Penulis: Hendri Std


  • Rasa hormat terhadap ibu, rasa melindungi adik atau kakak perempuan, menjadi sikap terlalu sopan bagi ribuan orang yang tergabung dalam grup facebook “Fantasi Sedarah”. Sebaliknya mereka justru menjadikan orang-orang terdekat itu sebagai obyek keliaran fantasi seks.

    (Lontar.co): Mata Larasati terbelalak saat melihat hasil tangkap layar (screenshot) sebuah postingan dan komen-komen anggota grup Fantasi Sedarah di Facebook. Karyawan bank swasta ini mengaku melihatnya di beranda platform X miliknya.

    “Topik Fantasi Sedarah kan memang lagi rame diperbincangkan di medsos. Makanya muncul di X-ku,” terangnya kepada Lontar.co, Minggu, (18/5/2025).

    Larasati juga mengaku masih belum bisa mempercayai ada anak yang tanpa akal sehat telah memperbincangkan tubuh ibunya sebagai pemuas fantasi seks bersama sesama anggota grup Facebook. Tak sebatas narasi deskriptif, pemuda itu turut menyertakan foto ibunya dengan wajah di-blur.

    Tak ayal, komentar-komentar vulgar saling bersahutan. Para anggota facebook menyambut antusias keberhasilan si pemosting yang mengaku puas melihat penampakan ibunya dalam kondisi tak berbusana lengkap.

    “Beneran aku jijik lihatnya. Rupanya ada banyak orang yang sakit jiwa kayak gitu,” kata Larasati. Dia menambahkan, perilaku bejat juga terlihat dari potongan-potongan postingan dan komentar lain. Seperti terlihat dari pengakuan seorang lelaki yang tanpa malu mengaku sedang menunggu anak perempuannya sampai berusia 5 tahun untuk kemudian dieksplorasi secara seks.

    “Kurang merinding apa coba kalau baca pengakuan kayak begitu. Tuh, orang sudah kelewatan bejatnya. Pedofil, inses pula,” ucap Larasati dengan suara bergetar menahan emosi.

    Dia mengatakan, fenomena serupa juga pernah ditemui di platform X saat masih bernama Twitter. Kasusnya persis dengan yang heboh di Facebook sekarang. “Agaknya cuma geser tempat, doang. Isi orang-orangnya sangat mungkin masih sama,” duga Larasati.

    Menyikapi respon publik, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komidigi) langsung bertindak. Mereka telah memblokir akses Fantasi Sedarah dan lima grup atau komunitas  inses lainnya di Facebook.

    Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi, Alexander Sabar, mengatakan konten-konten tersebut telah meresahkan dan bertentangan dengan norma sosial. Langkah ini diambil sebagai upaya melindungi anak-anak dari konten digital yang berpotensi merusak perkembangan mental dan emosional. Jangan sampai keberadaan komunitas inses terus dibiarkan. Lantas perilaku demikian dianggap normal untuk diikuti.

    Langkah Komdigi dikatakan Alexander telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas). Aturan ini mengatur kewajiban setiap platform digital untuk melindungi anak dari paparan konten berbahaya serta menjamin hak anak untuk tumbuh dalam lingkungan digital yang aman dan sehat.

    Apa Langkah Polisi? Polda Metro Jaya menyatakan akan mengusut keberadaan grup Fantasi Sedarah. Mereka berjanji segera mengungkap pengelola akun yang kerap menampilkan konten tidak senonoh itu.

    Kasus Inses di Lampung

    Kalau menyimak isi konten Fantasi Sedarah dimana ada pengakuan pria, yang diduga seorang ayah, justru menjadikan anak kandungnya yang masih balita sebagai objek seksualnya, semakin menegaskan kebenaran hipotesa yang menyebut kekerasan seksual bisa dilakukan justru oleh orang terdekat.

    Sebelumnya, publik pernah digegerkan dengan kemunculan video seks inses ibu dan anak kandungnya pada Oktober 2024 lalu. Video berdurasi 3 menit itu direkam oleh dua kerabat mereka yang sekaligus sebagai pemberi ide pembuatan video inses tersebut. Video kemudian dikomersialkan dijual di media sosial.

    Setahun sebelumnya, khalayak juga dikejutkan dengan kasus inses yang dilakukan oleh ibu dan anak di Bukittinggi, Sumatera Barat. Yang lebih mengagetkan, hubungan intim sedarah ini, sudah berlangsung sejak si anak masih bersekolah SMA hingga berusia 28 tahun. Perilaku tabu ibu dan anak ini berlangsung di rumah dimana ada suami si istri yang sekaligus merupakan ayah si anak.

    Kasus inses yang menjadikan anak kandung sebagai korban juga pernah terjadi di Pringsewu, Lampung. KM (46) yang sehari-hari bekerja buruh tani dan penjaga makam ini, tega merudapaksa anak gadisnya, KJ (21).

    Perbuatan asusila KM dilakukan sebanyak 4 kali sejak Oktober 2022. KJ dirudapaksa di ruang tengah rumah. Mirisnya, kekerasan seksual sedarah itu dilakukan di samping istri KM yang sedang tidur. Diketahui, kondisi rumah yang kecil mengharuskan ketiga anggota keluarga ini tidur bersama dalam satu ruang. Perkara ini terbongkar pada Mei 2023. Dan hasil pemeriksaan medis menunjukkan usia kandungan KJ telah memasuki usia delapan bulan. (*)



  • Istilah kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) mulai diperkenalkan pertama kali pada sebuah konferensi di Dartmouth. Para peserta konferensi girang sekaligus bimbang. Sebab mereka sendiri belum tahu pasti bakal seperti apa kecanggihan AI yang sedang mereka gadang-gadang saat itu.

    (Lontar.co): Berselang 69 tahun kemudian, kita -yang mungkin tidak pernah tahu ada konferensi semacam itu, justru yang menikmati buah pikir mereka. Andai orang-orang yang pernah berkumpul di konferensi tersebut masih berumur panjang, boleh jadi akan tersenyum lepas menyaksikan betapa briliannya gagasan melahirkan AI. Tapi sangat mungkin pula senyum mereka tidak berkembang lama ketika menyadari akan ada banyak anak manusia terancam eksistensinya.

