Predator Berwajah Ayah

Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Lampung marak terjadi. Pelakunya justru orang tua sendiri

(Lontar.co): Tubuh kecil Diana—bukan nama sebenarnya, kerap kali kepayahan. Wajah Perempuan berusia 14 tahun itu juga makin terlihat pucat, seringkali ia selalu merintih kesakitan.

Tiap kali berdiri, ia terus menahan pinggangnya yang perih. Kandungannya yang besar, membuatnya tak leluasa bergerak.

Setelah kandungannya makin membesar, Diana lebih banyak berdiam di kamarnya, ia hanya keluar saat hendak ke kamar mandi dan makan saja.

Sejak aksi bejat ayah sambungnya terungkap, ibunya meminta Diana tak melanjutkan sekolah lagi.

Masa depan Diana seketika terhenti saat itu juga. Tangan-tangan kecilnya sebentar lagi harus dipaksa merawat anak kandung.

Semua petaka bermula ketika, Diana mengaku kepada ibunya, sedang hamil. Pelakunya adalah S (43) ayah sambungnya sendiri.

S menyetubuhi Diana berkali-kali, sejak setahun lalu, 10 Juli 2024 sampai terakhir 23 Mei 2025.

Bahkan, meski Diana diketahui sedang mengandung, S masih saja merudapaksa Diana, dengan selalu masuk ke kamar Diana, saat korban sedang tidur. Ibu korban yang mendengar pengakuan itu, marah dan melaporkan suaminya ke polisi.

Rumah bukan lagi menjadi tempat yang aman buat anak. Rumah menjelma menjadi tempat para predator melampiaskan naluri biologisnya.

Kasus pemerkosaan oleh orang terdekat, khususnya ayah, menjadi momok paling mengerikan buat anak, sebagai sisi paling gelap dari sosok yang seharusnya melindungi.

Banyak yang memilih bungkam, karena malu. Tak sedikit pula, yang menjadikan anak sebagai sosok paling bersalah. Kekuasaan dan dominasi hingga ekonomi kerap kali jadi pemicunya.

Penelusuran mandiri Lontar sepanjang 2025, ada delapan kasus pemerkosaan anak oleh ayah kandung maupun ayah sambung di Lampung.

Di Lampung Tengah, ayah kandung yang cabul, tega merudapaksa darah keturunannya sendiri sejak korban masih SD kelas 3 sampai korban beranjak SMP. AS (44) ditangkap setelah kakak tiri korban melapor ke polisi.

Selama bertahun-tahun, AS menjelma jadi predator yang mengerikan buat M (14). Ia diperkosa oleh orang yang seharusnya bertindak sebagai pelindung buatnya.

Korban tak berani melapor, tapi penderitaan fisik dan psikis yang dialaminya mengungkap semuanya.

Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak menyebut kasus kekerasan seksual terhadap anak bagaikan fenomena gunung es, terlihat kecil di atas tapi sebenarnya kasus ini sangat banyak.

Hanya saja, keluarga enggan melapor dan mengungkapnya, karena malu dan dianggap sebagai aib, akibatnya kasus inses terus menerus terjadi berulang kali yang bahkan sampai membuat korbannya hamil.

“Tidak banyak yang berani melaporkan kasus inses, karena aib kemudian disembunyikan rapat-rapat,” kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu.

BACA JUGA  Jejak Orang Lampung di Sihanoukville; Berangkat Sehat, yang Pulang Cuma Nama (2) 

Anak-anak yang hamil karena hubungan sedarah ini berpotensi melahirkan keturunan biologis yang cacat secara genetik, mengalami gangguan mental hingga berujung pada kematian.

Penyebabnya, karena hubungan dilakukan pada pasangan yang masih memiliki keterikatan darah yang kemudian membawa faktor genetis langka.

Kasus inses yang sampai melahirkan juga terjadi di Way Kanan. Pelaku SU (39) warga Kasui, Way Kanan tega memperkosa anak kandungnya sendiri hingga melahirkan anak perempuan.

Sepanjang tahun 2024, SU leluasa menggagahi putrinya itu, di saat istrinya sedang bekerja di Jakarta.

Korban kemudian melahirkan pada akhir Januari 2025 dan bercerita kepada kerabatnya, jika dirinya telah menjadi korban pemerkosaan ayah kandungnya sendiri

Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2024 membuka fakta baru bahwa 9 dari 100 anak-anak berusia 13 hingga 17 tahun pernah mengalami kekerasan seksual sepanjang hidupnya. Sedangkan, 4 dari 100 anak lainnya mengalami kekerasan seksual dalam 12 bulan terakhir.

