Meski tersebar dimana-mana, sampai saat ini hanya sedikit lukisan maupun patung pahlawan Raden Intan II yang menyerupai aslinya. Minimnya literasi hingga terputusnya garis keturunan Raden Intan II, membuat detail perwajahan tentang sosok sang pahlawan hanya meraba-raba saja. Tapi, pihak keluarga tetap memakluminya.
(Lontar.co): Dari sekian banyak patung-patung maupun lukisan sosok Raden Intan II yang tersebar begitu banyak di Lampung, Yogha Pramana yakin benar, hanya patung yang ada di depan Ramayana Plaza yang bisa merepresentasikan wajah dan fisik Raden Intan II secara langsung.
Keturunan langsung dari Keratuan Darah Putih bergelar Raden Mas Kesuma Ratu ini menyebut, sebelum patung Raden Intan II dibangun di depan Ramayana Plaza, pihak pengembangnya intens berkonsultasi dengan keluarga Raden Intan di Kalianda.
“Mereka konsul terus dengan kita, soal detail tinggi badan, bentuk wajah hingga ikat di kepala Raden Intan II dan detail lainnya, jadi kalau mau dibilang, mana patung atau lukisan yang paling mirip dengan Raden Intan II, saat ini memang cuma yang ada di depan Ramayana Plaza,” kata Yogha Pramana.
Sedangkan patung-patung Raden Intan II yang lainnya, beberapa ada yang konsultasi tapi sebagian lainnya tidak,”(patung) di Bundaran Hajimena masih konsultasi dengan kita, tapi yang di Bandara (Raden Intan II) itu nggak konsul dengan kita”.
Wajah Asli Raden Intan II
Tak banyak yang mengetahui detail pasti perwajahan sosok Raden Intan II selama ini, kebanyakan masyarakat Lampung menganggap patung-patung yang ada selama ini sudah merepresentasikan wajah Raden Intan II secara langsung.
Tapi memang, Keratuan Darah Putih tak terlalu mempersoalkannya, lantaran keturunan langsung dari sang pahlawan memang tidak ada, karena Raden Intan II meninggal di usia yang masih amat muda.
Budayawan Lampung Anshori Djauzal juga sependapat, ia menilai memang selama ini rekonstruksi pada bagian wajah dari Raden Intan II memang perlu, karena lukisan maupun patung Raden Intan II yang tersebar saat ini memang hasil reproduksi dari lukisan awal Raden Intan II ketika hendak diajukan sebagai pahlawan nasional tahun 1986 lalu.
Nama Raden Intan II diajukan ke pemerintah pusat untuk ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui proses yang panjang ketika itu, sampai kemudian terbit Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 082 Tahun 1986 yang ditandatangani Presiden Soeharto tanggal 23 Oktober.
“Lukisan itu yang diajukan sebagai syarat untuk proses penetapan Raden Intan II sebagai pahlawan nasional, dan sudah disepakati oleh keluarga Keratuan Darah Putih,” tutur Anshori.
Kemudian, konsep lukisan itu yang menyebar menjadi desain baku bentuk wajah Raden Intan II yang terus berkembang sampai saat ini.
Merekonstruksi Raden Intan II

Suatu ketika di pertengahan tahun 1984, Gubernur Lampung Yasir Hadibroto menginstruksikan secara khusus kepada pelukis Trisno Soemardjo yang kala itu bekerja sebagai PNS di Kantor Wilayah Departemen Penerangan Lampung, perintah Yasir kepada Trisno Soemardjo, melukis wajah Raden Intan II untuk diajukan sebagai pahlawan nasional kepada pemerintah pusat.
Trisno Soemardjo agak kewalahan ketika itu, karena ia tak punya literasi khusus tentang detail wajah Raden Intan II, koleksi perpustakaan yang secara khusus mengulas Raden Intan II juga tak menampilkan wajah sang pahlawan.
Opsinya, Trisno harus menemui keluarga Raden Intan II di Kalianda. Ia mewawancarai sejumlah keluarga dekat Raden Intan II, meskipun akurasi pengklasifikasian DNA wajah melalui struktur keturunan langsung Raden Intan II, tingkat akurasinya hanya sekitar 80 persen, tapi hanya itu pilihan yang bisa dilakukan Trisno Soemardjo.
Identifikasi biometrik melalui DNA wajah keturunan untuk membangun bukti konsep memang bisa dilakukan tapi itu hanya berlaku untuk keturunan biologis secara langsung, khususnya anak kandung atau bisa juga adik Raden Intan II, hasilnya memang berpotensi akurat secara signifikan tapi amat tentatif.
Kendala pada proses penggambaran detail wajah Raden Intan II memang amat mengganjal Trisno Soemardjo, apalagi Raden Intan meninggal di usia yang masih amat muda.
