literasi

Skor Literasi Bandar Lampung Jauh di Bawah Metro, Eka dan Eva Harus Mulai Sadar

0 Comments

Skor Literasi Bandar Lampung Jauh di Bawah Metro, Eka dan Eva Harus Mulai Sadar

About Author
0 Comments

Secara infrastruktur dan akses, Kota Bandar Lampung seharusnya punya tingkat literasi yang mapan. Tapi, kenyataannya, angka literasi di kota ini masih kalah jauh dibanding Kota Metro. Jika dirunut, ternyata ini cuma perkara political will pemimpin kota dan kerabatnya.

(Lontar.co): Dulu, tahun 2023, meski sudah mengajar selama 15 tahun di Kota Metro, Edy Suprapto belum menemukan komunitas belajar yang ideal. Padahal, ada sebanyak 1.049 guru sekolah dasar, tapi hanya ada enam komunitas belajar dari 65 sekolah dasar.

Kondisi ini yang kemudian membuat tingkat literasi Kota Metro hanya berada di angka 73,95 persen.

Sebenarnya, dengan persentase sebesar itu, skor literasi Kota Metro sudah berada di atas rata-rata 14 kabupaten/kota lain di Lampung, termasuk dengan Kota Bandar Lampung, yang tahun 2023 lalu, skor persentasenya hanya 66, 28 persen.

Tapi,  Edy bukan tipikal pendidik yang cenderung manut pada atasan, guru honorer di SDN 1 Metro Pusat ini bukan pula tipe pendidik yang cuma sekedar menggugurkan kewajibannya mengajar saja, ia justru menginisiasi kelompok belajar mulai dari sekolah, kecamatan bahkan hingga setingkat kota.

Ide luar biasanya itu didukung oleh semua pihak, bukan cuma guru dan dinas pendidikan saja, tapi bahkan Walikota Metro yang menyokongnya secara penuh. 

Hasilnya memang signifikan, kontribusi Edy Suprapto dalam hal literasi di Kota Metro tak bisa dianggap remeh, bahkan banyak guru dari berbagai kabupaten yang kemudian belajar ke Kota Metro.

Bukan hanya itu saja, Edy juga menginisiasi gerakan guru menulis, yang sukses menulis 290 judul buku.

Kisah inspiratif Edy Suprapto ini yang kemudian membawanya menjadi salah satu wakil dari Lampung di Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) di tingkat nasional untuk kategori perintis komunitas belajar.

Edy Suprapto adalah penggagas, mesinnya adalah semua stake holder yang punya kepentingan, bukan cuma guru, murid, dan dinas pendidikan, tapi juga pemerintah Kota Metro dan bahkan masyarakatnya semua yang merasa peduli.

BACA JUGA  Apa Jadinya Kalau Kepala Daerah di Lampung Lebih Percaya Media Nasional Ketimbang Media Lokal?

Maka wajar jika kemudian, skor indeks pembangunan literasi masyarakat di kota ini menjadi yang tertinggi di Lampung, dan masuk dalam yang tertinggi di atas rata-rata nasional, angkanya nyaris sempurna, dengan 94, 4.

Bandingkan dengan Kota Bandar Lampung, yang skor literasinya di tahun 2024, hanya 76, 74, atau hanya naik 10 poin dibanding tahun 2023.

Sebagai ibukota provinsi, skor literasi yang rendah, jelas amat tak ideal dalam banyak indikator apalagi dengan pembanding dengan Kota Metro, yang secara geografis, luas wilayahnya jauh lebih kecil dibanding Bandar Lampung. Secara akses dan infrastruktur pula, Kota Bandar Lampung jelas punya segalanya.

Banyak strategi pendidikan di Kota Bandar Lampung yang selama ini nyaris tidak terarah, manajemen dibuat hanya tergantung pada dwi tunggal Eka dan Eva, tapi visinya soal literasi nyaris tidak ada.

Satuan pendidikan sebagai titik awal pembenahan literasi dibiarkan jalan sendiri-sendiri, yang akhirnya semua berjalan sekedar formalitas. 

Lihat saja pada momen Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) yang digelar Balai Guru dan Tenaga Kependidikan (BGTK) Lampung, muncul anomali tahunan bahwa tak satupun guru (negeri) di Kota Bandar Lampung yang lolos kurasi, bahkan sejak dari penilaian awal, meski tahun ini, Kota Bandar Lampung jadi tuan rumahnya. 

Padahal, per Maret 2025, data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandar Lampung ada sebanyak 2.146 guru yang telah bersertifikasi di kota ini. Bandingkan jumlah ini dengan jumlah guru sekolah dasar di Kota Metro yang kurang dari setengah jumlahnya, yang hanya sebanyak 1.049 guru sekolah dasar dan masih sedikit yang sudah bersertifikat.

Indikator ini makin menguatkan bahwa kebanyakan guru dan tenaga kependidikan di Kota Bandar Lampung memang cenderung berada pada situasi yang sulit. 

