Menteri Keuangan Purbaya akan menghentikan peredaran pakaian bekas asal luar negeri. Di Lampung, bisnis thrifting beromzet ratusan juta per bulan ini bahkan mematikan banyak pengusaha kecil.
(Lontar.co): Hari itu, pagi masih belum terang benar, tapi truk berwarna kuning berplat asal Kota Medan itu sudah terparkir sejak sejam lalu di tepian Jalan Kayu Manis, Kota Sepang, Way Halim.
Empat pria berbadan kekar yang tak berbaju, seperti tergopoh-gopoh menurunkan empat karung besar tumpukan baju ke salah satu toko pakaian bekas di daerah itu.
Dari dalam toko, seorang pria paruh baya bersama seorang remaja, mulai sibuk membongkar tiap bal karung berisi pakaian import, mereka memilah tiap jenisnya. Dalam satu bal karung besar seberat 100 kilogram, ada sebanyak 500 pakaian import yang sudah di press sedemikian rupa, isinya juga beragam; ada celana, baju, hingga jaket.
Harga satu bal besar itu bervariasi, tergantung jenis pakaiannya, tapi Damanik, pedagang pakaian bekas di Jalan Kayu Manis itu, membelinya seharga Rp5 juta per bal besar.
Ini kiriman yang terakhir di bulan Oktober ini, biasanya, kata Damanik, ia bisa dikirim hingga empat kali dalam sebulan, tapi sekarang, frekuensinya terus turun, sampai hanya dua kali sebulan.
“Ada yang berani kirim seminggu sekali, tapi mintanya mahal, tujuh juta per bal,” kata Damanik.
Harganya, diakui Damanik, terus naik, meski omzet bulanannya lumayan besar, tapi Damanik, tak berani ambil resiko, hingga akhirnya sekarang ia hanya dapat kiriman sisa, yang waktunya kerap kali tak tentu, kualitas barangnya juga tak terlalu baik.
“Kalau yang biasa-biasa macam ini, harus dipilih-pilih lagi, dicuci, di setrika dulu, biar nampak macam baru lagi”.
Sejak beberapa tahun lalu, ruas Jalan Kayu Manis, Kota Sepang, Way Halim ini memang dikenal sebagai salah satu tempat penjualan pakaian bekas import di Bandarlampung, Damanik adalah salah satu perintisnya.
Ia memulai usaha ini bersama Sembiring, sejawatnya, yang belakangan tokonya terbakar habis awal September lalu.
Dulu, omzet per hari, bisa tembus hingga jutaan rupiah, setiap pekan, kiriman pakaian juga selalu lancar, ia memiliki jaringan pakaian bekas import itu setidaknya dari tiga tempat, dari Medan, Dumai hingga Riau.
Pakaian-pakaian bekas asal Riau yang diketahui berasal dari Korea Selatan maupun Amerika Serikat adalah incaran utama buat pedagang-pedagang di sini, termasuk Damanik. Karena, selain kualitasnya masih bagus, kerap pula mereka menemukan pakaian-pakaian dengan merek-merek mahal yang harga jualnya bisa dua kali lipat lebih mahal dari harga biasa.
Pakaian import asal dua negara ini yang kemudian dijual lebih eksklusif, yang oleh kebanyakan orang mengenalnya sebagai toko-toko thrifting yang tumbuh subur di Bandarlampung.
Pakaian-pakaian bekas import asal Korea Selatan dan Amerika ini dikirim melalui jalur laut yang transit di pelabuhan-pelabuhan kapal kecil, untuk kemudian didistribusikan ke berbagai daerah termasuk Lampung.
“Tapi, kalau sudah dapat yang dari Thailand atau Myanmar itu yang pahit, pakaiannya banyak yang robek-robek, kotor pula, repot kita,” tuturnya lagi.
Seiring pengetatan import pakaian bekas dan rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang akan menghentikan import pakaian bekas, membuat intensitas pengiriman menjadi terganggu.
Jalur-jalur distribusi barang mulai diawasi oleh Bea Cukai, mau tak mau, importir harus kucing-kucingan dan memilih pelabuhan-pelabuhan kecil untuk memasukkan berton-ton pakaian bekas itu.
Ketatnya aturan baru ala Menteri Purbaya ini pula yang secara tak langsung mengganggu kelangsungan usaha Damanik dan kebanyakan pedagang pakaian bekas lain di Bandarlampung.
