Lampung ethnica

Lampung Ethnica, Merawat Tradisi dan Asa Para Penenun Tapis

0 Comments
Lampung ethnica
Pengrajin Kain Tapis di Desa Sumbergede, Sekampung, Lampung Timur. Foto: Ist

Lampung Ethnica, Merawat Tradisi dan Asa Para Penenun Tapis

0 Comments

Lampung Ethnica bukan sekedar lahir dari keresahan, ketika melihat begitu banyak potensi ibu-ibu rumah tangga penenun kain Tapis, di salah satu desa di Lampung Timur yang tak diberdayakan. Tapi juga, menjadi pembuka jalan agar warisan wastra Lampung itu, tak hanya menjadi cerita masa lalu, melainkan menjadi bagian dari gaya hidup untuk hari ini, dan esok. Dan, ada BRI yang terus mengiringi tiap langkah Lampung Ethnica untuk selalu bergerak maju

(Lontar.co): Dari teras rumahnya yang sederhana, Aminah dengan teliti menenun kain Tapis itu dengan benang emas, membentuk pola-pola geometris yang indah. Hari itu, pesanan kain tapis yang ia kerjakan memang hampir selesai.

Biasanya, ia hanya akan menyelesaikan paling banyak dua pesanan kain Tapis saja setiap harinya, selain ada kewajiban pekerjaan domestik yang harus ia lakukan, Aminah juga sengaja membatasi pesanannya agar kualitas tenunan Tapis yang ia buat tetap terjaga.

Keahlian menenun Tapis ini, sudah ia warisi dari orang tuanya sejak masih remaja, dan berlangsung turun temurun.

Sebelumnya menjadi mitra pengrajin Tapis di Lampung Ethnica, Aminah hanya menenun untuk mengisi waktu senggangnya. Tapi, sekarang, menenun Tapis telah menjadi rutinitas harian yang berdampak secara langsung terhadap kelangsungan ekonomi keluarganya.

Sebagai pengrajin kain Tapis, rata-rata per bulan, Aminah bisa memperoleh penghasilan hingga Rp2 juta.

Pendapatannya itu, bukan hanya ia gunakan untuk menopang kebutuhan harian keluarganya saja, tapi juga untuk membiayai pendidikan tiga orang anaknya, apalagi, sejak beberapa tahun terakhir ini, harga singkong yang dibudidayakan suaminya, tak kunjung membaik.

“Alhamdulillah, hasilnya bisa untuk bantu-bantu suami dan biaya sekolah anak-anak saya,” kata Aminah.

Aminah adalah satu dari 380 penenun Tapis yang kini menjadi mitra Lampung Ethnica.

Sebagai mitra Lampung Ethnica, Aminah bukan hanya mampu membantu menopang perekonomian keluarganya, tapi juga tetap bisa menjalankan tanggung jawab domestiknya sebagai ibu rumah tangga.

Hal ini pulalah yang mendasari niat pasangan suami istri, Imam Basuki dan Qoriatul Hayati merintis Lampung Ethnica sebagai usaha sociopreneur pembuatan kain Tapis dan produk turunannya, untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi ibu rumah tangga khususnya yang ada di Desa Sumbergede, Kecamatan Sekampung, Lampung Timur.

BACA JUGA  Dari Bengkel Ecobrick untuk Ikhtiar Menjaga Teluk Lampung dari Sampah Plastik

Awalnya, di tahun 2018 lalu, Imam Basuki dan Qoriatul Hayati melihat besarnya potensi kaum perempuan yang ada di desa ini sebagai penenun kain Tapis, yang justru belum digali dengan maksimal.

“Kami melihat, ternyata emak-emak di sini memiliki keahlian membuat kain Tapis yang mereka warisi dari generasi ke generasi. Ini potensi besar untuk menciptakan pasar, apalagi mereka juga membutuhkan pekerjaan yang bisa mereka lakukan dari rumah,” tutur Qori.

Sejak itulah, Qoriatul Hayati dan suaminya mendirikan Lampung Ethnica, sebagai penghubung antara budaya dan pasar, sekaligus menjadi memberi akses dan dukungan terhadap keterampilan ibu rumah tangga di desa ini.

“Emak-emak di sini, tak mempunyai akses pasar, akibatnya keahlian mereka ini tak tersalurkan. Oleh karena itu, mereka butuh dukungan, bukan hanya untuk menyediakan lapangan pekerjaan buat mereka, tapi juga melestarikan tradisi budaya masyarakat Lampung,” jelas Qori.

