Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik), Thomas Amirico, sempat dibuat tercengang. Fenomena benang kusut yang melilit dunia pendidikan pada satuan SMAN/SMKN ternyata sudah terlalu semrawut. Usai ditelisik, akhirnya diketahui sumber biang keroknya. Penyebab pembelajaran di kelas tidak bermutu lantaran guru pemalas dan kepsek yang salah urus. Pendidik begini, terutama yang sudah bersertifikasi, mesti diberi “pelajaran”.
(Lontar.co): Acapkali terdengar wali murid mengeluhkan kualitas pendidikan di SMA atau SMK negeri di Lampung. Para orang tua sangsi anaknya akan menjadi ‘sesuatu’. Karena mereka (pada akhirnya) menyadari kualitas guru-guru di sekolah anaknya tidak bisa diharapkan.
“Kalau saya lihat anak saya belajar di rumah, dia sering frustrasi. Dia tidak tahu cara selesain tugas matematikanya. Kata dia, guru di kelas sudah pernah ajarin. Tapi cara ngajarnya malah bikin bingung. Kalau terus-terusan begini, saya jadi kasihan lihatnya. Khawatir anak saya stres atau kenapa-kenapa nantinya,” ucap Maida, seorang wali murid yang anaknya duduk di bangku kelas XI di sebuah SMAN di Bandarlampung, Jumat (12/9/2025).
Masih menurut ibu rumah tangga ini, saat dia menyarankan agar anaknya belajar pada kawan di kelasnya yang mengerti, si anak malah bilang kalau kawan-kawannya juga kebanyakan tidak bisa.
“Saya sering mikir, apa guru anak saya tahu kalau banyak muridnya yang nggak paham dengan materi ajarnya,” tukas maida yang mengaku hampir akan ke sekolah anaknya untuk mengkonsultasikan persoalan ini, “Tapi anak saya melarang. Dia takut nanti malah dapat masalah dengan gurunya.”
Maida atau wali murid lain yang memiliki kecemasan serupa kiranya tidak keliru. Sebab, Kadisdik Lampung Thomas Amirico, juga punya penilaian serupa. Sebelumnya dia pernah ungkapkan. Betapa prihatinnya dia atas rendahnya kemampuan dan ketulusan guru dalam mengajar.
“Awalnya saya sempat bingung harus memulai dari mana untuk membenahi dunia pendidikan di Lampung. Khususnya di satuan pendidikan SMA dan SMK. Setelah saya cermati ternyata sumber persoalannya mengerucut pada guru. Mereka tidak inovatif,” kata Thomas Amirico, saat membuka Bimtek literasi Digital di Sekolah, di Kabupaten Tulangbawang Barat, Selasa (9/9/2025).
Evaluasi Kinerja Kepsek dan Guru
Tak hanya sekadar menuding, Thomas sudah mengantongi bukti. Menurutnya, beberapa waktu lalu pihak Disdik Lampung mengadakan tes kemampuan siswa. Ada 4 ribu siswa di Lampung Timur dan Metro yang dilibatkan.
“Ada 5 level standar penilaian. Kita pakai standar penilaian terendah. Saya ulang lagi, kita pakai soal dengan tingkat kesulitan level 1 bukan level 5,” imbuhnya.
Hasilnya, sambung Thomos, membikin miris. Meski tingkat kesulitan soal yang diberikan terkategori paling mudah, tapi jumlah siswa yang berhasil lolos hanya 14 persen saja. “Gimana nggak sedih kita dibuatnya. Itu, tingkat kesulitan soalnya paling rendah, lho,” risau Thomas.

Dia menjelaskan, rendahnya kualitas siswa ini tidak bisa dilepaskan dari rendahnya kualitas pembelajaran di kelas. Kalau bicara proses pembelajaran, masih menurut Thomas, artinya tidak terpisah dari peran guru. “Sangat mungkin ini cermin kegagalan guru menerapkan proses pembelajaran di kelas,” tegasnya.
Tak mau sekadar omon-omon, dia lantas menginstruksikan Disdik Lampung untuk mengetes kompetensi guru mata pelajaran (mapel). Uji coba lantas digelar di Wilayah I, Kota Bandarlampung. Hasilnya?
Lagi-lagi bikin Thomas ngenes mengelus dada. “Kita tahu untuk menjadi guru syarat minimalnya harus berstandar madya. Standar nilainya kisaran 482. Tapi kemarin, waktuku kita lakukan tes pada guru Bahasa Indonesia, ternyata banyak yang nilainya di bawah standar minimal. Gimana coba itu?” ungkapnya prihatin.
Beranjak dari berbagai keadaan dunia pendidikan yang serba mencemaskan itu, Thomas memandang perlu untuk melakukan pembenahan besar-besaran. “Para guru ini harus diberi pelajaran. Biar sadar bahwa rendahnya kualitas mereka telah menyebabkan proses pembelajaran yang tidak bermutu. Akhirnya siswa yang kena dampak,” tegasnya.
Lebih lanjut dia menguraikan. Selama ini, baik kepala sekolah(kepsek) maupun mayoritas guru, bekerja hanya sebatas menggugurkan kewajiban. Kepsek hanya berkutat mengurusi guru pemalas. Akhirnya tugasnya hanya memastikan agar guru-guru yang malas masuk dan mengajar di kelas.
“Kebanyakan kepsek tidak melakukan supervisi di kelas. Tidak mencermati apa yang dikerjakan gurunya. Bagaimana proses pembelajaran yang disampaikan. Apakah efektif dan bisa dipahami siswa. Sudahkah prosesnya berjalan secara interaktif dan inovatif. Apakah pembelajaran yang berlangsung sudah bermutu atau tidak? Mestinya kepsek lakukan itu semua,” kata Thomas.
Untuk itu, imbuhnya, Disdik Lampung akan melakukan tes terhadap guru mapel. Tujuannya untuk mengukur kompetensi para pendidik.
“Biar kita punya data valid. Mana guru berkualitas dan mana guru yang rendah kemampuannya. Terutama guru yang sudah bersertifikasi. Kita mau tahu kinerja mereka. Apakah yang dilakukan selama ini sudah optimal atau insentif sertifikasinya justru tak berdampak positif terhadap kinerjanya. Ini akan kita evaluasi semua. Siap-siap saja!” pesan Thomas. (*)