    Sebut saja para jurnalis dan penulis, misalnya. Kemunculan fasilitas AI melalui ChatGPT yang bisa diakses secara gratis -selagi masih tersedia koneksi internet- mulai dianggap sebagai ancaman serius. Kendati tidak sedikit kalangan yang mencoba membesarkan hati dengan meminta jangan melihat kehadiran AI sebagai ancaman, apalagi musuh yang layak didoakan agar segera mendapat laknat Tuhan, melainkan melihatnya dari sudut pandang asas manfaat.

    Kehadiran ChatGPT, menurut sebagian orang itu, kegunaannya sungguh luar biasa. Terutama untuk mempermudah urusan manusia.

    Nah, tanpa disadari letak persoalannya justru berada pada kalimat “Mempermudah urusan manusia”. Kalau ChatGPT hanya dengan satu paragraf perintah (prompt) sudah mampu menghasilkan tulisan yang enak dibaca seperti tagline majalah Tempo, lantas apa guna membaca deretan buku sepanjang waktu dan susah payah belajar menulis artikel hingga dini hari.

    Demikian pula bila ingin menghasilkan sebuah cerpen. Siapa pun Anda cukup menuliskan instruksi berisi keinginan; tema cerpen tentang apa, latar belakang cerita dimana, siapa tokoh utama dan bagaimana garis besar alur cerita, maka jrenggg…!!! cukup disela dengan menyeruput setarikan kopi, karya cerpen langsung tersaji lengkap.

    Bukan sekadar cerita pendek. Tapi benar-benar cerita menarik. Baik dari segi rangkaian cerita hingga gaya bahasa penulisan. Rasanya anak muda yang sedang mencari jati diri ingin menjadi penulis dan telah melahap banyak buku sastra akan rentan patah hati setelah menyimak “karya AI” tersebut.

    Atau bahkan semenjak itu akan merevisi cita-citanya menjadi penulis. Sebab, percuma bila diteruskan. Karena sejak ada chatgpt AI, semenjak itu pula semua orang bisa memiliki cerpen atau bahkan novel “buatan sendiri”. Tentunya hasil campur tangan (dalam porsi besar) kecerdasan buatan.

    Demikian pula bila ingin membikin artikel atau bahkan esai. Hanya dalam sekelebatan, rampung sudah. Ada satu pengalaman, seorang rekan jurnalis yang dikenal tidak doyan membaca dan malas membuat berita, kalau pun terpaksa menulis berita hasilnya kacau minta ampun, tetiba memposting esai di website miliknya dengan narasi dan gaya bahasa yang luar biasa menakjubkan.

    Sedangkan bagi kawan-kawan lain yang mengetahui kemampuannya, “pencapaian” ini jelas mengejutkan. Bagaimana mungkin dia bisa melakukannya. Mungkinkah dia sudah berlatih keras mengasah kepiawaian menulis secara diam-diam. Atau mungkinkah dia sudah menghamba minta pertolongan pada chatgpt AI?

    Ada keinginan untuk mempercayai hasil karya tersebut sebagai buah manis dari perjuangannya belajar menulis. Tapi entah mengapa tidak sedikit di antara kawan-kawannya yang justru condong menduga itu sebagai “ulah” AI.

    Mana yang benar? hanya waktu nanti yang bisa menjawab. Andai benar dia sudah memperalat AI untuk menuliskan esainya, jelas akan menjadi petaka bagi dia seandainya dalam satu keadaan terpaksa mesti membuat tulisan di hadapan orang lain. Dan itu tentu terasa sangat menyiksa.

    Lantas apakah sikap rekan-rekannya yang terkesan tidak mempercayai kemampuan dirinya, seratus persen bermuatan kedengkian? atau lebih tepatnya sebentuk gugatan. Semacam serangan balik atas ulah AI yang sudah menihilkan upaya mereka selama ini yang telah tekun membaca dan giat berlatih menulis nyaris sepanjang waktu selama menjadi jurnalis. Di balik kemudahan kiranya ada yang merasa terzalimi. (*)



  • Deforestasi pada kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Kabupaten Lampung Barat (Lambar) berlangsung masif. Anehnya, pemerintah seakan melakukan pembiaran untuk tidak menyebut turut mengambil keuntungan melalui pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terhadap perambah.

    Bandarlampung (Lontar.co): Penarikan PBB pada para perambah jelas menimbulkan ambiguitas. Sebab bagi perambah hal ini dianggap sebagai legitimasi atau keabsahan atas keberadaan mereka di hutan konservasi.

    “Hutan konservasi sejatinya harus steril dari perambahan. Sama sekali tidak dibenarkan. Apa pun alasannya,” jelas Andre Jatmiko, Kepala Bidang (Kabid) 2 TNBBS yang membawahi pembinaan 3 kawasan hutan konservasi mencakup Lampung Barat, Pesisir Barat dan Bengkulu, saat dihubungi Lontar.co, Senin (22/4/20025).

    Menurut Andre, pihaknya kerapkali berkoordinasi dengan pemerintah setempat terkait keberadaan hutan konservasi. Termasuk mentransformasi informasi peta hutan konservasi. “Pasti, kami selalu berkoordinasi. Peta hutan konservasi pasti kami berikan pada pemerintah setempat. Ini jelas penting. Agar mereka bisa turut mengawasi batasan-batasan wilayah yang dilarang melangsungkan aktivitas di luar kegiatan pelestarian,” ungkap Andre.

    Untuk Lampung Barat, sambungnya, juga sudah sejak lama pihaknya memberikan peta kawasan hutan  tersebut. “Silakan ditanyakan ke Bappeda Lambar. Mereka sudah menerimanya. Sudah lama sekali itu kita serahkan petanya. Bahkan kami beberapa kali ikut hadir pada saat rapat pembahasan Rencana Kerja Pemerintah Daerah atau RKPD. Sebab peta hutan konservasi itu wajib menjadi pertimbangan agar kegiatan pembangunan daerah tidak masuk ke dalam kawasan,” urai Andre.

    Mengenai adanya aktivitas Pemkab Lambar, melalui Bapenda (Badan Pendapatan Daerah), menerbitkan tagihan PBB terhadap perambah yang melakukan aktivitas berkebun kopi dan mendirikan bangunan di areal hutan konservasi, Andre menyatakan sudah pernah mengoordinasikan hal tersebut.

    Menurutnya, TNBBS pernah bersurat ke Pemkab Lambar terkait penarikan pajak itu. “Sudah pernah kami ingatkan. Sebagai responnya aktivitas penarikan PBB di areal hutan konservasi pernah berhenti pada 2019. Tapi informasi yang kami himpun di lapangan ternyata penarikan pajak itu berlangsung lagi sekarang. Kenapa bisa begitu? pihak pemerintah setempat yang harus menjelaskan. Tapi yang jelas, kami sudah berulangkali mengingatkannya,” kata Andre.

