Mungkin dari 1000 warga Jakarta atau Bandung, 1 orang saja belum pernah menikmati kereta cepat Whoosh. Apalagi di luar kedua provinsi itu. Kini kereta cepat itu, nyaris jadi “besi rongsok’ yang terparkir.
(Lontar.co): Kereta cepat Jakarta-Bandung kembali mencuat. Jadi percakapan di media sosial. Ini setelah Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa, menyatakan “tak mau mengeluarkan anggaran dari APBN untuk membayar utang yang dilakukan pihak kereta cepet tersebut.
Program peninggalan Joko Widodo ini meninggalkan jejak; utang (amat) besar. Whoosh yang tadinya diperkirakan akan menjadi moda “kebanggaan” warga Indonesia, ternyata hanya segelintir yang mau jadi penumpang.
Alasannya, seperti saya baca di status Facebook (FB) seseorang, ia tak tertarik naik Whoosh dari Jakarta ke Bandung. Bahkan, cuma menjajal sekali dalam hidupnya. Alasan karena stasiun untuk naik dari Jakarta sangat jauh dari lokasi di mana ia berada.
Warga Padang, Sumatera Barat itu, menggunakan pesawat terbang yang turun di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten. Sementara stasiun Whoosh berada di Halim Perdanakusuma. Biaya transportasi Soeta ke Halim adalah Rp300.000. Lalu Halim – Tegal luar di antara Rp150 ribu-Rp600 ribu. Itulah yang menyebabkan warga Sumatera Barat lebih memilih kereta Parahiyangan, karena tujuan akhir adalah Bandung.
Niatan tak pernah terbersit. Ia tak kecewa tak pernah naik Whoosh, meski terbayang kini kereta cepat yang dibangga-banggakan Jokowi itu terancam mangkrak. Lantaran dililit utang. Kereta Indonesia Cina yang dulu sebagai kebanggaan Presiden RI, nyatanya meninggalkan utang yang tidak kecil. Biaya operasional dengan penghasilan tak berimbang.
Sementara ketika ada isu Whoosh minta suntikan dari APBN, Menkeu RI Purbaya dengan tegas menolak. Penolakan Menkeu didukung anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati.
Kalau boleh kita terjemahkan penolakan Menkeu Purbaya, kira-kira begini kalimatnya: “Enak aje, ente yang utang, APBN yang mesti lunasi. Kenapa gak dipikir matang sebelum dieksekusi itu proyek, gak bakal gini jadinya…” Tetapi, harap disclaimer, ini kalimat bebas dari suatu tafsir bebas pula.
Pernyataan tegas Purbaya, bukan tidak ada risiko. Luhut Binsar Pandjaitan turut berkomentar. Konon kini terjadi “perang dingin” antara LBP dan PYS. Publik tahu, LBP adalah orang Jokowi, sementara Purbaya masuk ke kabinet menggantikan Sri Mulyani.
Netizen sangat jeli dan “nyinyir”, sampai-sampai video yang viral saat rapat kabinet diberi narasi “Purbaya dikucilkan dan menyendiri di antara para menteri lain”. Para netizen ada juga yang membela, orang lurus selalu begitu, dan sejenis itu.
Pembelaan Anis sebagai bentuk dukungan terhadap sikap Purbaya yang tegas. Ia “orang baru” dalam pemerintahan Prabowo Subianto. “Tidak tepat jika APBN yang harus menanggung, kondisi itu justru memperberat kondisi keuangan negara yang sudah dalam keadaan terbatas,” kata Anis Byarwati.
Ia melanjutkan, permasalahan proyek infrastruktur Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) muncul sejak awal, seperti tidak masuknya proyek ini dalam Rencana Indu Perkeretaapian Nasional 2030, bahkan Menhub (Ignatius Johan) saat itu, tidak menyetujui proyek Whoosh dengan alasan bakalan tidak bisa dibayar.