Akan halnya proses merekonstruksi wajah Raden Intan II oleh pelukis di tahun 80-an ini juga, dibenarkan oleh Yogha Pramana, menurutnya ketika itu keluarga dari Keratuan Darah Putih menunjuk tiga orang keluarga dekat Raden Intan II sebagai sampel wajah yang dianggap bisa merepresentasikan Raden Intan II.
Mereka, yakni; M. Nasir, M. Kholid dan Khoizir. Ketiga keluarga Raden Intan II ini juga diketahui punya rincian detail tentang sosok Raden Intan II,”waktu itu, perwakilan keluarga merinci bentuk wajah dengan memanggil tiap keluarga yang lain, misalnya; bentuk hidungnya mirip si ini, matanya mirip si itu,” kata Yogha Pramana kepada Lontar.
Proses penggambaran wajah dengan membangun tiap detail melalui perwakilan keluarga langsung Raden Intan II memang amat membantu Trisno merinci bentuk muka secara visual lukisannya.
Memang tak sempurna, tapi hasil lukisan pertama Raden Intan II yang diketahui masih tersimpan di Anjungan Lampung yang ada di Taman Mini Indonesia Indah sampai saat ini, adalah penggambaran wajah Raden Intan II yang hampir mendekati bentuk wajah asli Raden Intan II.
Kepada wartawan tahun 2023 lalu, pelukis Subarjo yang juga karib Trisno Soemarjo menyebut pernah melihat lukisan Raden Intan II yang menjadi lukisan pertama wajah Raden Intan II di studio lukis Maestro milik Trisno Soemardjo yang ada di Jalan Raden Intan dan kini sudah berganti menjadi Toko Jamu Cak Umar. Di lukisan itu pula ada tanda tangan Trisno Soemardjo.
Selain Subarjo, dua pelukis lainnya; Bambang SBY dan Pulung Swandaru meyakini bahwa Trisno Soemardjo adalah sosok yang pertama kali melukis wajah Raden Intan II.
Setelah lukisan jadi, Pemerintah Provinsi Lampung kemudian membawanya ke Jakarta untuk diajukan ke Presiden Soeharto sebagai pahlawan nasional, setelah prosesi selesai, lukisan itu kemudian disimpan di Anjungan Lampung yang ada di TMII.
Visualisasi Wajah Raden Intan II yang Jauh Melampaui Usianya
Sahdan, sebelas tahun lalu, tahun 2004, di atas sebuah kapal roro yang berlayar pelan menuju Gunung Anak Krakatau saat perayaan Festival Krakatau, seorang peneliti sejarah asal Eropa yang ikut dalam rombongan, sempat melontarkan pertanyaan kritis ke Dinas Pariwisata Lampung, perihal bentuk wajah Raden Intan II yang terlihat jauh lebih tua dibanding kenyataannya, apalagi ia membandingkan dengan usia Raden Intan II yang saat meninggal masih berusia 22 tahun. Tak ada jawaban soal itu.
Soal ini, Yogha Pramana punya jawaban yang lebih rasional. Ia menganggap wajar jika kemudian wajah Raden Intan II terlihat lebih tua bahkan melampaui usianya ketika ia meninggal.
Kumis yang tebal, menurutnya amat mempengaruhi keadaan itu. Yogha bahkan pernah bereksperimen menggambar ulang wajah Raden Intan II dengan bantuan Artificial Inteligence (AI), hasilnya juga tak berbeda jauh, meski ‘prompt’ yang ia pakai ada imbuhan dibuat lebih muda dari lukisan yang asli.
Ia menyadari, ada begitu banyak faktor yang membuat wajah Raden Intan II terlihat jauh lebih tua, meski diusianya yang masih remaja,”padahal dulu saat dilukis, sampel yang diambil untuk bahan lukisan pertama, usianya juga masih muda,” kata Yogha Pramana lagi.
Tapi, satu hal penting yang menurut Yogha Pramana, amat berpengaruh terhadap wajah Raden Intan II yang terlihat jauh lebih tua,”Anda bayangkan, saat itu meski masih berusia muda, Raden Intan II sudah memimpin sebuah keratuan, ia juga harus menghadapi penjajah Belanda yang setiap waktu bisa menyerang, itu masih belum termasuk mengatur strategi perang yang efektif untuk mengusir penjajah,” terang Yogha.
Secara psikologis, tekanan fisik utamanya stres, memang amat dominan mempengaruhi penampilan seseorang. Tekanan stres yang tinggi memicu pelepasan hormon tertentu yang banyak mempengaruhi kondisi otot, wajah hingga kulit termasuk pola tidur.