BACA JUGA  Ayak-ayak, Serenada untuk Bumi dan Tubuh Perempuan

Guru-guru di sini seperti tak punya pilihan, bahkan untuk sekedar berinovasi. 

Bayangkan lagi, pendidik di kota ini, bahkan kalah saing dengan guru-guru dari daerah lain, yang skor literasinya masih kalah jauh dibanding Kota Bandar Lampung, seperti Pringsewu dan Lampung Selatan, yang justru lebih punya daya saing.

Dalam apresiasi tahunan guru dan tenaga kependidikan di Lampung, sejak beberapa tahun terakhir, dominasi guru asal Kota Bandar Lampung yang berhasil lolos di apresiasi itu juga, kebanyakan malah berasal dari guru-guru swasta, sementara guru-guru sekolah negeri malah minim, jangankan juara, lolos pun tidak.

Sekolah swasta di Bandar Lampung memang cenderung lebih luwes dibanding sekolah negeri, tuntutan inovasi pendidikan apalagi literasi, menjadi sebuah keharusan demi kelangsungan sekolah.

Dan, untungnya, tahun ini, wajah pendidik Kota Bandar Lampung, lagi-lagi ‘diselamatkan’ oleh guru swasta. Pada apresiasi guru dan tenaga kependidikan 2025 ini, Umi Fatirah, guru sekaligus Kepala SMP Islam Az Zahra menjadi satu-satunya wakil Kota Bandar Lampung untuk kategori kepala sekolah terinovatif.

Inovasinya juga tidak main-main. Literasi bukan lagi dilihat sebagai praktek sederhana tentang membaca dan menulis saja, tapi dilihat sebagai sebuah kebutuhan tentang kompetensi dasar yang amat menentukan kecerdasan daya saing seseorang di masa depan.

Karenanya, Umi Fatirah melihat, literasi bukan hanya sekedar tentang menyediakan buku, tapi juga tentang kemampuan berpikir kritis dan harus adaptif.

Caranya, ia pakai gerakan dengan mendorong inovasi penguatan literasi sekolah dengan muatan lokal terpadu, inovasi ini yang ia sebut sebagai program Diplomat yang kemudian berhasil meraih juara satu di apresiasi ini, ia juga bakal bersaing di tingkat nasional sebagai wakil dari Lampung.

Dari sini, semua kelemahan literasi di invetarisir, mulai dari kesenjangannya, kebiasaan berpikirnya, sampai integrasi literasi untuk semua mata pelajaran yang kesemuanya dianggap belum optimal.

BACA JUGA  Sawah Hilang Akibat Penduduk yang Tak Terbilang

“Kita juga menyimpulkan bahwa ternyata literasi belum menjadi sikap hidup di semua kalangan,” tutur Umi Fatirah.

Setelah identifikasi mengerucut, pemecahan masalahnya juga jadi jauh lebih mudah. 

Metode pembelajaran berbasis proyek dan masalah, kolaborasi lintas mata pelajaran, sampai menghidupkan budaya literasi, ternyata sukses diaplikasikan di sekolah ini. Hasilnya, skor literasi di SMP Islam Az Zahra bahkan berada di angka sempurna.

Sebagai penggerak, guru di sekolah ini juga terus bertumbuh. Budaya reflektif dan kolaboratif menjadi keseharian, inovasi menjadi hal yang mutlak buat mereka.

Dampaknya, karya-karya siswa di SMP Islam Az Zahra juga bersaing bukan hanya di level nasional tapi bahkan di tingkat internasional, setelahnya, prestasi juga jadi lebih mudah diraih.

Soal teknologi, SMP ini juga menjadi satu-satunya sekolah menengah pertama di Lampung dan sedikit sekolah di Indonesia yang sudah mengelola ‘alamat’ metaverse, sebuah platform virtual 3D yang terkait dengan penciptaan lingkungan belajar digital, untuk siswa dan guru berinteraksi, belajar, dan berkolaborasi menggunakan avatar di ruang virtual yang imersif.

Tapi, dwi tunggal Eka dan Eva memang punya kecenderungan abai soal literasi apalagi inovasi yang sejatinya menjadi hal yang wajib buat seorang guru, apalagi buat guru-guru negeri di Bandar Lampung. 

Sebagai pemimpin pendidik Eka Afriana lebih menempatkan dirinya sebagai sosok yang tak terlalu bisa diajak berdiskusi, sementara Walikota Eva Dwiana dalam banyak situasi malah lebih intens dengan hal-hal yang cenderung jauh dari pembenahan literasi kota. Sekalinya bikin terobosan, malah bikin gaduh soal Sekolah Siger, entah pula, ia mungkin agak ‘singkuh’ jika bersinggungan dengan saudari kandungnya.  

Sikap ambigu ini pula yang kemudian membuat pendidik dan pendidikan di Kota Bandar Lampung lebih terlihat seperti berjalan mundur ke belakang.

Further reading