Namun, agar bisa diterima secara luas oleh pasar, Tapis memang harus diberi sentuhan inovasi yang lebih kekinian, karena sebagai produk budaya, penggunaan kain Tapis saat itu, memang masih amat eksklusif. Tapis hanya dikenakan pada momen-momen tertentu saja, seperti saat perayaan adapt maupun pernikahan.

Dari sini, Qori kemudian memiliki ide untuk mengembangkan produk turunan Tapis, yang tak hanya berbentuk kain, tapi juga memiliki fungsi sebagai produk fashion yang bisa dikenakan setiap hari, tanpa harus melepaskan nilai-nilai budaya yang melekat pada Tapis itu sendiri.

“Sejak itu, kami membuat sejumlah inovasi dan mendesain berbagai jenis produk turunan Tapis, mulai dari pakaian, tas, sepatu, sandal hingga aksesoris untuk pria dan wanita, tujuannya agar Tapis bisa lebih cepat dikenal oleh banyak orang, dan diterima semua lapisan usia,” kata Qori lagi.

Terbukti, hasil inovasi yang dikembangkan Lampung Ethnica ini membuat Tapis lebih cepat diterima dan diminati oleh pasar, termasuk milenial.

Ketika pertama kali dirintis, Lampung Ethnica yang awalnya hanya mempekerjakan sejumlah  ibu rumah tangga, termasuk Aminah sebagai mitra, sudah berhasil menarik omzet hingga Rp8 juta di tahun pertama.

BACA JUGA  Heboh Penghapusan Uang Komite Bisa Turunkan Inflasi Lampung, Ini Respons Kadis Pendidikan

Sejak itu, Qori mulai mempelajari dan memetakan detail pasar Lampung Ethnica. Ia juga mulai membangun kerjasama dengan toko oleh-oleh dan souvenir, tour and travel, institusi pendidikan hingga hotel.

Selain itu, ia juga menyentuh langsung pengguna akhir produk Lampung Ethnica, dengan memaksimalkan pasar-pasar digital seperti marketplace hingga media sosial.

Konsep ini terbukti memberi hasil yang memuaskan, di tahun kedua setelah berdiri, Lampung Ethnica sudah berhasil meraih omzet yang melonjak hingga sepuluh kali lipat dibanding tahun pertamanya.

Ketika itu, kerjasama-kerjasama penjualan hingga promosi makin dimaksimalkan, selain dengan instansi pemerintahan di Lampung, Lampung Ethnica juga menggandeng pihak-pihak swasta yang ada di luar Lampung.

Pasar mancanegara juga mulai terbuka, pesanan mulai datang dari berbagai negara di Asia, seperti; Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Hongkong dan Taiwan, termasuk pasar di China. Tak hanya itu, produk Lampung Ethnica juga sukses diterima hingga ke Jerman.

Omzetnya sudah jauh lebih meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya, dengan rata-rata penghasilan bulanannya yang sudah mencapai ratusan juta rupiah per bulan.

lampung ethnica
Para pengrajin Kain Tapis mitra Lampung Ethnica. Foto: Ist

Meningkatnya omzet ini juga, secara langsung berdampak kepada ibu-ibu rumah tangga yang menjadi mitra pengrajin kain Tapis di Lampung Ethnica.

Jika dulu, penghasilan tiap mitra masih berkisar Rp500 ribu per bulan, kini penghasilan rata-ratanya sudah mendekati angka Rp2 juta per bulan. Kondisi ini juga, memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat yang ada di Desa Sumbergede dan desa-desa lain di sekitarnya, khususnya ibu rumah tangga di sana.

Semakin tingginya permintaan pasar dalam dan luar negeri terhadap produk Lampung Ethnica juga, yang membuat Qori akhirnya menambah kelompok-kelompok kemitraan baru, yang kini jumlah mitranya sudah mencapai 380 ibu rumah tangga, dengan kapasitas produksi rata-rata hingga 10 ribu produk per bulan.

Sebagai sociopreneur, Lampung Ethnica kini telah mempekerjakan 10 orang karyawan, yang beberapa diantaranya adalah penyandang disabilitas serta warga desa setempat.

“Lampung Ethnica memiliki misi untuk mengangkat kesejahteraan bersama, bukan cuma buat kami, tapi juga buat karyawan dan seluruh mitra kami,” terang Qori.

