Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) menggelar Diskusi Media bertajuk “Potret Hoaks Setahun Pemerintahan Prabowo–Gibran”.
(Lontar.co): Meningkatnya deepfake, konten hoaks yang diproduksi teknologi AI, baik untuk politik maupun tema lain, menjadi ancaman serius bagi ekosistem informasi digital. Bersamaan dengan itu, scam dan modus penipuan digital berkembang semakin kompleks dan menyebabkan kerugian finansial besar bagi masyarakat.
Mafindo menilai, dibutuhkan strategi dan kolaborasi lintas sektor yang lebih intens dan efektif untuk menjaga kedaulatan informasi digital Indonesia.
Melalui riset yang dilakukan sejak 21 Oktober 2024 hingga 19 Oktober 2025, Mafindo memetakan 1,593 hoaks berdasarkan tema, target, saluran, tipe narasi, serta penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam pembuatannya.
Hasil riset menunjukkan adanya tren yang mengkhawatirkan dalam pola penyebaran disinformasi. Penggunaan teknologi deepfake meningkat tajam, terutama dalam konten bermuatan politik dan sosial, sehingga menantang kemampuan publik dan media dalam melakukan otentikasi informasi.
Sejalan dengan itu, modus penipuan (scam) juga menunjukkan evolusi signifikan. Banyak kasus penipuan digital kini menumpang pada nama program-program pemerintah dan lembaga BUMN, seperti bantuan sosial, proyek infrastruktur, hingga lowongan kerja di Pertamina dan perusahaan pelat merah lainnya.
Pola ini memanfaatkan kepercayaan publik terhadap institusi negara untuk menjerat korban melalui pesan berantai, situs palsu, dan iklan rekrutmen fiktif.
Ketua Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho, Rabu (22 Oktober 2025) di Resto Lara Djonggrang, Menteng, Jakarta, menyatakan, “Selama satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, hoaks terus diproduksi dan berevolusi, menyusup di setiap gap regulasi dan gap literasi digital masyarakat. Evolusi dalam bentuk konten deepfake yang mudah diproduksi namun semakin sulit dideteksi sudah mengadu domba masyarakat Indonesia”.
Septiaji mencontohkan, video deepfake Sri Mulyani dengan nada merendahkan guru mampu memantik kemarahan masyarakat hingga menormalisasi perusakan dan perundungan.
Contoh lain, deepfake “Ibu Ana berkerudung pink” dibuat untuk mendelegitimasi kelompok aksi penyampaian aspirasi. Namun ancaman tidak berhenti di sana.
“Scam adalah jenis hoaks yang sering luput dari sorotan media, padahal korbannya sangat masif, dan bisa menimpa siapa saja. Kami menemukan scam kini semakin canggih karena sudah memanfaatkan AI dan big data hasil kebocoran data pribadi.
Salah satu tren menonjol adalah scam yang mengatasnamakan BUMN seperti Pertamina, PLN, dan Telkom, dengan modus rekrutmen kerja palsu, investasi fiktif, atau ujaran kebencian. Ini ancaman serius bagi siapa pun,” tambah Septiaji.
Presidium Mafindo Pengampu Komite Litbang, Loina Lalolo Krina Perangin-angin, menyoroti peran AI dalam produksi konten palsu. “Kami menemukan peningkatan signifikan konten hoaks berbasis AI, terutama deepfake yang sulit dideteksi publik awam. Narasi semacam ini mudah menggerus kepercayaan publik terhadap lembaga negara dan korporasi besar, termasuk BUMN.”
Dari sisi akademik, Lely Arrianie, Guru Besar LSPR Institute of Communication and Business menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam memperkuat ketahanan masyarakat.
“Literasi digital bukan sekadar kemampuan teknis, tapi juga kemampuan kritis dan sosial untuk memahami konteks di balik informasi yang beredar. Kolaborasi antara pemerintah, BUMN, media, dan komunitas literasi digital menjadi kunci memperkuat ketahanan masyarakat.
Disamping itu pemerintahan Prabowo yang baru berjalan 1 tahun ini rawan diganggu dengan segala bentuk hoaks, baik dalam pelaksanaan dan fungsi kepemimpinan, kebijakan yang mungkin dianggap tidak sensitif rakyat. Masalah hukum, politik, ekonomi dan pendidikan, maupun pada aspek pertahanan keamanan.
Karena itu para elit komunikasi hendaknya melek literasi dan adaptif terhadap perkembangan teknologi. Diskusi ini dihadiri oleh jurnalis, akademisi, dan komunitas literasi digital, serta menjadi bagian dari upaya Mafindo untuk memperkuat ruang publik yang lebih sehat dan berbasis fakta di Indonesia. (*)