stunting

Lampung Mau Lawan Stunting tapi Kasus Pernikahan Anak Dianggap Tak Penting

Lampung Mau Lawan Stunting tapi Kasus Pernikahan Anak Dianggap Tak Penting

Kasus pernikahan anak masih marak terjadi di Lampung, berpotensi memicu kasus stunting, tapi luput dari perhatian.

(Lontar.co): Sejak prosesi akad nikah berlangsung hingga selesai, Pu (43) terus saja menangis. Ia seperti masih belum bisa mengikhlaskan Af, putri tertuanya harus menikah di usia yang masih amat dini.

Memang, tak ada opsi lain selain menikah, karena putrinya itu terlanjur hamil, padahal usia Af masih 18 tahun, masih belum matang. Dua bulan lagi, Af juga akan melahirkan.

Akad nikah pun berlangsung sederhana dan terburu-buru, hanya agar menutup malu keluarga, dan lagi anak yang dikandung Af juga harus punya bapak biologis yang diikat melalui perkawinan yang sah.“Mau gimana lagi, memang begini jalannya,” ujar Pu tak bersemangat.

Pu juga terpaksa mengajukan dispensasi perkawinan ke Pengadilan Agama, agar Af putrinya bisa segera dinikahkan, karena usia kehamilannya sudah semakin besar.

Dispensasi perkawinan adalah izin khusus yang diberikan dari Pengadilan Agama kepada pasangan calon suami istri yang belum memenuhi batas usia perkawinan minimal 19 tahun.

Kasus Pernikahan Anak di Lampung

Kasus pernikahan anak di Lampung masih terus terjadi, angkanya memang menunjukkan tren penurunan.

Tahun 2022 lalu, ada sebanyak 714 kasus pernikahan anak di Lampung, kemudian tahun 2023, angkanya turun menjadi 649 kasus.

Selanjutnya, di tahun 2024, jumlah pernikahan anak turun lagi, menjadi sebanyak 432 kasus.

Jika melihat pergerakan statistik, angka pernikahan memang terus turun hingga ratusan kasus tiap tahunnya, tapi penting pula diketahui, bahwa banyak kasus pernikahan anak yang tak dilaporkan oleh keluarga ke pengadilan. Alasannya beragam, tapi faktor malu hingga hamil di luar nikah, amat mendominasi di kasus ini.

Pada kasus pemaksaan pernikahan terhadap pasangan remaja yang terjadi di Lampung Timur tahun 2024 lalu misalnya, awalnya kasus pemaksaan pernikahan ini tak diketahui oleh Pengadilan Agama setempat, tapi karena kasus penggerebekan pasangan remaja yang berbuat mesum ini viral, akhirnya terungkap unsur pemaksaan pernikahan, karena diketahui remaja perempuannya sedang dalam kondisi hamil.

Fakta lainnya, banyak kasus pernikahan anak di Lampung yang justru marak di daerah pedesaan, yang jauh dari jangkauan Kantor Urusan Agama, sehingga tak teridentifikasi dalam data resmi pengadilan agama.

BACA JUGA  Sekarang One Piece, Kemarin Konoha dan Wakanda, Perlawanan Satire ala Budaya Pop

Bahkan, konsorsium LSM Perempuan Sumatera Mampu (Permampu) pernah melakukan penelitian secara khusus terkait pernikahan anak di tiga wilayah; Lampung Selatan, Tanggamus dan Pesisir Barat, hasilnya cukup mengejutkan, banyak kasus pernikahan anak yang tak tercatat di Kantor Urusan Agama.

Sehingga potensi jumlah kasus pernikahan anak di Lampung sebenarnya amat tinggi, namun yang terlihat di permukaan dan tercatat secara resmi di Pengadilan Agama melalui perkara dispensasi perkawinan terlihat sedikit dan terus menurun, faktornya karena banyak pasangan di bawah umur yang menikah di bawah tangan.

Kecil di Laporan Besar di Lapangan

Raiya Rahman peneliti dari Kaukus Perempuan juga melihat hal yang sama, menurutnya Lampung bukan satu-satunya daerah yang banyak kasus pernikahan anak dan tak tercatat secara resmi di lembaran negara melalui Pengadilan Agama, ada banyak daerah lain di Indonesia.

Ia mencontohkan Nusa Tenggara Barat, dengan 75 persen kasus pernikahan anak tak tercatat di KUA, padahal yang tercatat secara resmi ada sebanyak 6.200 kasus pernikahan anak di NTB.