Survei yang diambil melalui metode sampling kepada sebanyak 11 ribu responden yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia ini, bahkan dinilai hanya menangkap fenomena semata karena Kemen PPPA meyakini, jumlah anak yang jadi korban kekerasan seksual oleh keluarga dekatnya sendiri bisa jauh lebih banyak dari hasil survei itu.

“Survei ini bisa menjadi indikator prevalensinya. Angkanya (kasus kekerasan seksual terhadap anak) bisa jadi puluhan juta jika melihat total jumlah penduduk di Indonesia,” kata Pribudiarta lagi.

Selain mengalami kekerasan seksual yang membuat korbannya hamil hingga melahirkan, tak jarang pula anak mendapatkan kekerasan fisik agar ayah sebagai pelaku teror bisa melampiaskan nafsunya dengan mudah sekaligus menanam ancaman kepada anak untuk menceritakan peristiwa yang dialaminya ke orang lain.

Pada kasus pemerkosaan terhadap anak yang dilakukan oleh P (34) warga Abungkunang, Lampung Utara terhadap A (13), pelaku mengancam akan membunuh putri kandungnya itu jika tak mau melayaninya.

Dalam laporan lain, Komnas Perempuan menyebut perbuatan inses sebagai bagian dari kekerasan seksual dalam lingkup privat dalam hal ini keluarga, yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak-anak.

Dalam penelusuran mandiri yang dilakukan Lontar, juga mendapati temuan beragam modus yang dilakukan oleh pelaku saat mencabuli anak-anaknya sendiri.

Namun, yang paling dominan, kebanyakan pelaku mengancam dan mengintimidasi korban yang tak jarang dilakukan dengan senjata tajam.

Pada kasus pemerkosaan anak kandung di Lampura, korban mengaku diancam dengan golok oleh ayah kandungnya.

BACA JUGA  Waktu yang Seketika Terhenti di Way Haru

Sedangkan, motifnya, umumnya karena pelampiasan nafsu. Dari delapan kasus pemerkosaan anak oleh ayahnya, lima diantaranya karena istri pelaku tak tinggal bersama pelaku dan korban.

Kasus kekerasan seksual yang selalu diiringi kekerasan ini juga sejalan dengan update laporan kasus kekerasan perempuan dan anak secara nasional sepanjang Januari – Juni 2025, melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang secara spesifik kewilayahan menyebut ada sebanyak 213 kasus kekerasan seksual terhadap anak dengan rentang usia 13 – 17 tahun. Dari jumlah itu, 25 kasus kekerasan seksual diantaranya dilakukan oleh orang tua.

Yang lebih mengerikan lagi, ada sebanyak 21 kasus kekerasan yang dialami oleh anak dengan rentang usia 0 – 5 tahun, dan 100 kasus kekerasan yang dialami anak di rentang usia 6 – 12 tahun.

Sedangkan, daerah-daerah yang dominan menjadi penyumbang tertinggi kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua, paling banyak terjadi di Bandarlampung dengan 130 kasus.

Kemudian, Lampung Selatan dengan 46 kasus, Kota Metro dengan 33 kasus, Tulangbawang Barat 29 kasus, Lampung Tengah 25 kasus, Lampung Timur 23 kasus dan Lampung Utara 22 kasus.

Dari data Simfoni PPA itu juga tergambar jelas, jika rumah menjadi tempat paling mengerikan buat anak-anak, dengan jumlah kasus yang menjadikan rumah sebagai tempat kejadian sebanyak 249 kasus, jauh melampaui tempat kejadian lainnya.

Sementara dalam catatan akhir tahun Perkumpulan Damar, menyebut angka kasus kekerasan seksual khususnya terhadap anak di Lampung terus mengalami peningkatan.

Dimensinya juga makin meluas, tak hanya di ruang privat tapi juga di ranah-ranah publik, termasuk di sekolah.

Dalam catatan Damar, sepanjang tahun 2024, dari 31 kasus dampingan, 50 persen kasus kekerasan seksual yang dialami anak justru dilakukan oleh lingkungan terdekat korban.

Staf Penanganan Kasus Perkumpulan Damar Meda Fatmayanti, menyebut dari sekian banyak kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Lampung, kasus kekerasan seksual memang menjadi kasus yang paling dominan dibanding kasus-kasus seperti bullying.

Hal ini justru ironis, meski Pemprov Lampung dan sejumlah kabupaten/kota pada tahun 2024 lalu meraih apresiasi sebagai kota layak anak, namun faktanya kasus kekerasan seksual masih banyak terjadi dan belum tertangani dengan baik.

Kota Bandarlampung misalnya, tahun 2024 lalu sempat meraih predikat sebagai kota layak anak untuk kategori Nindya dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, namun faktanya kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Bandarlampung justru paling tinggi dibanding daerah lain.

