Independensi pers kerap terjebak dalam relasi dengan pejabat publik. (Ilustrasi: Lontar.co)

Ketika Kadiskominfotik Ganjar Peroleh Ganjaran  

0 Comments

Kalau mau melihat watak kepemimpinan kepala daerah, lihatlah tindak-tanduk kepala Dinas Komunikasi dan Informatika-nya. Kenapa?

(Lontar.co): Karena Diskominfotik tak ubahnya corong pemerintah. Apapun tone nada atau warna yang ke luar dari corong itu, demikian pula cermin watak rezim penguasa. Lantas, bila Ganjar Jationo selaku Kadiskominfotik Lampung tak serius mengurusi KIP dan KPID, samakah artinya Gubernur Rahmat Mirzani Djausal kurang peduli terhadap keterbukaan informasi publik?

Pekan lalu Ganjar terlihat sedang kongkow bareng beberapa wartawan. Mereka kumpul di markas Ikatan Jurnalis Provinsi (IJP) Lampung di Media Center atau biasa disebut ‘Mensen’. Sesekali senyum khasnya mengembang. Lalu giliran tawa lepasnya terlihat. Kiranya dia merasa nyaman berada di tengah-tengah kalangan jurnalis.

Pemandangan serupa itu sebenarnya bukan hal baru. Jelang dilantik sebagai Kadiskominfotik, intensitas Ganjar berinteraksi dengan para jurnalis sudah mulai kentara. Bahkan, kendati saat itu dirinya masih menduduki kursi staf ahli gubernur bidang pemerintahan, hukum dan politik, acapkali sudah diminta mewakili Gubernur Mirza untuk menghadiri berbagai agenda yang berkenaan dengan pers.

Tak heran kalau kemudian banyak yang berspekulasi, Ganjar sedang digadang-gadang untuk kembali menduduki kursi Kadiskominfotik yang pernah dicicipinya pada periode kepemimpinan Arinal Djunaidi.

Sesungguhnya, nada suara dukungan terhadap Ganjar tidak sebulat bulan purnama. Terbetik kabar ketika itu ada ASN senior yang punya akses ke “ring satu” memiliki pendapat berbeda. Dia “menggugat” pusaran perhatian yang hanya mengerucut ke satu nama untuk mengisi posisi kadiskominfotik. Dia juga menyinggung track record Ganjar pada masa perdana sebagai kadiskominfotik.

“Saya pikir masih ada SDM lain yang lebih bisa diandalkan. Lebih memiliki track record mumpuni. Tapi kalau pimpinan sudah menentukan, kita patuh. Tegak lurus mengamankan keputusan itu. Tinggal yang diberi amanah mawas diri. Walau merasa sudah senior atau matang di organisasi, tetap ingat di jabatan itu ada reputasi Pak Gubernur yang mesti dijaga,” begitu ucapan pejabat itu kepada seorang wartawan yang menceritakan kembali obrolan mereka kepada penulis.

BACA JUGA  Guru dan Kepsek SMAN/SMKN di Lampung Wajib Tahu, Rendahnya Kualitas Anak Didik Akibat Ulah Mereka  

Ternyata prediksi itu bukan tebak-tebakan buah manggis. Gubernur Mirza terbukti menggelar karpet merah untuk Ganjar melenggang ke posisi idaman. Ia dilantik oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Marindo Kurniawan pada Kamis (26/6/2025).

Saat melantik, Marindo mewanti-wanti. Dia mengingatkan agar Ganjar selaku Kadiskominfotik melaksanakan tugas dengan jujur dan berintegritas. “Saat ini kita tidak lagi bicara apa yang dikerjakan. Tapi berorientasi pada hasil yang berdampak langsung kepada masyarakat. Jabatan yang Saudara emban ini strategis dan harus berdampak nyata.”

Clear, pesan Sekda Marindo itu dikutip banyak media dan masih bisa ditemui rekam jejaknya di Google. Pesan berintonasi pengingat itu, bisa juga dianggap sebagai rambu-rambu. Mesti jujur dan berintegritas. Mesti bertindak konkrit bukan kamuflase seolah-olah atau seakan-akan. Wajar kalau Kadiskominfotik diberi banyak alarm. Mengingat jabatan tersebut sangat strategis; corong pemerintah!

Dua bulan berselang dari pelantikannya, intensitas interaksi Ganjar dengan kalangan jurnalis makin terjalin hangat. Malah bisa dibilang sangat romantis. Tentu, ini pertanda baik. Sebab “pembantu gubernur” yang dekat dengan kalangan jurnalis, bisa ditafsirkan sebagai implementasi instruksi Gubernur Mirza yang menghendaki pemerintahannya dapat menjalin kerja sama produktif dengan pers.

“Saling bahu-membahu untuk Lampung maju,” demikian harapan Gubernur Mirza yang disampaikan pada banyak kesempatan.

Jurnalis Mencatat Rekam Jejak

Jurnalis dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan narasumber. Termasuk narasumber di jajaran pemerintahan. Namun “pertemanan” tersebut tetap memiliki batasan. Apalagi bila si narasumber merupakan pejabat publik. Begitu etika yang ditanamankan ke sanubari setiap jurnalis.

BACA JUGA  A.C.A.B 1312 sebagai Simbol dan Bayar…Bayar…Bayar ala Sukatani

Kapasitas yang dimiliki pejabat publik akan sangat mempengaruhi banyak hal. Termasuk berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak. Kebijakan-kebijakan pejabat publik jelas bakal bersinggungan dengan kepentingan publik.