    Sementara terkait aktivitas perambahan di TNBBS yang berada di wilayah Lambar dimana hutan konservasi diubah menjadi kebun kopi, Andre menyebut tindakan demikian jelas melanggar aturan. Sayangnya, kegiatan tersebut masih terus berlangsung.

    “Tapi di tahun 2024 kemarin, melalui gambaran hasil potret citra satelit, terlihat tidak ada lagi aktivitas perambahan yang baru. Semoga itu bukan karena lagi sering muncul harimau menyerang warga. Mudah-mudahkan bukan karena itu, ya,” harap Andre.

    Dia menambahkan untuk mengantisipasi aktivitas perambahan yang menimbulkan kerusakan signifikan terhadap hutan konservasi, pihaknya bersama Dandim Lambar yang tergabung dalam Satgas Pelestarian Kawasan Hutan senantiasa aktif melakukan sosialisasi di lapangan.

    Tindakan penarikan pajak terhadap perambah jelas bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Namun sebelumnya saat dikonfirmasi terkait penarikan PBB terhadap para perambah, Bupati Lambar Parosil Mabsus mengaku melakukan penarikan pajak atas dasar data wajib pajak yang diperoleh pihaknya dari Kementerian Keuangan pada 2014 lalu.

    “Sebelumnya pajak kan ditarik langsung oleh pusat. Dalam perjalanannya proses ini lantas dialihkan pada pemerintah daerah. Jadi pegangan kami ya data dari Kemenkeu itu. Kami tidak tahu apakah warga yang kami tarik PBB-nya berada di kawasan hutan konservasi atau tidak,” kata Parosil saat diwawancarai usai mengikuti rapat koordinasi daerah (Rakorda) bersama Gubernur Lampung di Gedung Pusiban, Rabu (16/4/2025).

    Parosil juga menyebutkan, kendati pernah berkoordinasi dengan TNBBS namun Pemkab Lambar belum pernah membahas secara khusus tentang batasan hutan konservasi yang berada di wilayah yang dipimpinnya. Saat ditanya apakah dirinya pernah berinisiatif untuk meminta peta batasan hutan konservasi yang berada di Lambar, Parosil menukas, “Coba ditanyakan ke mereka (TNBBS) aja, ya,” ucapnya. (*)



  • Hari-hari ini biarpun ada seribu berita, namun terasa sama. Isinya Seragam. Tak ubah lautan informasi yang serupa birunya. Pembedanya hanya pada nama media-media yang memberitakan. Tak lebih!

    (Lontar.co): Prolog di atas sudah cukup lama menggelitik (tidak) sedikit jurnalis. Pada beberapa kesempatan tak jarang keluhan semacam itu digelindingkan lalu diperbincangkan. Tapi tak lama. Durasi pembahasannya hanya sebatas kopi di gelas tandas. Bubar tongkrongan, usai pula keresahan itu lantaran langsung tertimbun rutinitas redaksional yang menjebak.

    Selanjutnya, irama pemberitaan yang ditemui kembali lagi pada fatsun keseragaman. Agaknya, di era reformasi dan demokrasi seperti sekarang, tak diperlukan Soeharto dan Harmoko untuk dapat menyeragamkan isi pemberitaan agar berkesesuaian dengan kehendak penguasa rezim, seperti di masa orde baru lalu. Cukup hanya algoritma google yang terbukti sanggup membikin takluk bertekuk lutut nyaris seluruh redaksi media. Media menghamba pada klik.

    Segelintir media nasional, sebut saja majalah Tempo, yang menaruh keprihatinan besar terhadap persoalan di atas juga pernah mengeluhkan, di era revolusi digital seperti sekarang, ketika setiap saat kita tenggelam dalam tsunami informasi, jejak sebuah berita menjadi teramat pendek. Berita begitu cepat dirilis, tapi begitu mudah pula dilupakan.

    Sebuah berita dalam hitungan menit atau malah detik sudah segera tertimbun berita lainnya. Tak pelak, ingatan kita menjadi pendek. Lalu sebuah peristiwa tidak punya umur panjang. Untuk segera dilupakan.    

    Fenomena ini memperlihatkan bagaimana sebagian besar berita hanya menyentuh permukaan sebuah peristiwa dan yang ditulis tak lebih hanya puncak gunung es yang terlihat oleh semua orang. Tak heran bila kemudian berita-berita yang ada tampak sama. Fungsi pers untuk mengungkap apa yang tersembunyi tak tampak. News Value atau nilai berita melorot drastis.

    Lalu disusul dengan ikut menurunnya minat atau ketertarikan orang untuk membaca berita. Orang lebih nyaman scrolling, atau malah lebih percaya, dengan TikTok yang bombastis kendati rentan informasi hoaks.

    Kalau pun orang “terpaksa” membaca berita, umumnya tak lebih sebatas baca judul. Lebih dari itu, kalau pun agak tergoda, paling banter membaca lead berita. Sebelum akhirnya hengkang berlalu. Sementara para jurnalis yang menulis berita-berita semacam itu sudah petantang-petenteng merasa puas telah menulis berita pendek nan seragam persis baju sekolah. Semua sudah lumrah berlangsung dan dianggap sebagai kelaziman.

    Padahal, majalah Tempo berpandangan, perilaku demikian mirip tabiat macan di kebun binatang. Yang terlalu lama dikandangkan dan disuapi, tanpa menyadari kemampuan berburu para jurnalis itu sudah lama tumpul. Petantang-petenteng yang salah kaprah kiranya.

    Kalau sudah begini dan salah kaprah itu sudah menjalar kemana-mana, tak perlu heran kalau pihak di luar lingkungan pers memiliki pandangan yang sama kelirunya, atau malah kadar kekeliruannya lebih kental lagi. Memandang nilai produk jurnalistik hanya setara tarif masuk kebun binatang.

    Persepsi serupa itu kiranya sudah sangat terasa. Contoh paling mudah untuk ditelaah tengok saja betapa rendahnya nilai apresiasi pemerintah terhadap produk jurnalistik. Mirisnya lagi, tak ada lagi pertimbangan atas news value atau profesionalisme jurnalis. Di mata MoU semua itu tak berlaku.