Pada situasi yang dialami Raden Intan II saat itu, berbagai tekanan dari penjajah Belanda memang amat mempengaruhi pikirannya, sebagai remaja, ia ‘dipaksa’ oleh keadaan untuk mengatur strategi-strategi yang matang melalui perang-perang gerilya yang ia bangun di tiap sudut Gunung Rajabasa dan wilayah pesisir Kalianda sebagai medan perangnya.
Saat itu, sebagai pemimpin sebuah kerajaan yang begitu ditakuti oleh Belanda, Raden Intan II bahkan lebih banyak tinggal di hutan dan benteng-benteng yang ia bangun di Gunung Rajabasa.
Perang Lampung Efektif Ganggu Konsentrasi Belanda di Perang Jawa
Perang yang dikobarkan Raden Intan II ketika itu juga sangat efektif mengganggu Belanda yang tengah berkonsentrasi di Perang Jawa.
Merujuk Algemeen Verslag: 1850 tentang Arsip Keresidenan Banten dan Algemeen Verslag over het Jaar:1853 tentang Arsip Keresidenan Lampung di Arsip Nasional Republik Indonesia menyebut Belanda kesulitan dengan kelihaian Raden Intan II membangun aliansi dengan banyak pejuang-pejuang di sepanjang pesisir Teluk Lampung dan Teluk Semangka, sehingga upaya pendudukan selalu gagal dengan hancurnya tangsi-tangsi Belanda akibat serangan tak terduga Raden Intan dan Pangeran Singa Beranta.
Di Teluk Semangka, penguasa sekaligus pejuang yang mapan dalam strategi pertahanan Dalom Mangkunegara telah pula membangun hubungan dengan Raden Intan II membuat intensitas serangan makin menjadi, banyak pos-pos yang di bangun Belanda hancur.
Merespon ini, pemerintah Belanda di Batavia yang tengah sibuk melakukan distribusi bantuan militer untuk menghadapi perang Jawa yang dikobarkan Pangeran Diponegoro terpaksa memecah distribusi militernya; ke Perang Jawa dan Perang Lampung.
Meski bala bantuan militer dalam skala yang besar dikirim dari Batavia ke Kalianda dan Teluk Semangka, tetap saja invasi itu gagal.
Akhirnya, kekalahan demi kekalahan disiasati oleh Belanda dengan mengajukan kesepakatan damai dengan Raden Intan II dan Dalom Mangkunegara.
Demi mengamankan Kalianda dan Teluk Semangka yang strategis, Belanda juga berupaya memberi grasi sekaligus mengakui Raden Intan II sebagai penguasa di Rajabasa dan Kalianda.
Ketika Korps Marechaussee te Voet atau marsose-marsose yang masih tersisa di Lampung hendak dikirim ke Perang Jawa pasca kesepakatan damai, ternyata kebanyakan dari serdadu-serdadu itu tak layak perang karena penyakit demam dan cacar yang mereka derita saat di Lampung.
Kehilangan pengaruh dan serdadu membuat Belanda mengirimkan tawaran melalui surat kepada Raden Intan II, isinya; penawaran kedudukan, gaji hingga iming-iming pendidikan buat Raden Intan II.
Situasi ini menjadi pilihan buat Belanda, karena mereka benar-benar sudah habis-habisan di Perang Jawa, jika masih terus memaksa membangun perlawanan dengan Raden Intan II maka mereka bisa habis total.
Tahun 1853 perjanjian dibangun, tapi hanya bertahan setahun, setelahnya Belanda berkhianat dengan memperketat kembali pengawasan kapal-kapal dagang di perairan Kalianda dan Rajabasa.
Belanda juga berbohong akan menyekolahkan Raden Intan II dan banyak pula sekutu-sekutu Raden Intan II asal Banten yang ditahan oleh Belanda.
Merasa dikhianati, Raden Intan II marah dan mengobarkan perang yang lebih besar lagi, pos-pos pertahanan Belanda dihancurkan, benteng-benteng direbut kembali, alih-alih mendapat bantuan dari Batavia, militer Belanda tak berdaya karena jumlah serdadu yang menyusut akibat perang di Jawa.
Saat itu, bala bantuan Belanda baru datang setelah kekalahan demi kekalahan yang kesekian kalinya, pemerintah Belanda di Batavia mengirim pasukan di bawah Kolonel Waelson yang jumlahnya lebih dari seribu orang untuk melawan Raden Intan II.
Dengan membawa 12 belas meriam berukuran besar, Kolonel Waelson membawahi sebanyak 350 pasukan asli Belanda dan 700-an prajurit pribumi yang berpihak ke Belanda.
Untuk menarget Raden Intan II, Belanda telah pula menyiapkan 30 ahli menembak, sebagai konsekuensi betapa kuatnya sosok Raden Intan II kala itu.