Ulubelu memasuki babak baru pengembangan energi bersih baru dan terbarukan. Setelah satu dekade lebih geothermal sukses menerangi Lampung, kini daerah itu menjadi proyek percontohan hidrogen hijau (green hydrogen) di Indonesia.
(Lontar.co): Suara senda gurau tiga perempuan paruh baya itu terdengar riuh di green house Ulubelu Farm. Siang itu, mereka sedang memetik buah-buah melon yang sudah siap panen.
Sejak dua hari terakhir, aktivitas memanen buah melon terus dilakukan oleh kelompok tani yang ada di Desa Muaradua, Kecamatan Ulubelu ini. Hasilnya memang lumayan banyak dibanding panen sebelumnya. Di panen untuk yang kedua kalinya ini, jumlahnya hingga 1,2 ton lebih.
Dari hasil budidaya melon yang melimpah ini, banyak warga yang merasa terbantu perekonomiannya, karena pendapatan mereka kini tak lagi hanya mengandalkan hasil dari satu komoditas perkebunan saja, seperti yang selama ini mereka jalani.
Adalah Ediyansah, Ketua Kelompok Ulubelu Farm, yang pertama kali menginisiasi budidaya melon di Kecamatan Ulubelu. Ia melihat pentingnya diversifikasi tanaman perkebunan agar petani di Ulubelu tak hanya tergantung pada komoditas kopi saja.
“Selama ini, petani di Ulubelu hanya tergantung pada tanaman kopi saja, kondisi ini amat rentan terhadap kesejahteraan petani, khususnya ketika harga kopi jatuh,” kata Ediyansah.
Tapi, ketika itu, banyak yang tak yakin dengan gagasan Ediyansah untuk membudidayakan melon, karena wilayah Ulubelu yang berada di dataran tinggi amat sulit untuk mengaplikasikan budidaya tanaman tropis seperti melon yang mensyaratkan suhu yang hangat untuk bisa tumbuh optimal.
Namun, Ediyansah tak patah semangat, apalagi ia tahu, Ulubelu memiliki sumber panas bumi yang melimpah.
Ia kemudian menggandeng Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Ulubelu untuk mewujudkan gagasannya itu, dengan memanfaatkan Brine yang tidak terpakai.
Budidaya melon dilakukan dalam greenhouse dengan sistem pengendalian suhu, kelembaban, dan pencahayaan yang dikendalikan secara presisi.
Brine digunakan untuk pemanasan dan sterilisasinya. Untuk menyuplai kebutuhan energi listrik di green house, digunakan pula Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sehingga lebih efisien.
Stabilitas suhu yang terus dijaga dengan energi panas bumi memungkinkan tanaman melon untuk tumbuh dengan optimal tanpa gangguan akibat fluktuasi suhu yang ekstrim.
Inovasi ini tidak hanya sukses mengoptimalkan hasil budidaya melon, tapi juga efektif menekan emisi karbon, sekaligus memberi nilai tambah dari energi panas bumi yang semula hanya digunakan untuk kelistrikan.
“Alhamdulillah, hasilnya luar biasa. Melon yang kami budidayakan bisa dipanen dengan hasil yang maksimal,” kata Ediyansah.
Dengan pemanfaatan energi panas bumi, para petani tidak hanya berhasil meningkatkan produktivitas, tetapi juga membawa dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
Selama dua kali panen ini, hasilnya terus meningkat mulai dari 1 ton di panen pertama, dan sekarang naik menjadi 1,2 ton, dengan rata-rata penghasilan tiap panen hingga Rp35 juta.
Keberhasilan ini pula yang kemudian menginspirasi kelompok tani lainnya untuk mengembangkan budidaya cabai dan bawang yang mulai tersebar di sejumlah desa yang ada di wilayah Ulubelu.
Pengurus Kelompok Tani Margo Rukun, Wastoyo bahkan menyebut hasil budidaya ramah lingkungan ini, kini tak hanya menjadi memberi penghasilan tambahan baru bagi ibu rumah tangga tapi juga menjadi upaya untuk memperkuat ketahanan pangan.