BACA JUGA  Standar Miskin BPS cuma ABS?

“Upaya perlindungan terhadap anak masih menemui banyak kendala di Lampung. Ini juga menyangkut implementasi regulasi yang masih terlalu lemah serta minimnya pemahaman kebanyakan masyarakat terhadap hak anak,” kata Meda.

Kondisi makin kompleks mana kala kebanyakan pelaku kekerasan seksual terhadap anak justru tak mendapat hukuman yang setimpal sebagai efek jera.

Kebanyakan bahkan, masih adanya aparat yang membangun upaya mediasi antara korban dan pelaku, apalagi jika pelakunya adalah orang tua korban sendiri.

Sehingga posisi anak kian terjepit oleh keadaan dan trauma psikis yang dialaminya karena ‘dipaksa’ hidup dan tinggal berdampingan kembali dengan pelaku yang telah merenggut masa depannya. Hal ini bahkan jauh dari implementasi restitusi terhadap anak yang menjadi korban kekerasan seksual untuk mendapat ganti kerugian dari pelaku yang notabene adalah orang tuanya sendiri.

Dalam banyak kasus, hak-hak korban untuk mendapatkan kompensasi dari pelaku hanya sebatas teori tanpa realisasi di lapangan, terutama bagi korban yang berasal dari keluarga kurang mampu atau tidak memahami hak-haknya. Sedangkan, korban kekerasan seksual yang berasal dari lingkup keluarga, maka pelakunya akan berdalih atas tanggung jawabnya untuk menafkahi sebagai kepala keluarga.

“Kami memang masih menemukan adanya upaya ke arah mediasi yang dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak. Padahal, sesuai regulasi yang ada, kasus-kasus ini seharusnya tidak dapat diselesaikan melalui perdamaian,” tegas Meda.

Karenanya, ia menilai pentingnya perbaikan sistem penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak sekaligus peningkatan perspektif penanganan hukum yang dilakukan oleh aparat sehingga keadilan untuk korban bisa ditegakkan.

Sementara, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Margaret Aliyatul Maimunah menilai kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua harus menjadi perhatian serius, rumah yang selayaknya menjadi ruang privat paling aman justru di saat yang sama justru menutup rapat perilaku kekerasan.

Margaret juga menyebut penindakan hukum kepada pelaku kekerasan seksual dalam lingkaran keluarga harus dihukum lebih berat, bahkan jika mengacu pada undang-undang perlindungan anak, maka ancaman hukumannya ditambah sepertiga dari jumlah hukuman yang seharusnya.

Dari dalam kamarnya yang sempit, sekarang Diana lebih banyak menangis. Badannya makin kurus karena jarang makan, padahal bayi dikandungannya sedang butuh banyak asupan.

Tekanan sosial yang begitu tinggi yang dialami Diana membuat mentalnya benar-benar terganggu kini. Padahal, dulu ia dikenal sebagai sosok yang amat ceria.

 

 

Further reading

  • rampai

    Pada Rampai (Seharusnya) Kita Berjaya

    Sambal Lampung itu otentik, justru karena rampainya. (Lontar.co): Suatu ketika, dalam kontestasi memasak, Chef Renatta pernah mengomentari sambal buatan salah satu peserta yang menurutnya tak punya sensasi apa-apa kecuali pedas,”akan lebih berkarakter jika diberi tomat ceri,” kata Chef Renatta. Tomat ceri yang dimaksud Chef Renatta merujuk pada entitas buah rampai yang amat melimpah di Lampung. […]
  • Gitar yang Belum Punya Nama

    Dino, mahasiswa semester tiga di sebuah kampus negeri, duduk termenung di sudut warung kopi. Kopi hitamnya sudah dingin, tapi uap resah dari dalam dirinya masih hangat. Di antara denting sendok pengaduk dan suara motor lewat, dia mendengar getar suara hati, “Kapan aku bisa punya gitar sendiri?” Dino bisa bermain gitar, tapi tidak memiliki gitar. Sejak […]
  • Bahasa Lampung, di Tepi Jurang Terancam Punah?

    “Apa benar bahasa Lampung terancam punah, Mbak?” tanya seorang teman. Kami sedang duduk di salah satu sudut gedung Nuwo Baca Zainal Abidin Pagaralam, Bandar Lampung. Menikmati empuknya kursi berwarna cokelat, sesekali menjawab beberapa sapa petugas yang lewat. Suasana siang yang nyaman walau di luar terlihat matahari cukup menyengat. (Lontar.co): Saya menganggukkan kepala dengan pilu. Berdasarkan […]