    Malah kalah posisi tawarnya dengan kepiawaian melobi dan kedekatan personal. Kemampuan jurnalistik malah seperti tai kucing yang tidak digubris. Bila perlu disiram saja biar terhalau menjauh. Dan aku pun pada akhirnya ikut lumpuh, bersimpuh menghamba pada keseragaman ini. Wassalam profesionalisme jurnalisme!(*)



  • Seseorang beratribut aplikasi ojek online mendatangi pos satpam. Ada paket terbungkus kardus bersamanya. Paket ditujukan buat Cica, nama panggilan Francisca Christy Rosana, wartawan desk politik Tempo. Siapa nyana kalau isi kardus akhirnya membikin geger, bukan hanya bagi Cica dan seisi redaksi Tempo, melainkan juga kalangan jurnalis di Indonesia.

    Jakarta (Lontar.co): PAKET kardus diketahui datang Rabu (19/3/2025) sore, sekira pukul 16.15 WIB. Selang sehari kemudian baru disampaikan pada Cica. Wartawan yang juga host siniar Bocor Alus Politik, salah satu program platform Youtube yang dikelola Tempo, ini baru kembali liputan bersama rekan sesama jurnalis, Hussein Abri Yusuf Muda Dongoran. Waktu itu hari sudah merambat sore. Jam menunjuk pukul 15.00 wib.

    Paket lantas dibawa ke ruang redaksi. Pada awalnya semua masih baik-baik saja. Sampai kemudian Hussein membantu membukakan paket kardus. Sejak itulah kecurigaan mulai merambati kedua wartawan itu. Terlebih setelah Hussein mencium bau tidak sedap menguar dari dalam kardus yang mulai terkuak.

    Naluri menuntun kedua wartawan muda ini. Terlebih tidak tertera keterangan si pengirim paket. Kecurigaan makin membumbung. Bungkusan paket terus dibuka. Di dalamnya dilapisi styrofoam. Seiring itu pula bau busuk makin menusuk. Keduanya makin kental merasakan ada gelagat tidak baik. Benar saja, di balik lapisan plastik yang melingkupi, Hessein melihat seonggok kepala babi. Fix, ini teror!

    Hussein dan beberapa wartawan lantas membawa kotak kardus ke luar gedung. Di sana barulah jelas terlihat paket itu berisi kepala babi berlumur darah tanpa daun telinga. “Kedua telinganya terpotong,” kata Hussein, seperti dikutip dari Tempo.co, Kamis (20/3/2025).

    Tak pelak kejadian ini menyedot perhatian seisi gedung. Tak kurang petinggi-petinggi media yang dikenal piawai merilis berita-berita investigasi ini, ke luar kantor untuk melihat langsung teror kepala babi itu.

    Pimpinan Redaksi Tempo, Setri Yasra, langsung bersuara. Dia menduga upaya ini sebagai teror terhadap karya jurnalistik Tempo. “Kami mencurigai ini sebagai upaya teror dan melakukan langkah-langkah yang menghambat kerja jurnalistik,” kata dia.

    Menurutnya, teror dalam bentuk apa pun tidak dibenarkan. Terlebih ditujukan untuk membungkam kebebasan dalam bekerja di dunia jurnalistik.

    “Kebebasan pers tidak boleh diteror, diganggu, dan diintimidasi oleh alasan apa pun. Karena setiap media menjalankan fungsinya yang sudah diatur oleh undang-undang,” ucap dia. Legislasi yang dimaksud Setri adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Di dalamnya turut mengatur perlindungan terhadap pers dan wartawan di Indonesia.

    Kabar teror kepala babi tanpa telinga ini cepat tersebar luas. Tak pelak, peristiwa itu bagai bunyi alarm adanya ancaman terhadap kebebasan pers. Tak butuh lama AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Jakarta bersama LBH Pers langsung merespon.

    Kedua lembaga tersebut mengecam tindakan intimidasi dan ancaman pembunuhan simbolik dalam bentuk mengirimkan kepala babi ke jurnalis Tempo.

    “Tindakan ini merupakan bentuk intimidasi dan ancaman pembunuhan simbolik terhadap jurnalis perempuan, sekaligus ancaman terhadap kerja-kerja jurnalistik yang dilakukan oleh Tempo sebagai salah satu media yang kritis dan vokal dalam merespon isu-isu publik.,” kata Ketua AJI Jakarta, Irsyan Hasyim, dalam siaran pers yang diterima Lontar.co.

    Bukan sekadar kepada Tempo, masih menurut Irsyan, teror ini juga harus dimaknai sebagai serangan dan ancaman bagi kepentingan publik, khususnya hak masyarakat atas berita berkualitas di Indonesia. “Fenomena ini juga bagian dari upaya memberangus fungsi pers sebagai kontrol sosial dan mengawasi kekuasaan yang sewenang-wenang,” katanya.

    Lebih lanjut Irsyan mengungkapkan, mengingat tingginya tingkat ancaman terhadap keamanan serta keselamatan korban, aparat penegak hukum harus secara serius melakukan penanganan kasus ini, dengan memprioritaskan penegakan keadilan dan pemulihan bagi korban. (*)



  • Tiga polisi gugur saat menggerebek arena judi sabung ayam. Dua oknum TNI ditangkap dengan dugaan pelaku penembakan. Lantas Kapendam/II Sriwijaya, Kolonel Inf Eko Syah Putra Siregar, menyebut TKP dikenal sebagai area Texas-nya Way Kanan. Karena banyak senjata api rakitan beredar di sana. Apa korelasi ketiga fakta tersebut?

    Lampung (Lontar.co): Pernyataan Kapendam ini muncul saat dirinya dimintai keterangan perihal penangkapan dua anggota TNI yang diduga sebagai eksekutor. Dia mengatakan, lokasi sabung ayam itu merupakan area Texas.

    “Lokasi itu Texas-nya Way Kanan. Area hitam. Banyak beredar senjata api rakitan (di sana),” ungkapnya di Palembang, seperti dilansir Antara, Selasa (18/3/2025).

    Kapendam juga menyampaikan versi kronologi insiden berdarah itu. Semua bermula ketika tim kepolisian yang melakukan penggerebekan lantas mengeluarkan tembakan peringatan. Tiba-tiba menyalak tembakan balik dari lokasi. “Tembakan balik itu yang masih dalam investigasi. Ini senjata yang digunakan apa dan siapa yang menembak masih dalam investigasi,” katanya.