Volume barang yang makin sedikit memicu kenaikan harga yang luar biasa, Damanik yang biasa membeli seharga Rp5 juta per bal besar, kini diminta Rp7 juta per bal,”kita tahan-tahan dulu lah sekarang, habisin stok yang ada sebulan dua bulan ini”.
Karena, diakui Damanik, kebijakan pengetatan import pakaian bekas ini memang kerap kali pasang surut.Â
Ia menyebut, dulu, tahun 2022, pemerintah pernah menerapkan kebijakan sejenis, tapi hanya bertahan sebentar, beberapa bulan kemudian, aktivitas penjualan pakaian bekas malah makin semarak.
Tiga tahun lalu, aturan larangan impor pakaian bekas memang sudah diberlakukan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022, yang dalam beleid itu menyebutkan, pakaian bekas termasuk dalam klasifikasi daftar barang yang dilarang impor ke Indonesia.
Kebijakan ini diterbitkan untuk melindungi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri serta pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dari persaingan tidak sehat. Pakaian bekas impor ilegal juga dinilai dapat membahayakan kesehatan.
Tapi, jika ditarik ke belakang, aturan sejenis juga sudah pernah dilakukan pada tahun 2015 melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015, belakangan peraturan ini dicabut dan digantikan dengan Permendag Nomor 12 Tahun 2020 yang mengatur tentang Barang yang Dilarang untuk Diimpor, kemudian muncul lagi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021, dengan poin yang kurang lebih sama pula.Â
Namun, empat peraturan larangan impor pakaian bekas itu tak pernah benar-benar serius diterapkan oleh pemerintah. Sampai kemudian, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan komitmennya untuk memperkuat aturan dan menindak tegas pelaku impor pakaian bekas ilegal, didukung oleh berbagai pihak untuk menyelamatkan iklim usaha tekstil nasional.
Ketegasan Menteri Purbaya itu merespon industri tekstil dalam negeri yang kembung kempis dibuat pakaian impor bekas itu.
Di Bandarlampung, industri tekstil skala UMKM juga terdampak secara langsung, akibat menjamurnya pakaian-pakaian impor.
Banyak pengusaha konveksi di Bandarlampung yang tak mampu bertahan menghadapi persaingan ini.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tidak menampik peraturan terkait importasi baju bekas masih memiliki banyak kelemahan sehingga terjadi kebocoran.Â
Oleh sebab itu, dia akan memperketat aturan dan pengawasan, terutama pada jalur masuk baju bekas impor.Â
Purbaya menyampaikan keinginannya untuk kembali menghidupkan kembali industri tekstil dalam negeri, termasuk UMKM.Â
Dia berjanji akan menindak tegas para importir balpres atau pakaian bekas yang dikemas dalam bentuk karung padat.Â
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta menilai penindakan terhadap barang impor ilegal, termasuk baju bekas, selama ini belum efektif.Â
Menurutnya, baju bekas impor masih mudah ditemukan di pasaran. Bahkan, baju baru impor ilegal dalam bentuk balpres juga makin marak.Â
Tapi, ia menilai, langkah perbaikan tidak akan berjalan efektif selama masih ada oknum di dalam Bea Cukai yang terlibat dalam praktik curang.Â
Redma juga menilai pemerintah perlu melakukan perbaikan sistem kepabeanan agar lebih ketat dan transparan.Â
“Semua kontainer harus masuk AI scanner untuk mencocokkan dengan dokumennya, hal ini akan meniadakan jalur merah-jalur hijau yang selama ini jadi permainan oknum Bea Cukai,” kata Redma.Â
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta agar pemerintah memberantas jalur pemasok dan importir besar baju bekas yang masuk ke Indonesia.Â
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Andrew Purnama menambahkan, pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 (Permendag No. 40/2022) melarang impor baju bekas, bukan perdagangan baju bekas (thrifting) yang beredar dalam negeri.Â
“Jadi, yang harus diberantas adalah jalur pemasok dan importir besar, bukan pedagang pasar yang hanya menjual barang yang sudah beredar di dalam negeri,” kata Andrew dikutip dari Bisnis.
Berdasarkan perhitungan API, estimasi konservatif potensi kerugian negara akibat masuknya impor baju bekas ilegal berada di kisaran Rp600 miliar—Rp 1 triliun per tahun.Â