“Jadi kalau dilihat di Lampung ada 432 dispensasi perkawinan sepanjang tahun 2024, bisa jadi itu hanya sebagian kecil saja jumlahnya, sebaliknya yang tak tercatat bisa jauh lebih banyak atau lebih rendah, tapi sama-sama punya resiko,” jelasnya.

Korelasinya sebenarnya amat sederhana, lanjutnya, bisa dilihat dari daerah-daerah yang jumlah dispensasi perkawinannya paling tinggi, kemudian dicermati faktor-faktornya.

“Ini bukan fenomena, tapi gejala pernikahan anak kebanyakan terjadi karena faktor hubungan di luar nikah, keluarga malu, dianggap aib, kemudian dipaksa menikah cuma untuk menutup aib,” paparnya.

Akan halnya di Lampung, ada tiga daerah yang menjadi penyumbang terbesar kasus pernikahan anak di Lampung berdasarkan rekap data perkara dispensasi kawin di Pengadilan Tinggi Agama Lampung, adalah Kabupaten Lampung Tengah dengan jumlah 143 pengajuan dispensasi kawin.

Kemudian, di posisi kedua dan ketiga, ada Kabupaten Lamtim dengan 40 kasus dispensasi kawin, dan Kabupaten Tulangbawang dengan 39 kasus pernikahan anak.

Data Australia Indonesia Partnership for Justice secara resmi merilis, setiap tahun di Indonesia terjadi 400 ribu kasus pernikahan anak, tapi yang tercatat di KUA dan kantor-kantor catatan sipil hanya sebanyak 60 ribu kasus, sedangkan 330 ribu kasus perkawinan anak luput dari pencatatan resmi.

BACA JUGA  Singkong dan Negara yang Dibuat Tak Berdaya Menghadapi Korporasi

Gencar Lawan Stunting tapi Pernikahan Anak Luput dari Pengawasan

Sudah tak terhitung berapa kali Wagub Jihan Nurlela mengkampanyekan gerakan melawan stunting di setiap momen sambutan yang ia berikan.

Untuk urusan stunting, Jihan memang paling loyal menjadikannya sebagai musuh, maka dalam setiap agenda apapun, isu stunting pasti ia sampaikan, apapun momennya.

Tapi Jihan lupa, bahwa masalah stunting bukan hanya soal pembenahan gizi anak semata, ada hal krusial lain yang juga harus ditangani sebagai hulu dari masalah stunting yang tak kunjung selesai, pernikahan anak.

Sejatinya, stunting secara spesifik mengarah pada tumbuh kembang fisik dan kemampuan otak seorang anak, tapi perbaikan gizi saja belum cukup, apalagi cuma sekedar menyamakan prinsip seperti yang selalu disampaikan Jihan dengan menyebut stunting sebagai ancaman besar.

Raiya juga menyebut, pemerintah selama ini gencar menghembuskan banyak gerakan melawan stunting, sementara kasus-kasus pernikahan anak justru luput dari pengawasan.

“Selama ini gerakan-gerakan pencegahan stunting hanya bergerak di sektor hilir saja, seperti memberi asupan bergizi pada anak usia sekolah termasuk program Makan Bergizi Gratis, tapi pasangan yang menikah di usia dini tak pernah tersentuh oleh gerakan-gerakan sejenis,” jelasnya.

Ia bahkan melihat, pemerintah cenderung meremehkan kasus pernikahan anak yang dianggap tak terlalu punya dampak signifikan terhadap bertambahnya angka penderita stunting, padahal pernikahan anak berkorelasi erat dengan kesehatan reproduksi.

“Bagaimana mungkin upaya pencegahan pernikahan anak hanya diserahkan pada satu institusi saja, sementara kian hari kasus pernikahan anak jumlah terus bertambah, seiring gaya hidup kebanyakan remaja yang terlalu bebas dalam berhubungan”.

Perlu diketahui, terang Raiya lagi, sebagian besar kasus-kasus pernikahan dini, terjadi pada masyarakat kelas bawah, dan hal ini berdampak sistemik pada penanganan kasus stunting yang selama ini selalu dihembuskan oleh pemerintah.

Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah secara eksplisit bahkan menyebut efek lanjutan dari pernikahan anak bukan hanya menimbulkan pemiskinan secara sistematis dan pemaksaan kematangan sosial, tapi juga menimbulkan efek simultan terhadap bayi yang dilahirkan.