    Mengenai keberadaan dua anggota TNI di TKP yakni Peltu Lubis selaku Dansubramil Negara Batin dan Kopka Basarsyah selaku anggota Subramil Negara Batin, Eko menyatakan sudah ditahan di Denpom Lampung dan masih dalam proses pendalaman lebih lanjut.

    Ketika disinggung kemungkinan kedua oknum TNI tersebut merupakan pengelola arena judi sabung ayam dan apa jenis senjata yang digunakan, Kapendam menyebut pihaknya sedang menginvestigasinya.

    Sementara banyak kalangan menilai tindakan pelaku penembakan sebagai perilaku barbar. “Tindakan oknum TNI Itu sudah barbar. Apalagi kekejiannya dilakukan di bulan Ramadhan. Maka sangat pantas kalau kita meminta tidak ada lagi perlindungan dari kesatuannya,” tegas Rudianto Lallo, anggota Komisi III DPR Fraksi Nasdem, seperti dikutip dari Kompas.com.

    Kecaman keras juga disampaikan Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman. Dia meminta pelaku dihukum berat. “Perbuatan pelaku sungguh keji, bukan hanya menodai bulan suci dengan mengadakan judi. Tetapi juga telah menghilangkan nyawa petugas,” katanya, seraya menyebut ketiga anggota Polri yang gugur sebagai syahid karena mengorbankan nyawa demi memberantas kemaksiatan.

    Sementara ekspresi berbeda ditunjukkan Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni. Dia mengunggah tampang oknum TNI yang diduga sebagai pelaku penembakan di media sosial.

    Di akun Instagramnya @ahmadsahroni88, Sahroni memposting dua video dan satu foto. Slide pertama menunjukkan video terduga pelaku penembak tiga polisi sedang mengangkat senjata jenis pistol.

    Slide kedua, foto terduga pelaku di depan sebuah kendaraan, dan slide ketiga, video yang diduga penangkapan pelaku. “Diduga pelaku dari oknum yang menembak mati 3 anggota Polri,” tulis Sahroni dalam akun instagram pribadinya @ahmadsahroni88.

    Dirinya terkesan geram dan meminta pelaku dihukum berat, bahkan jika diperlukan para pelaku juga dihukum tembak mati. “Wajib dihukum berat dan tembak mati di depan masyarakat, dan tutup semua tempat pemaen sabung ayam dimanapun berada,” pintanya.

    Penghormatan Terakhir

    Keluarga besar Polri berduka atas insiden berdarah yang merenggut nyawa ketiga personilnya di Polres Way Kanan. Sebagai bentuk penghormatan terakhir, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan kenaikan pangkat luar biasa anumerta. Menaikkan pangkat ketiganya setingkat lebih tinggi dari pangkat sebelumnya.

    Ketiga korban adalah Kapolsek Negara Batin Polres Way Kanan Iptu Lusiyanto, Bintara Polsek Negara Batin Polres Way Kanan Bripka Petrus Apriyanto, dan Bintara Satreskrim Polres Way Kanan Bripda Ghalib Surya Ganta.

    “Bapak Kapolri memberikan penghargaan setinggi-tingginya. Seluruh anggota Polri di mana pun berada juga diminta agar mendoakan para almarhum. Mereka telah gugur sebagai personal terbaik, Bhayangkara terbaik,” terang Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko.

    Duka mendalam juga disampaikan Kapolda Lampung Irjen Helmy Santika. “Kami turut mendoakan semoga ketiganya diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa diampuni dosa-dosanya, dan diterima segala amal ibadahnya,” katanya.

    Terkait penuntasan kasus ini, Helmy bertekad menyelesaikannya. “Kami berkomitmen mengungkap peristiwa ini secara terang dan transparan,” katanya, saat berada  di RS Bhayangkara Polda Lampung, Selasa (18/3/2025).

    “Tim gabungan dari Polda dan Pomdam Sriwijaya dan Danrem 043/Gatam masih terus bekerja untuk membuat terang peristiwa ini,” imbuh Helmy.

    Sementra mengenai jenis senjata yang dipakai untuk menembak ketiga anggota polisi, Helmy mengaku masih belum mengetahui. “Jenisnya apa kami belum dapat memastikan. Kami masih menunggu hasil uji balistik terhadap proyektil yang telah dikeluarkan dari jenazah korban,” kata dia.

    Helmy juga menyampaikan, saat ini tim dari Badan Reserse dan Pomdam Sriwijaya telah bergabung untuk melakukan investigasi bersama guna mencari fakta dan mengidentifikasi pelaku.

    Mengenai kronologis atas insiden berdarah itu, Kapolda menguraikan sejak pertama mendapati kabar tersebut pihaknya langsung bergerak. “Tadi malam kami sudah mencoba menuju lokasi kejadian. Tapi karena kondisi gelap, kami putuskan kembali ke Bandar Lampung,” kata dia, sambil menambahkan, tujuannya untuk melihat ketiga jenazah di RS Bhayangkara.

    “Kami baru saja melihat jenazah dan berencana kembali ke lokasi menggunakan helikopter. Bagaimana perkembangan selanjutnya, nanti kami update lebih lanjut secepat mungkin,” kata Helmy.

    Orang nomor satu di kepolisian Lampung ini lantas menguraikan, peristiwa berdarah bermula dari upaya pembubaran kegiatan sabung ayam di wilayah Way Kanan, pada Senin (17/3/2025). Saat personelnya hendak mundur setelah pembubaran, didapati beberapa kali letusan senjata yang mengakibatkan tiga anggotanya gugur.

    “Situasi gelap saat itu, anggota lainnya fokus untuk mengevakuasi rekan-rekannya yang menjadi korban,” cerita Helmy.

    Terkait komitmen membuka perkara ini secara terang benderang juga disampaikan Komandan Korem 043 Garuda Hitam Lampung, Brigjen Rikas Hidayatullah. Dikatakannya, pihak Korem sedang  melakukan investigasi bersama polisi sejak awal kejadian.

    “Dipastikan hasil investigasi bersama ini nanti akan sangat transparan, apabila nanti ditemukan indikasi dan terbukti, pasti akan kami proses sesuai dengan apa yang telah dilakukan,” kata Rikas Hidayatullah, kepada awak media di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Lampung.(*)



  • Tiga polisi meregang nyawa usai ditembak saat hendak menggerebek lokasi judi sabung ayam di Kabupaten Way Kanan. Siapa pelakunya?

