bandar lampung
Kondisi kabel udara yang semrawut di Bandar Lampung. Foto: Meza Swastika

Membayangkan Bandar Lampung sebagai Kota Tanpa Kabel Udara

About Author
0 Comments

Jalan-jalan protokol terlihat jauh lebih estetis, tak semrawut, apalagi khawatir kebakaran.

(Lontar.co): Tiap kali berjualan, Yamin kerap kali was-was. 

Pedagang rokok di seberang Mall Kartini ini selalu saja memandang ke arah kabel-kabel listrik yang semrawut di atas gerobaknya.

Sebulan lalu, saat angin kencang, kabel-kabel yang saling bergesekan itu kerap kali mengeluarkan percikan api.

“Dagang jadi nggak tenang,” ujarnya.

Kondisi ini, menurutnya, sudah terjadi sejak hampir setahun lalu, saat pekerja salah satu provider wifi membentangkan kabel seenaknya,”sempat saya tegur, tapi, katanya sudah ijin”.

Kekhawatiran Yamin sebenarnya amat beralasan, kabel-kabel milik provider wifi yang dibentangkan dan saling bertumpuk dengan jaringan kabel listrik milik PLN amat rentan memicu kebakaran.

Sepanjang Januari hingga Oktober 2025 ini saja, Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Bandar Lampung mencatat ada sebanyak 133 kasus kebakaran akibat korsleting listrik, sebagian dari kasus kebakaran ini, pemicu awalnya adalah semrawutnya kabel udara di lokasi-lokasi terjadinya musibah kebakaran.

Jumlah kasus kebakaran akibat korsleting ini bahkan meningkat tajam dibanding tahun sebelumnya, yang hanya 78 kasus.

Kasus kebakaran ini juga mengungkap fakta lain dari maraknya kasus pencurian listrik khususnya di kawasan pemukiman padat penduduk di Kota Bandar Lampung, beberapa diantaranya seperti yang terlihat di Telukbetung, Tanjungkarang Barat, hingga ke Panjang.

Di daerah-daerah ini, banyak kabel-kabel udara yang jadi jaringan utama arus listrik disambung langsung ke rumah-rumah warga tanpa proses instalasi listrik yang sesuai dengan ketentuan PLN.

Soal ini, Kepala Damkarmat Bandar Lampung, Anthoni bahkan secara khusus meminta warga tak sembarangan menyambung kabel dari jaringan utama arus listrik yang bisa memicu potensi kebakaran.

BACA JUGA  Menghidupkan Kembali Angkutan Kota di Bandarlampung itu Perintah, Bukan Kebutuhan

“Tidak boleh menyambung kabel sendiri yang berpotensi memicu korsleting. Ini bukan hanya soal tanggung jawab pemerintah, tapi juga menjadi kewaspadaan untuk seluruh masyarakat,” kata Anthoni kepada wartawan September lalu.

Masalah kian kompleks ketika kebanyakan provider wifi yang kemudian menumpang kabel optik udaranya dengan memanfaatkan jaringan penyangga milik PLN yang riskan dengan kasus korsleting listrik.

Tak hanya itu saja, banyak pula provider yang asal-asalan membangun penyangga kabel optik udaranya yang tak sesuai dengan ketentuan.

Padahal, jika merujuk pada Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 8 Tahun 2023 Tentang Penataan, Pengawasan dan Pengendalian Penyangga Jaringan Kabel Udara di Wilayah Kota Bandar Lampung, disebutkan pembangunan penyangga kabel optik udara tidak boleh mengganggu keamanan dan keselamatan warga serta tak menganggu estetika kota.

Kenyataannya justru tak demikian, bentang-bentang kabel optik udara yang dibangun asal-asalan dan bertumpuk dengan jaringan listrik milik PLN bukan cuma berbahaya tapi juga mengganggu estetika wajah kota.

Semrawutnya kabel optik udara ini bahkan memaksa Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Bandar Lampung harus melakukan penertiban kabel optik hingga dua kali dalam sepekan.

Tingginya intensitas perapihan jaringan kabel optik yang dilakukan bidang pengawasan dan pengendalian Disperkim ini, makin menunjukkan betapa semrawutnya jaringan-jaringan kabel udara di Kota Bandar Lampung.

Tapi, Disperkim bukannya merancang program kota tanpa kabel udara, justru malah sibuk mencari investor untuk pembangunan tiang bersama untuk seluruh provider.