BACA JUGA  Perhutanan Sosial Bukan cuma Soal Lahan Garapan dan Pendanaan Tapi juga Rasa Aman

“Anak-anak yang menikah dini dipaksa mengasuh anak tanpa bekal yang cukup, baik pengetahuan dan penghasilannya, akibatnya berpengaruh terhadap anak-anak yang mereka lahirkan,” kata Alimatul.

Hal penting lainnya adalah terganggunya kesehatan reproduksi yang membuat bayi yang dilahirkan kekurangan gizi, berat badan yang rendah dan efek lainnya yang mengarah pada indikasi stunting.

“Bagaimana pasangan suami istri yang masih remaja ini bisa membesarkan bayi-bayi mereka secara layak dan ideal sedangkan mereka sendiri tak berpenghasilan, akhirnya bayi-bayi ini mengalami gizi buruk yang parah,” jelas Raiya lagi.

Kasus seperti ini, terjadi pula di Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Selatan, tingginya kasus stunting justru dipicu oleh pernikahan anak.

“Kalau pemerintah masih berkutat di penangan gizi saja sebagai upaya menekan stunting, maka selamanya stunting tak akan pernah selesai di Indonesia ini”.

Pernikahan anak, bebernya lagi, menjadi faktor utama pemicu stunting karena sejumlah faktor krusial. Pasangan remaja yang menikah belum memiliki kesiapan secara fisik dan psikologis untuk mengandung maupun melahirkan.

Jika dipaksakan, maka kehamilan beresiko komplikasi hingga melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dan sudah dipastikan bayi itu beresiko tinggi stunting.

Tak hanya sampai disitu, minimnya pengetahuan tentang gizi untuk ibu hamil dan bayi, membuat ibu dan janin dalam kandungan tak mendapatkan nutrisi yang cukup.

“Kehamilan di masa remaja membuat terjadinya perebutan nutrisi antara janin dan ibu sehingga memicu resiko kelahiran prematur, berat badan rendah, dan secara psikologis, remaja yang mengandung belum siap secara mental dan emosional untuk menjadi orang tua sehingga berpengaruh besar terhadap pola pengasuhan dan perawatan bayi,” jelasnya lagi.

Sehingga, jika pemerintah memang benar-benar serius hendak menekan prevalensi stunting maka semua upaya pencegahan harus dilakukan termasuk pencegahan pernikahan dini, dan bukan hanya pada pemenuhan asupan gizi saja.

“Tapi, lain halnya jika stunting ini bukan dianggap sebagai program melainkan lebih kepada proyek, maka stunting selamanya tak akan pernah bisa diselesaikan”.

 

 

 

 

 

Further reading

  • biogas

    Nyala Api Biogas di Desa Rejobasuki, Dari Kotoran untuk Masa Depan

    Puluhan keluarga di Desa Rejobasuki, Kecamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah, sukses mengembangkan biogas sebagai pengganti gas elpiji, tak hanya untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga tapi juga untuk kelangsungan industri UMKM yang lebih hemat dan ramah lingkungan. (Lontar.co): Pagi-pagi sekali, Suhana sudah menyambangi kandang sapi di belakang rumahnya. Tak lama, ia keluar dari kandang membawa […]
  • sawah hilang akibat penduduk yang tak terbilang

    Sawah Hilang Akibat Penduduk yang Tak Terbilang

    Lahan persawahan di Bandarlampung, Lamsel dan sebagian Pesawaran makin tergerus akibat adanya alih fungsi lahan untuk permukiman. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi hingga arus urbanisasi ke kota yang marak, menjadi penyebabnya. (Lontar.co): Dua backhoe itu bekerja terus dari pagi hingga sore, meratakan sehektar lahan di wilayah Tanjungsenang itu, sejak tiga hari lalu. Rencananya, lahan yang […]
  • Nepal Bukan Kita

    Nepal bukan kita. Kita adalah Indonesia; santun dan beradab. Jauh dari pikiran Nazi (Naziisme). Jijik pada keinginan pembantaian! (Lontar.co): Viral, video-video unjuk rasa besar-besaran di Nepal. Demo yang tak lagi mengetengahkan misi perdamaian, menjelma jadi sungai darah, bantai, dan pengrusakan. Yang dihakimi massa adalah keluarga pejabat. Beginikah cara orang Nepal turun ke jalan? Nepal adalah […]