Silakan tengok siapa saja kepala daerah atau pejabat yang suka mengutip data rendahnya minat baca masyarakat, setelah itu adakah sarana perpustakaan di Lampung yang diperbaikinya?
(Lontar.Co): Silakan pula diingat berapa sering kepala daerah atau pejabat yang kerap berpesan pada relawan atau komunitas literasi agar terus menjaga semangat menggiatkan gerakkan literasi, setelah itu adakah upaya konkret dari mereka?
Jangan-jangan sesungguhnya kita sudah tahu jawaban dari mengapa angka minat baca di Lampung masih terbilang rendah? Sangat mungkin karena kepedulian pemerintah yang masih sebatas narasi tanpa diikuti implementasi.
“Saya termasuk orang yang tidak percaya kalau disebut minat baca generasi muda rendah karena mereka enggan membaca. Sebab, realitas yang saya temui di lapangan tidak sepenuhnya seperti itu.
Setiap kali kami keliling, malah tak jarang sampai ke pelosok, contohnya ke Pulau Pisang di Pesisir Barat, buku bacaan yang kami bawa selalu direspon antusias oleh anak-anak di sana. Mereka sangat suka membacanya. Padahal buku yang kami bawa bukan buku baru. Tapi hasil sumbangan para relawan,” terang Eni Amaliah saat mengunjungi ruang redaksi Lontar.co, akhir pekan lalu.
Sebaliknya, dosen UIN Raden Intan Lampung, ini justru mengidentifikasi biang kerok rendahnya minat baca masyarakat lebih dipicu oleh tidak tersedianya bahan bacaan secara memadai di lingkungan warga.
“Harus diakui harga buku saat ini mahal. Itu tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat kebanyakan. Sedangkan jumlah perpustakaan, masih sangat-sangat terbatas,” katanya.
Kalaupun ada, sambung Eni, seperti perpustakaan di sekolah-sekolah, isinya didominasi buku-buku paket pelajaran. “Bukankah siswa ke perpustakaan untuk memperoleh berbagai referensi, selain buku pelajaran yang sehari-hari sudah mereka temui,” ucap Eni, selaku Ketua Forum Literasi Lampung (FLL) ini.
Dirinya kembali menegaskan, kurang sepakat kalau generasi muda terkesan selalu dijadikan kambing hitam atas rendahnya minat baca.
“Lha, relawan yang membantu saya dan komunitas-komunitas literasi lain mayoritas dimotori anak muda. Belum lagi seperti yang saya ceritakan tadi, di masyarakat itu sesungguhnya haus bahan bacaan. Tapi bukunya yang enggak ada,” terangnya.

Samakan Persepsi Pentingnya Perpustakaan
Eni bersama rekan-rekan FLL tetap menjaga optimisme bahwa gerakan gemar membaca masih sangat mungkin dikembangkan. Untuk itu mereka menggagas sebuah kegiatan besar. Melalui kegiatan ini diharapkan bakal mampu menumbuhkan kesadaran secara masif dalam melakukan aksi nyata.
Diterangkan Eni, pada Rabu tanggal 30 Juli mendatang, FLL akan menghelat kegiatan Gebyar Literasi Nasional di Kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung. Kegiatan yang mengundang kepala Perpusnas ini diharapkan juga dihadiri Gubernur Rahmat Mirzani Djausal serta 12 kepala daerah yang wilayahnya sudah mendeklarasikan sebagai “Kabupaten Literasi”.
Melalui gebyar literasi yang mengangkat tema “Bersinergi, Bergerak Bersama Mewujudkan Lampung sebagai Provinsi Literasi Menuju Lampung Maju” itu, akan dibahas berbagai saran atau masukan yang bisa dijalankan untuk pengembangan perpustakaan di Lampung dan menumbuhkembangkan budaya membaca.
“Semua gagasan akan dihimpun, lalu hasil rekomendasinya kami serahkan kepada Gubernur. Harapannya formulasi yang kami sampaikan bisa menjadi masukkan saat pemerintah menyusun kebijakan, khususnya terkait perpustakaan di Lampung,” harap Eni.
Tapi kalau pun ternyata tidak diakomodir, Eni tidak berkecil hati. “Kami para relawan literasi ini sudah terbiasa bergerak dan beraktivitas dengan modal ikhtiar dan ijtihad. Yang penting kami sudah mencoba berkontribusi untuk kemajuan Lampung,” tutup Eni yang turut didampingi oleh perwakilan pengurus FLL.(*)