    Bandarlampung (Lontar.co): Waktu berbuka puasa tinggal beberapa jam ke depan. Jelang senja di bulan Ramadan seperti ini, umat Muslim yang berpuasa mulai mempersiapkan sajian berbuka. Tapi tidak dengan 17 personil aparat kepolisian Way Kanan. Mereka malah bergerak penuh kesiagaan mendekati lokasi perjudian sabung ayam pada Senin (17/3/2025) sore itu.

    Memang, sudah cukup lama mereka amati tempat ini. Sampai kemudian perintah turun untuk mengamankannya. Siap perintah, tugas pun dijalankan. Selain anggota Polres Way Kanan turut dalam penggerebekan anggota Satuan Samapta beserta Kapolsek dan anggota Polsek Negara Batin.

    Sekira pukul 16.50 wib personil sudah merapat di Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin, Way Kanan, di mana target berada. Seluruh petugas bersiaga penuh dan bergerak terukur. Seperti prosedur penggerebekan yang kerap mereka lakukan, polisi-polisi ini tahu posisi kawan-kawannya satu sama lain. Mereka memang wajib saling melindungi dalam formasi yang dibentuk.

    Tapi apa nyana, hal tidak biasa seakan sudah menunggu kedatangan mereka. Tiba-tiba terdengar suara letusan peluru berdesing ke arah mereka. Tak lama berselang, anggota Polres Way Kanan mendapati tiga orang di antara mereka roboh terkena tembakan. Peluru yang datang menghambur kiranya telah mengenai kepala. Ya, kepala. Belakangan diketahui ketiga personil gugur.

    Tak perlu berlama-lama, berita segera tersiar. Polda Lampung pun sontak merespon. “Ya, benar. Memang ada insiden itu,” kata Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Yuni Iswandari, kepada awak pers. Dia menjelaskan ketiga personil yang gugur dalam menjalankan tugas adalah Kapolsek Negara Batin IPTU Lusiyanto, Bripka Petrus, dan Bripda Ghalib.

    “Saat anggota kami mendatangi tempat sabung ayam langsung ditembaki oleh orang tak dikenal. Akibatnya 3 personil gugur dalam tugas,” terang Yuni.

    Terkait para korban, sambungnya, ketiga jenazah langsung dievakuasi ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda Lampung untuk dilakukan proses autopsi. “Kapolda sedang bergerak menuju TKP dan kita fokus mengamankan anggota yang lain,” kata Yuni.

    Sementara tersiar kabar lokasi perjudian sabung ayam itu kepunyaan oknum anggota TNI. Menanggapi kabar tersebut Kepala Penerangan Komando Daerah Militer II/Sriwijaya, Kolonel Inf Eko Syah Putra Siregar, membenarkan adanya tiga polisi yang menjadi korban saat penggerebekan tempat judi sabung ayam di Kampung Karang Manik.

    Tempat judi sabung ayam itu ditengarai milik anggota TNI Kopral Kepala B dan Pembantu Letnan Satu L. “Infonya yang beredar sejauh ini seperti yang disampaikan,” kata Eko. Ia menyatakan informasi tersebut sedang dalam proses penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut di lapangan. Oleh karenanya Eko meminta semua pihak menunggu konfirmasi hasil investigasi lebih lanjut.(*)



  • Alih fungsi sebagian Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) menjadi kebun kopi kembali hangat disoroti. Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus dan anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Mukhlis Basri, sontak angkat bicara.

    Lampung Barat (Lontar.co): BEBERAPA lembaga peduli lingkungan seperti lembaga masyarakat independen GERMASI dan Lembaga Konservasi 21, juga praktisi hukum Hengki Irawan, lantang mendukung penertiban alih fungsi lahan yang marak di Lampung Barat.

    Mereka menyebut lahan konservasi sudah menjadi kebun-kebun kopi yang membikin terganggu upaya pelestarian hutan dan telah menjadi perhatian dunia internasional.

    Dalam waktu nyaris bersamaan muncul pula keresahan di kalangan warga yang secara sadar mengakui telah menggarap lahan TNBBS. Setidaknya itu terlihat pada masyarakat di Kecamatan Suoh dan Bandar Negeri Suoh (BNS) Lampung Barat. Mereka mendengar kabar akan ada upaya paksa dari aparat untuk mengeluarkan warga dari area kawasan.

    Seperti dikutip dari Netizenku.com, menanggapi dinamika tersebut Bupati Parosil meminta agar warga tetap tenang dan tidak melakukan tindakan reaktif secara sepihak.

    “Sampai saat ini saya pastikan tidak ada program seperti itu. Setidaknya, pihak TNBBS belum menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Pemkab Lampung Barat bahwa masyarakat yang berkebun di lahan TNBBS akan diturunkan. Saya juga sudah tanyakan secara lisan. Tidak benar kabar itu. Jadi masyarakat saya yang ada di Suoh dan BNS untuk tetap tenang,” katanya, Minggu (9/3/2025).

    Namun, sanggahan yang disampaikan orang nomor satu di Lampung Barat ini, terkesan ambigu. Sebab, selanjutnya dia juga menyampaikan adanya kemungkinan lain.

    “Tapi, kalau ke depannya program itu ternyata ada, saya meminta agar pelaksanaannya dilakukan secara humanis. Sekaligus ada alternatif solutif bagi warga yang terkena penertiban. Misalnya, mereka kemudian akan ditempatkan di mana,” ucap Parosil.

    Menurutnya, relokasi itu penting diupayakan untuk kelangsungan hidup warga terdampk penertiban. “Jangan pula karena terkatung-katung, akhirnya malah meningkatkan angka tindak kriminal di Lampung Barat,” ungkapnya.

    Tanggapan nyaris senada disampaikan anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Mukhlis Basri, yang tiada lain mantan Bupati Lambar dua periode. Bahkan, Kakak kandung Bupati Parosil ini, menyampaikan pandangan yang lebih keras. Dia menyebut, kalau ada aparat yang meminta warga segera mengosongkan TNBBS, itu sama saja sebagai tindakan arogan.

    Politisi senior dari partai banteng bermoncong putih ini, lantas membandingkan dengan praktik transmigrasi lokal yang pernah berlangsung di Lampung sekitar 1994 lalu. Ketika itu, cerita Mukhlis, ribuan warga dari wilayah Lampung Selatan direlokasi ke Lampung Barat dan Lampung Utara.

    “Faktanya program tersebut gagal, karena tidak ada kehidupan pada lokasi yang disiapkan pemerintah. Padahal warga sudah meninggalkan lahan produktif yang mereka garap sebelumnya,” jelasnya.