Dari Ulubelu pula, sejarah baru transisi energi baru dan terbarukan dimulai. Pada, September 2025 lalu, Pertamina Geothermal Energy (PGE) memulai pembangunan proyek green hydrogen.
Proyek ini menjadi pilot plant pertama di Indonesia yang memproduksi hidrogen hijau berbasis panas bumi.
Listrik dari geothermal dipakai untuk memecah air dengan teknologi electrolyser hingga menghasilkan hidrogen murni tanpa emisi karbon.
“Green hydrogen adalah energi masa depan yang fleksibel dan bisa jadi komoditas ekspor bernilai tinggi,” kata Wamen ESDM Yuliot.
Ia menyebut Indonesia punya potensi energi baru terbarukan 3.660 gigawatt, namun baru dimanfaatkan sekitar 0,4 persen. Karena itu, Ulubelu dianggap jadi tonggak penting dalam transisi energi.
Dari uap panas bumi yang selama ini mengaliri listrik, kini Indonesia melangkah lebih jauh dengan memanfaatkan sumber daya alam tersebut untuk memproduksi energi masa depan, yaitu hidrogen hijau.
Yuliot menegaskan bahwa pemanfaatan panas bumi sebagai energi primer untuk memproduksi hidrogen hijau adalah langkah strategis yang menempatkan Indonesia selangkah lebih dekat dengan tujuan ketahanan energi nasional.
“Green Hydrogen diyakini akan menjadi game changer dalam transisi energi global karena sifatnya yang fleksibel dan dapat menjadi komoditas ekspor di masa depan,” ujarnya.
Lebih dari sekadar infrastruktur, proyek di Ulubelu ini dirancang sebagai laboratorium energi bersih sehingga operasi dari empat unit PLTP di Ulubelu–kapasitas total 220 MW–tidak menambah emisi karbon. Sebuah tempat di mana teknologi diuji, pengalaman diraih, dan pembelajaran diperoleh untuk kemudian direplikasi di berbagai wilayah Indonesia.
Tak hanya itu, kegiatan operasional telah mengikuti operasi standar Health, Safety, Security, and Environment (HSSE) Pertamina Group dan diawasi ketat sesuai regulasi pemerintah, sehingga fasilitas ini diposisikan aman dan ramah lingkungan.
“Saya yakin, pengalaman dan pembelajaran dari proyek ini akan menjadi best practice dan referensi untuk direplikasikan di wilayah lain,” tutur Yuliot.
Proyek pilot hidrogen hijau di Ulubelu bertujuan sebagai tempat uji kelayakan komersial. Mulai dari biaya, efisiensi teknologi, hingga model bisnis. Meskipun biayanya kini lebih tinggi ketimbang hidrogen fosil (grey hydrogen), upaya peningkatan skala dan kebijakan diharapkan menurunkan biaya hidrogen hijau agar lebih kompetitif.
Selain mendukung target Net Zero Emission 2060, proyek ini diyakini membuka lapangan kerja, meningkatkan SDM, hingga memperkuat ekonomi daerah. Letak Ulubelu yang dekat pelabuhan juga dinilai strategis untuk distribusi energi hijau ke Asia.
“Ulubelu adalah bukti nyata energi bersih lahir dari bumi Lampung untuk generasi masa depan,” katanya.
Pemilihan Ulubelu bukan tanpa alasan. Infrastruktur panas bumi yang sudah mapan, pasokan listrik bersih yang stabil, ketersediaan cooling tower untuk kondensat, serta posisi yang dekat dengan jalur distribusi Sumatera-Jawa membuat lokasi ini cocok untuk menguji integrasi hidrogen ke jaringan energi dan pasar industri.
“Saya berharap semua pihak bekerja dengan dedikasi dan semangat kebersamaan. Green Hydrogen Plant ini harus menjadi simbol kemajuan bangsa,” pesan Yuliot.
Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal menyebut pembangunan ini jadi kebanggaan baru bagi Lampung.
“Lampung tidak hanya bicara kopi, tapi juga energi hijau,” kata Mirza.