Tercatat kerugian dari Whoosh ini hingga Rp4,195 triliun di tahun 2024. Berlanjut pada semester I-2025 merugi sebesar 1,625 triliun. Kereta cepat ini hanya ramai saat-saat liburan, sementara PT PSBI sebagai entitas anak usaha KAI sekaligus pemegang saham terbesar di PT KIC harus menanggung operasional yang tidak kecil.
Purbaya tak cuma melempar penolakan. Ia mengusulkan, seharusnya utang kereta cepat dibayar oleh Danantara. Menkeu juga setuju kalau proyek Whoosh adalah investasi sosial seperti yang disampaikan Presiden RI ke-7 Joko Widodo. Namun, ia tetap menyayangkan, pengembangan kawasan sekitar jalur Whoosh belum dilakukan secara optimal.
Ini juga yang dikatakan warga Padang dalam status FB-nya 2 tahun lalu yang kemudian terbaca ulang pada 27 Oktober 2025. Ia menyebut pengalaman saat di Eropa: Prancis, Jerman, juga Sydney-Melbourne, Australia. Perbedaannya terasa sekali. Bukan soal kecepatan, kata dia, tapi kemudahannya.
Di mana-mana di dunia ini, stasiun kereta api, termasuk juga kereta cepat, selalu berada di pusat kota. Karena itu, di Eropa, kereta api menjadi pilihan dibanding pesawat sekalipun. Walaupun tarif kereta lebih mahal dibanding tiket pesawat.
Nah, bagaimana Whoosh? Stasiunnya jauh dari pusat kota; Halim Perdanakusuma dan Tegalluar. Inilah asbab, salah satu dari banyak penyebab, mengapa kereta cepat Indonesia buatan Cina tersebut, belum jadi transportasi yang diserbu pejalan.
Whoosh adalah satu dari banyak “proyek tendensius” Jokowi, yang menyisakan jejak dan masalah. Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara dan Kutai Negara, Kalimantan Timur juga tinggal menunggu (akan) dilupakan.
Pada pemerintahan Jokowi, tak lama ditempati, selain sekali dijadikan pusat upacara HUT Republik Indonesia. Kini entah bagaimana kondisi IKN, menurut Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuyo bahwa pembangunan IKN sudah sampai di tahap tidak lagi bisa mundur, dukungan Prabowo memainkan peran penting.
Pernyataan Basuki adalah sinyal untuk membuka pintu bagi kucuran APBN. Prabowo tak mungkin mengeluarkan kocek sendiri, ia bukan “dermawan” berhati mulia untuk melanjutkan pembangunan IKN yang sudah tak lagi bisa mundur alias dibiarkan mangkrak. Apalagi, Jakarta bukan lagi ibu kota, sejak dipindahkan ke Kalimantan Timur. Ibarat kata Warkop DKI: maju-mundur kena. Tetapi, apa mungkin dompet APBN bisa mengatasi masalah IKN dan (juga) Whoosh?
Ah, soal proyek “halu” pemerintah Jokowi, mau tidak mau saya teringat dengan proyek mobil Esemka yang nyaris hanya menjadi kisah. Proyek ini berending gugatan wanprestasi kepada Jokowi. Artinya, tak menutup kemungkinan “gagal maning”. Akan senasib dengan Whoosh, barangkali pula IKN.
Whoosh dililit utang yang sangat besar, kalau negara — dalam hal ini APBN — seperti dikatakan Menkeu Purbaya benar-benar menolak, alamat terakhir kereta cepat Jakarta-Bandung itu terparkir. Mangkrak. Dan, menjadi besi rongsokan, jika tidak dijual balik ke Cina.
Persoalannya, apakah Cina mau menerima kembali? Whoosh memang sungguh-sungguh whooosssh. Lebih cepat meninggalkan utang. Nyaris (tak) terdengar nyaring.
Meski perkembangan teranyar, Purbaya sepakat dengan pernyataan Jokowi, proyek Whoosh adalah investasi sosial. Ini tanda-tanda kran APBN dibuka demi membantu utang kereta cepat itu. Purbaya tak konsisten? Sehingga mengundang Rocky Gerung sebut Menkeu RI itu, sebagai “koboi akal sehat atau kobou cengeng?” Wallahualam.*