    Demikian pula, sambung Mukhlis, kalau memang bakal ada penertiban warga yang menggarap lahan TNBBS. Harus ada pertimbangan matang dan bijaksana.

    “Bertemu dulu semua unsur. Baik dari unsur pemerintah, TNI, Polri, pihak TNBBS, serta Kementerian Kehutanan. Biar ketemu titik terangnya. Sehingga hal-hal sensitif, seperti penertiban kawasan hutan yang berpotensi menimbulkan konflik sosial, tidak disampaikan secara liar,” tutup Mukhlis.(*)



  • Hutan tak boleh semena-mena dirudapaksa untuk aktivitas ekonomi. Presiden Prabowo Subianto menaruh perhatian untuk menertibkan pelanggaran yang terlanjur merebak.

    Bandarlampung (Lontar.co.id): AKADEMISI dan praktisi hukum, Hengki Irawan, mengingatkan pemerintah dan wakil rakyat di Lampung Barat untuk tidak melanggengkan pengrusakan hutan. Terlebih sudah terbit Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 dan akan adanya regulasi menyangkut perdagangan karbon dari sektor kehutanan.

    Dikatakannya, kini sudah terbit Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. “Harus dicermati Perpres yang sudah diberlakukan sejak 21 Januari 2025 ini. Semua warga negara Indonesia, terlebih pemerintahan daerah, harus tunduk patuh melaksanakannya. Jangan sebaliknya, karena ada motivasi lain, lantas coba-coba menafsirkan Perpres itu sekehendak hati,” kata Hengki kepada Lontar.co, Sabtu (15/2/2025).

    Terkait hal ini dia memberi catatan terhadap kondisi Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang keadaannya sudah memprihatinkan. “Data dan fakta sudah sangat gamblang menunjukkan banyaknya alih fungsi lahan menjadi kebun kopi. Mestinya, Pemkab dan DPRD setempat sigap melindungi hutan, bukan malah sebaliknya. Jangan sampai nanti mereka berhadapan dengan regulasi Perpres Nomor 5 tahun 2025. Saya yakin Presiden Prabowo tidak main-main akan hal ini,” urainya.

    Hengki menjelaskan, Perpres tersebut secara saklek mewanti-wanti pihak manapun yang coba-coba mengutak-atik kawasan hutan atau setidaknya memuluskan atau malah membiarkan aktivitas serupa itu berlangsung di dalam kawasan. “Bunyinya jelas kok, di dalamnya membahas tentang penertiban kawasan hutan. Tujuannya juga jelas untuk mengatasi masalah tata kelola hutan yang belum optimal dan aktivitas ilegal yang merugikan negara,” paparnya.

    Lebih lanjut dirinya menjabarkan, bentuk keseriusan pemerintah di era Presiden Prabowo terhadap pelestarian hutan, makin kentara dengan adanya rencana meresmikan perdagangan karbon dari sektor kehutanan.

    “Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni sudah menyampaikan itu ke publik. Jadi jangan pernah menganggap remeh perihal pengrusakan kawasan hutan seperti di Lampung Barat, misalnya,” kata Hengki.

    Untuk diketahui Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mengungkapkan, pemerintah akan segera meresmikan perdagangan karbon dari sektor kehutanan sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim dan percepatan ekonomi hijau.

    Seperti dikutip dari Antara, program tersebut membuka peluang besar bagi Indonesia untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan, serta memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan pelaku usaha.

    “Kebijakan ini sejalan dengan visi Astacita Presiden Prabowo dalam mewujudkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan,” kata Raja Antoni, Kamis (13/3/2025).

    Pada tahap awal, jelas Menhut, perdagangan karbon ini mencakup skema pengelolaan hutan oleh swasta (Pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan/PBPH) dan Perhutanan Sosial dengan potensi serapan karbon yang berbeda.

    PBPH memiliki potensi serapan 20-58 ton CO2/ha dengan harga USD 5-10/ton CO2, sementara Perhutanan Sosial dapat menyerap hingga 100 ton CO2/ha dengan harga mencapai 30 euro/ton CO2.

    Pada 2025, potensi perdagangan karbon sektor ini diperkirakan mencapai 26,5 juta ton CO2, dengan nilai transaksi berkisar Rp1,6 triliun-Rp3,2 triliun per tahun.

    Jika dioptimalkan hingga 2034, lanjut Menhut, maka potensi perdagangan karbon dari sektor kehutanan dapat mencapai Rp97,9 triliun-Rp258,7 triliun per tahun, dengan kontribusi pajak sekitar Rp23 triliun-Rp60 triliun, serta PNBP Rp9,7 triliun-Rp25,8 triliun per tahun.

    Selain itu, program ini diharapkan dapat menciptakan 170 ribu lapangan kerja di berbagai lokasi proyek karbon. Menhut menegaskan, perdagangan karbon tidak hanya berfokus pada pengurangan emisi, tetapi juga berperan dalam percepatan reforestasi melalui konservasi dan strategi Afforestation, Reforestation and Revegetation (ARR).

    “Lewat berbagai langkah ini, Kementerian Kehutanan optimistis perdagangan karbon sektor kehutanan akan menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi hijau, ketahanan pangan dan energi, serta penguatan komitmen Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim,” kata Raja Antoni.(*)



  • Mendengar kata taring, ingatan yang muncul di memori bukan macan, serigala atau drakula. Tapi malah bodyguard. Entah mengapa, semenjak muncul berita Taring bikin “barikade” di gedung dewan, kedua kata tadi -Taring dan bodyguard– seakan telah mengikat janji untuk saling berdekatan.

    (Lontar.co): BERAWAL dari sebuah berita. Eka Afriana, Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Bandarlampung, dipanggil dengar pendapat oleh Komisi IV. Ia dimintai keterangan perihal studi banding (tiru) sejumlah kepala SD ke Malang.

    Selain perjalanan yang dianggap tidak sejalan dengan semangat pemerintah yang sedang getol mengencangkan ikat pinggang, terbetik kabar kembaran Walikota Eva Dwiana ini bukan melarang malah terkesan paling nemen mewujudkan perjalanan itu. Dalam konteks inilah wakil rakyat ‘ngajak’ ketemuan Eka. Mereka meminta penjelasan duduk persoalan sebenarnya.

    Seperti banyak hearing sebelumnya, para wartawan yang meliput akan meminta keterangan pejabat publik yang dipanggil setelah rapat rampung. Istilahnya wawancara doorstop. Begitu pun terhadap Kadisdik Eka. Mulanya beberapa wartawan sudah siap mengajukan pertanyaan. Tapi mood mereka mendadak ngedrop. Lantaran ada fenomena yang mereka anggap janggal.