Sementara di sisi jurnalis, dalam menjalankan fungsinya dituntut untuk tidak boleh netral. Melainkan mesti menunjukkan keberpihakkan. Berpihak terhadap kepentingan publik, tentunya. Di sinilah dibutuhkan independensi pers. Sebagai fondasi pijakan untuk menegakkan prinsip berpihak kepada kepentingan publik.

Menjadi persoalan tersendiri bila jurnalis yang memiliki kedekatan, bahkan hingga melibatkan emosi dalam membangun relasi dengan pejabat publik, mengabaikan independensi. Sebab, relasi yang diniatkan bukan dalam kerangka independensi pers, berpotensi menjadi jebakan bagi jurnalis itu sendiri.

Disadari atau tidak, fenomena penegakkan independensi pers itu, sudah dijalankan secara bermartabat oleh kawan-kawan wartawan di IJP Lampung. Pemberitaan yang marak belakangan ini, perihal blunder-nya Ganjar dalam menyikapi “nasib” Komisi Informasi (KI) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID), telah menegaskan sikap tersebut.

Padahal sebelumnya, relasi erat kadiskominfo dengan kalangan jurnalis, sempat menjadi sinyalemen bagi sebagian jurnalis untuk waspada. Ada kekhawatiran relasi tersebut membikin bias penegakkan independensi. Akan muncul rasa ewuh pakewuh saat jurnalis menjalankan fungsi jurnalistik.

Sebaliknya, ada kekhawatiran juga, relasi erat tersebut memang sengaja dijalin untuk menumbuhkan rasa sungkan mengkritisi. Kalau kondisi ini sampai terjadi, independensi dibarter dengan relasi “kacamata kuda”, tidak mustahil bakal ada pihak yang berperan seperti kerbau dicocok hidungnya.

BACA JUGA  Ketika Komik Bertahan di Alur Cerita yang Konsisten

Kiranya, dengan kesadaran penuh, kawan-kawan IJP menolak itu. Mereka tetap menegakkan independensi dalam pemberitaan. Tentu mereka tidak berkenan daya intelektualitasnya dibikin gagap untuk bersikap. Biarpun memiliki relasi, mereka tetap meletakkannya di atas fondasi profesionalisme yang jelas. Setidaknya itu yang terlihat hingga sejauh ini.

Mungkin pula, kawan-kawan jurnalis IJP teringat pada pesan pejabat senior tadi, bahwa track record adalah sejarah. Dan ada ungkapan “Jas Merah” untuk jangan sekali-kali melupakan sejarah.

Ada kemungkinan juga rekan-rekan jurnalis teringat pesan yang disampaikan Sekda Marindo saat melantik Kadiskominfo bahwa,“Saat ini kita tidak lagi bicara apa yang dikerjakan. Tapi berorientasi pada hasil yang berdampak langsung kepada masyarakat.”

Melontarkan wacana, bernarasi atau merangkul relasi jurnalis mungkin dianggap sebagai bagian dari pekerjaan. Namun Gubernur Mirza, melalui pesan yang disampaikan Sekda Marindo, mengharapkan lebih dari itu. Mesti ada action nyata bukan semata retorika!

Terlebih, komentar secara serampangan dari pejabat Diskominfotik terhadap keberadaan nasib KIP dan KPID di Lampung akan menjadi persoalan besar. Bukan melulu berhenti sebatas reputasi individu kadiskominfotik, tok.

Melainkan berpotensi memberi dampak ikutan terhadap reputasi Gubernur Mirza. Mengingat Diskominfotik adalah corong pemerintah, sekaligus representasi dari wajah kepemimpinan kepala daerah.

Tentu kita masih ingat, bagaimana blunder penanganan komunikasi dan informasi tentang infrastruktur di Lampung pada era Gubernur Arinal, yang terlihat keteteran menghadapi lincahnya narasi Tiktoker Bima Yudho Saputro.

Jangan sampai, persoalan KIP dan KPID yang menyangkut keterbukaan informasi, baik bagi khalayak luas termasuk bagi pers itu sendiri, menggelinding liar hingga berujung pada kristalisasi persepsi publik, bahwa pemerintahan ini memang anti transparansi. (*)

 

Further reading

  • biogas

    Nyala Api Biogas di Desa Rejobasuki, Dari Kotoran untuk Masa Depan

    Puluhan keluarga di Desa Rejobasuki, Kecamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah, sukses mengembangkan biogas sebagai pengganti gas elpiji, tak hanya untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga tapi juga untuk kelangsungan industri UMKM yang lebih hemat dan ramah lingkungan. (Lontar.co): Pagi-pagi sekali, Suhana sudah menyambangi kandang sapi di belakang rumahnya. Tak lama, ia keluar dari kandang membawa […]
  • sawah hilang akibat penduduk yang tak terbilang

    Sawah Hilang Akibat Penduduk yang Tak Terbilang

    Lahan persawahan di Bandarlampung, Lamsel dan sebagian Pesawaran makin tergerus akibat adanya alih fungsi lahan untuk permukiman. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi hingga arus urbanisasi ke kota yang marak, menjadi penyebabnya. (Lontar.co): Dua backhoe itu bekerja terus dari pagi hingga sore, meratakan sehektar lahan di wilayah Tanjungsenang itu, sejak tiga hari lalu. Rencananya, lahan yang […]
  • Nepal Bukan Kita

    Nepal bukan kita. Kita adalah Indonesia; santun dan beradab. Jauh dari pikiran Nazi (Naziisme). Jijik pada keinginan pembantaian! (Lontar.co): Viral, video-video unjuk rasa besar-besaran di Nepal. Demo yang tak lagi mengetengahkan misi perdamaian, menjelma jadi sungai darah, bantai, dan pengrusakan. Yang dihakimi massa adalah keluarga pejabat. Beginikah cara orang Nepal turun ke jalan? Nepal adalah […]