah merambat sore. Jam menunjuk pukul 15.00 wib.

Paket lantas dibawa ke ruang redaksi. Pada awalnya semua masih baik-baik saja. Sampai kemudian Hussein membantu membukakan paket kardus. Sejak itulah kecurigaan mulai merambati kedua wartawan itu. Terlebih setelah Hussein mencium bau tidak sedap menguar dari dalam kardus yang mulai terkuak.

Naluri menuntun kedua wartawan muda ini. Terlebih tidak tertera keterangan si pengirim paket. Kecurigaan makin membumbung. Bungkusan paket terus dibuka. Di dalamnya dilapisi styrofoam. Seiring itu pula bau busuk makin menusuk. Keduanya makin kental merasakan ada gelagat tidak baik. Benar saja, di balik lapisan plastik yang melingkupi, Hessein melihat seonggok kepala babi. Fix, ini teror!

Hussein dan beberapa wartawan lantas membawa kotak kardus ke luar gedung. Di sana barulah jelas terlihat paket itu berisi kepala babi berlumur darah tanpa daun telinga. “Kedua telinganya terpotong,” kata Hussein, seperti dikutip dari Tempo.co, Kamis (20/3/2025).

Tak pelak kejadian ini menyedot perhatian seisi gedung. Tak kurang petinggi-petinggi media yang dikenal piawai merilis berita-berita investigasi ini, ke luar kantor untuk melihat langsung teror kepala babi itu.

Pimpinan Redaksi Tempo, Setri Yasra, langsung bersuara. Dia menduga upaya ini sebagai teror terhadap karya jurnalistik Tempo. “Kami mencurigai ini sebagai upaya teror dan melakukan langkah-langkah yang menghambat kerja jurnalistik,” kata dia.

Menurutnya, teror dalam bentuk apa pun tidak dibenarkan. Terlebih ditujukan untuk membungkam kebebasan dalam bekerja di dunia jurnalistik.

“Kebebasan pers tidak boleh diteror, diganggu, dan diintimidasi oleh alasan apa pun. Karena setiap media menjalankan fungsinya yang sudah diatur oleh undang-undang,” ucap dia. Legislasi yang dimaksud Setri adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Di dalamnya turut mengatur perlindungan terhadap pers dan wartawan di Indonesia.

Kabar teror kepala babi tanpa telinga ini cepat tersebar luas. Tak pelak, peristiwa itu bagai bunyi alarm adanya ancaman terhadap kebebasan pers. Tak butuh lama AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Jakarta bersama LBH Pers langsung merespon.

Kedua lembaga tersebut mengecam tindakan intimidasi dan ancaman pembunuhan simbolik dalam bentuk mengirimkan kepala babi ke jurnalis Tempo.

“Tindakan ini merupakan bentuk intimidasi dan ancaman pembunuhan simbolik terhadap jurnalis perempuan, sekaligus ancaman terhadap kerja-kerja jurnalistik yang dilakukan oleh Tempo sebagai salah satu media yang kritis dan vokal dalam merespon isu-isu publik.,” kata Ketua AJI Jakarta, Irsyan Hasyim, dalam siaran pers yang diterima Lontar.co.

Bukan sekadar kepada Tempo, masih menurut Irsyan, teror ini juga harus dimaknai sebagai serangan dan ancaman bagi kepentingan publik, khususnya hak masyarakat atas berita berkualitas di Indonesia. “Fenomena ini juga bagian dari upaya memberangus fungsi pers sebagai kontrol sosial dan mengawasi kekuasaan yang sewenang-wenang,” katanya.

Lebih lanjut Irsyan mengungkapkan, mengingat tingginya tingkat ancaman terhadap keamanan serta keselamatan korban, aparat penegak hukum harus secara serius melakukan penanganan kasus ini, dengan memprioritaskan penegakan keadilan dan pemulihan bagi korban. (*)

Further reading

  • Twitter Sudah Pernah, Kini Facebook “Beri Ruang” Fantasi Sedarah, Normalisasi Inses?

    Rasa hormat terhadap ibu, rasa melindungi adik atau kakak perempuan, menjadi sikap terlalu sopan bagi ribuan orang yang tergabung dalam grup facebook “Fantasi Sedarah”. Sebaliknya mereka justru menjadikan orang-orang terdekat itu sebagai obyek keliaran fantasi seks. (Lontar.co): Mata Larasati terbelalak saat melihat hasil tangkap layar (screenshot) sebuah postingan dan komen-komen anggota grup Fantasi Sedarah di […]
  • Disrupsi AI, Penolong Sekaligus Menyimpan Bom Waktu

    Istilah kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) mulai diperkenalkan pertama kali pada sebuah konferensi di Dartmouth. Para peserta konferensi girang sekaligus bimbang. Sebab mereka sendiri belum tahu pasti bakal seperti apa kecanggihan AI yang sedang mereka gadang-gadang saat itu. (Lontar.co): Berselang 69 tahun kemudian, kita -yang mungkin tidak pernah tahu ada konferensi semacam itu, justru […]
  • Benarkah Pemkab Lambar Belum Punya Peta Hutan Konservasi TNBBS?

    Deforestasi pada kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Kabupaten Lampung Barat (Lambar) berlangsung masif. Anehnya, pemerintah seakan melakukan pembiaran untuk tidak menyebut turut mengambil keuntungan melalui pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terhadap perambah. Bandarlampung (Lontar.co): Penarikan PBB pada para perambah jelas menimbulkan ambiguitas. Sebab bagi perambah hal ini dianggap sebagai legitimasi atau […]