    Para wartawan ini melihat ada beberapa orang yang tidak familiar berada di gedung dewan. Melihat gelagatnya orang-orang itu terkesan akrab dengan Eka. Bahkan, menurut cerita wartawan yang berada di sana, mereka berkerumun di dekat pintu untuk menyongsong Eka yang muncul dari dalam ruang hearing.

    Dugaan ini tidak berlebihan. Karena nyatanya Eka tidak terganggu dengan keberadaan orang-orang itu. Bahkan terkesan nyaman. Keanehan berikutnya, Eka bersama kawanan itu bergegas menuruni anak tangga. Tak pelak, para wartawan yang sejak semula sudah merasa aneh dengan gelagat itu, hanya bisa terpaku menyaksikannya. Meski sebenarnya merasa dongkol lantaran keinginan untuk mewawancarai Eka tidak terlaksana.

    Belakangan muncul berita dan cerita. Kumpulan orang-orang itu diketahui merupakan bagian dari organisasi Taring. Taring ternyata akronim dari organisasi pers pewarta dalam jaringan. Di sinilah titik persoalan mengerucut. Gerakan orang-orang yang menjadi bagian Taring di gedung dewan dianggap tidak mencerminkan sikap layaknya jurnalis.

    Itu setidaknya “terkesan” dari video singkat yang viral beredar. Tindak tanduk mereka malah cenderung mencerminkan bak bodyguard alias pengawal. Tak pelak banyak jurnalis angkat bicara tentang fenomena itu.

    Secara umum penilaian para jurnalis menganggap minor atas perilaku orang-orang yang menyebut dirinya pewarta tersebut.

    Tidak sedikit pula wartawan sepuh angkat bicara. Mereka geram lantaran marwah jurnalis sudah di downgrade. Sudah dilecehkan bahkan terkesan diinjak-injak. Tidak sedikit pula yang mengusulkan menyurati Dewan Pers untuk menyatakan sikap keberatan bila media dari kumpulan orang itu sampai diloloskan verifikasi administrasi atau verifikasi faktual.

    Dewan Pers diminta untuk mengoreksi kembali, bahkan sudah sepantasnya untuk menggugurkan legitimasi tersebut bila sudah terlanjur dikeluarkan. Dewan Pers juga disarankan menolak usulan verifikasi dari media-media mereka. “Mereka bodyguard bukan wartawan!” begitu banyak penilaian yang mengemuka.

    Merasa disudutkan, Taring -melalui jubirnya- menampik berbagai tuduhan yang diarahkan ke para anggotanya. Termasuk menepis tudingan telah menghalang-halangi tugas jurnalis. Bahkan Ketua Taring, Yusmar DS, menantang untuk melihat CCTV di gedung dewan pada saat peristiwa itu berlangsung.

    “Tidak ada satu pun wartawan yang mendekat ke pejabat untuk melakukan wawancara. Lantas dimana letak kami menghalang-halangi wartawan?” tukasnya.

    Sahut-sahutan semacam ini terus berlangsung. Belakangan yang muncul ke permukaan justru ramai dengan pernyataan keberatan dari masing-masing pihak. Sebagian jurnalis yang masih sangat erat menggenggam kode etik jurnalistik dan memposisikannya sebagai sesuatu yang adiluhung tetap keukeh dengan sikap penolakannya. Sedangkan kubu Taring juga merasa keberatan telah dianggap menghalangi tugas jurnalis.

    Saya pribadi berupaya melihat perkara ini berdasarkan fakta. Siapakah Taring itu? benarkah berisi para pewarta atau malah hanya sebatas pengawal seperti yang disebutkan. Menyimak pemberitaan pada website Smartnews.id disebutkan, Taring diresmikan sebagai organisasi pers pewarta pada 4 Januari 2025. Lalu pada 10 Januari 2025 melangsungkan pertemuan dengan Kadisdik Eka. Tak sekadar bertemu, kedua belah pihak juga bersepakat untuk bersinergi.

    “Saya ingin adik-adik berani dan punya komitmen dalam menyampaikan kebenaran informasi di masyarakat. Wartawan harus bertanggung jawab dan profesional dalam menjalankan perannya sebagai pengawas publik,” begitu petuah Eka kepada jajaran pengurus Taring. Perlu diketahui, Eka juga didaulat menjadi Dewan Kehormatan Taring. Sebagai catatan peristiwa di gedung dewan yang ramai diperbincangkan itu berlangsung pada 28 Februari 2025.

    Merunut rentetan peristiwa di atas sulit dipungkiri Taring memang memiliki kedekatan emosional dengan Kadisdik Eka. Tapi penjelasan Ketua Taring yang menampik tudingan telah menghalangi kerja jurnalis yang diperkuat dengan rekaman CCTV kiranya juga patut dihargai.

    Namun saya melihat, Taring tidak cukup hanya mengajukan pembuktian via CCTV. Lebih lanjut Taring juga harus bisa membuktikan bahwa mereka benar kumpulan pewarta. Mestinya pasca hearing, Taring yang memiliki akses “karpet merah” ke Eka, dapat memberitakan apa isi hearing Disdik bersama Komisi IV.

    Taring juga hendaknya, melalui pemberitaan, dapat menjelaskan seputar penilaian miring publik terhadap pelaksanaan studi banding kepala-kepala SD di Bandarlampung. Kalau mau lebih paten lagi, Taring semestinya juga bisa mengakses data penggunaan dana BOS di tiap sekolah untuk dikabarkan ke publik.

    Langkah itu semua, bagi Taring, bukan semata cerminan sebagai pewarta. Melainkan juga sebagai bentuk tabik dan patuh atas petuah yang disampaikan oleh Eka selaku Dewan Kehormatan Taring. Bukankah isi wejangan Eka sudah sangat terang benderang agar Taring “berani dan punya komitmen untuk menyampaikan informasi secara profesional, terutama dalam menjalankan peran sebagai pengawas publik”.

    Berani atau mampukah Taring menjawab harapan Ketua Dewan Kehormatannya? Mari kita lihat bersama. Kalau Taring merasa perlu melibatkan para jurnalis lain untuk bersama-sama mewujudkan transparansi di dunia pendidikan, khususnya di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandarlampung, dengan senang hati saya akan turut serta melakukan peliputan.(*)