BACA JUGA  Bahan Pangan yang Tersandera MBG

Keseriusan Qori mengembangkan produk kain Tapis melalui Lampung Ethnica ini pula, yang kemudian meraih banyak pencapaian sejak tahun 2019 hingga sekarang. Berbagai penghargaan dari tingkat lokal, nasional hingga internasional berhasil diraih Lampung Ethnica, baik di bidang sociopreneur hingga desain fashion.

Keberhasilan yang telah diraih Lampung Ethnica ini, diakui Qori bukanlah hasil kerjanya sendiri, melainkan hasil kerja bersama, termasuk dukungan penuh dari Bank Rakyat Indonesia (BRI), yang selalu mengiringi langkah Lampung Ethnica untuk bergerak maju.

Kiprah BRI terhadap Lampung Ethnica dirasakan betul oleh Qori, khususnya disaat pertama kali memulai perjalanan merintis Lampung Ethnica, banyak kemudahan layanan yang diberikan oleh BRI kepadanya.

“BRI terus mengiringi langkah saya, sejak pertama kali merintis Lampung Ethnica ini,” tutur Qori.

Dukungan dari BRI itu pula yang membuat langkah untuk mengembangkan Lampung Ethnica hingga memiliki ratusan mitra pengrajin Tapis menjadi semakin mudah.

“Saya bisa menambah mitra pengrajin, membuka jaringan usaha ke berbagai daerah dan menambah kapasitas produksi, setelah saya mendapat fasilitas kredit dari BRI,” jelas Qori.

Tak hanya itu saja, selain memperoleh fasilitas pinjaman lunak melalui kredit usaha rakyat, BRI juga sepenuh hati membantu Qori dalam upaya promosi dan pengembangan pasar melalui berbagai cara, termasuk memberi kesempatan kepada Qori untuk mengikuti program akselerasi yang dilakukan oleh BRI yang bertujuan untuk membina dan mengembangkan pengusaha muda di Indonesia agar bisnis mereka naik kelas dan berdaya saing tinggi, melalui program Pengusaha Muda BRIlian.

“Saya tak pernah membayangkan dukungan dan kepedulian yang diberikan BRI kepada Lampung Ethnica sampai sebesar ini,” kata Qori lagi.

Dukungan sepenuh hati yang diberikan BRI ini pula yang semakin membuat usahanya kini jauh lebih berkembang dengan pemasaran yang semakin luas.

“Pencapaian kami mungkin tak bisa sebesar dan sejauh ini, jika tak mendapat dukungan dari BRI. Terima kasih atas pembinaan sepenuh hati yang telah diberikan oleh BRI kepada kami selama ini”.

Further reading

  • umkm

    Namanya juga UMKM…

    Ada sekitar setengah juta UMKM di Lampung, yang seratus ribuan diantaranya berada di Kota Bandarlampung. Tapi, keberpihakan terhadap mereka masih amat minim, utamanya usaha mikro bidang kuliner. Nasibnya seperti penganan yang mereka jual; susah laku, susah pula berkembang. (Lontar.co): Bulan depan, Suci berencana tak memperpanjang lagi usaha warung makannya, di Jalan Bumi Manti, Kampung Baru, […]
  • Lampung ethnica

    Lampung Ethnica, Merawat Tradisi dan Asa Para Penenun Tapis

    Lampung Ethnica bukan sekedar lahir dari keresahan, ketika melihat begitu banyak potensi ibu-ibu rumah tangga penenun kain Tapis, di salah satu desa di Lampung Timur yang tak diberdayakan. Tapi juga, menjadi pembuka jalan agar warisan wastra Lampung itu, tak hanya menjadi cerita masa lalu, melainkan menjadi bagian dari gaya hidup untuk hari ini, dan esok. […]
  • jalin kepang

    Sulam Jalin Kepang dalam Khasanah Wastra Lampung; Baru dan Membarui

    Semua memang bermula dari Tapis. Ketika peradaban masyarakat Lampung di masa lampau yang sedemikian tinggi, kebutuhan simbolisasi menjadi mutlak, ini pula berlaku untuk norma sekaligus status sosial. Seperti Tapis, kebutuhan eksistensi produk budaya pun berkembang, menjadi sulam usus hingga kemudian sulam Jalin Kepang yang rumit, tapi justru menjadi jembatan tradisi yang terus (diupayakan) melestari. (Lontar.co): […]