Ide satu tiang bersama yang direncanakan sejak tahun 2024 lalu dan bakal dieksekusi di tahun ini, kenyataannya tak terwujud, sementara kondisi jaringan kabel udara di jalan protokol maupun kawasan permukiman malah semakin padat.

BACA JUGA  Lada Lampung, Rempah yang Pernah Begitu Mempengaruhi Dunia

Padahal, menurut ahli perencana kota asal Lampung, Salahuddin Sri Rahmat, yang ikut terlibat langsung dalam program kota tanpa kabel udara yang kini mulai diterapkan di Kota Bandung, sebagai kota metropolitan, Bandar Lampung seharusnya sudah mulai merencanakan kota tanpa kabel udara dengan menanam jaringan kabel utilitas di bawah tanah.

Menurutnya, Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 8 Tahun 2023 Tentang Penataan, Pengawasan dan Pengendalian Penyangga Jaringan Kabel Udara di Wilayah Kota Bandar Lampung sudah bisa dijadikan landasan program kota tanpa kabel udara.

“Poinnya jelas ke estetika kota, dan tentu saja menekan jumlah kasus kebakaran,” ujarnya kepada Lontar.co, seusai diskusi bersama kelompok mahasiswa arsitektur beberapa waktu lalu.

Ia mencontohkan Masjid Raya Al Bakrie yang sudah sepenuhnya mengadopsi fasilitas publik yang tak lagi menggunakan kabel udara, jaringan utilitas kabelnya sudah menggunakan teknologi utilitas bawah tanah yang modern, sehingga terlihat lebih estetis dan rapih.

Secara biaya pula, pembangunan jaringan utilitas bawah tanah membuat konektivitas maupun aliran listrik jauh lebih stabil karena tak terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal.

“Selama ini, kasus pohon tumbang dan cuaca yang ekstrem adalah masalah klasik yang menganggu distribusi aliran listrik maupun koneksi komunikasi pada jaringan kabel udara, hal-hal seperti ini tentu tak akan terjadi pada utilitas yang ditanam di bawah tanah,” jelasnya lagi.

Selain Masjid Raya Al Bakrie, dalam proses identifikasi lanjutan sejumlah mahasiswa arsitektur Unila sebagai obyek penelitian pemanfaatan utilitas jaringan bawah tanah di Kota Bandar Lampung, juga mengidentifikasi salah satu perumahan mewah di kawasan Telukbetung Barat yang sudah sejak lama mengaplikasikan utilitas jaringan bawah tanah yang terbukti jauh lebih efisien dan efektif membangun estetika yang apik.

BACA JUGA  Sulam Jalin Kepang dalam Khasanah Wastra Lampung; Baru dan Membarui

“Kota tanpa kabel udara ini kan program populis juga, sebagai bagian tak terpisahkan dari perencanaan kota modern yang bersih dari kesemrawutan kabel-kabel udara yang bakal menjadi masalah serius dalam jangka panjang,” tutur Salahuddin Sri Rahmat lagi.

Seperti Kota Bandung yang kini mulai menginisiasi kota tanpa kabel udara, lanjutnya, prosesnya tak membutuhkan waktu yang lama, karena infrastruktur jaringannya sudah terbangun melalui utilitas serat-serat optik yang sudah dirintis oleh perusahaan telekomunikasi makin memudahkan upaya migrasi Kota Bandung menjadi kota tanpa kabel udara. 

“Sebenarnya, tinggal niat dan keseriusan pemimpin kotanya saja. Karena, estetika wajah sebuah kota tak selalu bicara soal pembangunan tugu atau ikon-ikon identitas kewilayahan saja, tapi juga soal hal-hal kecil yang bisa bermakna besar untuk estetika sebuah kota”.

Apalagi, setahun lalu, dalam penyampaian Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Walikota Eva Dwiana begitu berambisi membangun kota berkelanjutan dan maju.

Dalam pandangan Salahuddin Sri Rahmat pula, sebagai kota yang terus bertumbuh, Bandar Lampung memang sudah seharusnya menjadi kota berkelanjutan dalam banyak hal,”termasuk salah satunya kebutuhan kota tanpa kabel udara ini, yang memang harus sudah masuk dalam kebutuhan primer untuk sebuah kota”.

Further reading