Ruas jalan tol Bakauheni (Lampung) – Pematangpanggang (Sumatera Selatan) yang membentang sepanjang 281,9 kilometer makin sunyi dari kendaraan, puluhan UMKM yang berjualan di rest area terdampak, angka kecelakaan lalu lintas juga tak sedikit, tarif tol yang mahal menjadi pemicu.
(Lontar.co): Mata Lisna hampir terpejam sempurna seandainya anak sulungnya tak datang membawa setrika ke warung makan mereka di rest area KM 20 ruas Terbanggibesar-Bakauheni.
Sudah lima bulan lebih, selepas arus balik Lebaran 2025 lalu, waktunya berjualan di warung makan itu, kini lebih banyak ia habiskan untuk menunaikan beragam pekerjaan rumah tangga, mulai dari mencuci hingga menggosok, apalagi di rumahnya, air memang sedang susah di musim kemarau seperti sekarang.
“Warung sepi, sehari kadang ada yang beli, seringnya nggak ada yang beli. Daripada bengong begini, mending nyuci ngegosok,” ujarnya.
Ia juga tak berani lagi, memasak dengan banyak menu, karena kerap kali tak laku, basi dan akhirnya dibuang begitu saja. Di etalase warungnya, ia hanya memajang lauk yang tak mudah basi, dan bungkus-bungkus mie instan.
“Kita ini serba salah, kalau nggak banyak sayur yang dibuat, orang nggak mau mampir, kalau dibikin banyak malah nggak ada yang beli”.
Padahal, di rest area itu, warung makannya tak pernah sekalipun tutup. Selama 24 jam, warung makan itu dijaga bergantian dengan suaminya, tapi tetap saja, pembeli tak ada,”bukan cuma pembeli yang nggak ada, kendaraannya juga nggak ada yang lewat tol ini. Pagi, siang, sore sepi terus begini”.
Tak heran jika kemudian, banyak temannya sesama pedagang di rest area ini yang memilih tak lagi berjualan di tempat ini, karena modal yang dikeluarkan tak sebanding dengan hasil yang diperoleh.
Rata-rata tiap pedagang di rest area ini, dikenakan biaya sewa yang tak murah, hingga Rp12 juta per enam bulan, belum termasuk uang listrik Rp350 ribu yang wajib dibayar tiap bulan.
Dengan pemasukan yang kurang dari Rp50 ribu per hari atau bahkan tidak ada pemasukan sama sekali, kondisi itu jelas memberatkan buat pedagang seperti Lisna.
Karenanya, ia dan suaminya juga sudah tak sanggup jika masih memaksakan diri berjualan di rest area dengan terus menambal kerugian dan menumpuk utang.
“Ramenya cuma pas lebaran aja, apa iya mau gini-gini terus,” keluhnya.
Makin Sepi
Kondisi jalan tol Trans Sumatera, utamanya ruas yang membentang dari Pelabuhan Bakauheni hingga perbatasan Lampung dan Sumatera Selatan memang tak memungkinkan untuk keberlangsungan usaha apalagi buat pedagang makanan sekelas UMKM.
Dari hari ke hari, kondisi jalan tol ini makin sepi dari kendaraan, peningkatan volume hanya terjadi di waktu-waktu tertentu seperti arus mudik dan arus balik maupun libur panjang, selebihnya jalan sepanjang 281,9 kilometer itu dilingkupi kesunyian.
Padahal, biaya yang dihabiskan untuk pembangunan ruas jalan tol Bakauheni – Terbanggibesar ini mencapai Rp16,8 triliun untuk pembangunan jalan sepanjang 140,9 kilometer yang dibiayai melalui kombinasi ekuitas dari PT Hutama Karya (melalui dana PMN dan obligasi) dan pinjaman sindikasi dari sejumlah bank.
Sedangkan, biaya total investasi untuk pembangunan Jalan Tol Terbanggi Besar – Pematang Panggang – Kayu Agung adalah Rp 21,95 triliun.
Belakangan pula, pembangunan dua ruas jalan tol ini bermasalah dan tengah diusut oleh KPK dan Kejaksaan Agung.
Kejaksaan Agung melalui Kejati Lampung sedang menangani kasus dugaan korupsi pembangunan Jalan Tol Trans-Sumatera (JTTS) ruas Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung (Terpeka) sepanjang 12 km di Lampung, yang melibatkan rekayasa laporan pertanggungjawaban dan kerugian negara senilai Rp66 miliar.
Selanjut, KPK juga terus mendalami kasus korupsi pengadaan lahan jalan tol pada ruas Bakauheni – Terbanggibesar.
Penyelidikan berfokus pada anggaran PT Hutama Karya untuk membebaskan lahan masyarakat selama 2018-2020. Lahan seluas 43 hektare berada di Desa Bakauheni dan 85 hektare lahan yang diberi ganti rugi berada di Desa Canggu, Kecamatan Kalianda. Keduanya berada di Kabupaten Lampung Selatan.
Tol Termahal di Indonesia
Kenyataannya, ruas Jalan Tol Trans Sumatera untuk ruas Terbanggibesar – Pematangpanggang – Kayuagung menjadi ruas tol termahal di Indonesia.
Dengan panjang 189,4 kilometer, tarif tol untuk golongan I di ruas ini mencapai Rp170.500.
Sedang untuk golongan kendaraan III dan IV sejenis truk dan trailer, tarifnya berkisar Rp341 ribu – Rp426 ribu.
Untuk ruas tol Bakauheni – Terbanggibesar, tarifnya pun masuk di urutan ketiga sebagai tarif tol termahal di Indonesia.
Dengan panjang ruas 141 kilometer, tol ini memberlakukan tarif Rp189 ribu untuk kendaraan golongan I.
Sedang untuk golongan III dan IV tarifnya mulai dari Rp284 ribu hingga Rp379 ribu.
Tarif ini, terbilang mahal jika dibandingkan dengan kebanyakan tarif tol lain di luar Pulau Sumatera.
Sebagai contoh, tarif tol Cikopo – Palimanan (Cipali) yang menjadi tol terpanjang di Pulau Jawa, tarifnya hanya Rp199 ribu untuk golongan I. Dan, untuk golongan III dan IV, tarifnya hanya Rp273 ribu.
Demikian pula untuk ruas tol Pekanbaru – Dumai, yang panjangnya 131 kilometer, tarifnya hanya Rp118 ribu untuk golongan I.
Kenaikan tarif tol Trans Sumatera untuk ruas Bakauheni – Terbanggibesar sudah berlangsung sejak tahun 2023 lalu, kenaikannya lumayan tinggi hingga 67 persen.
Tarif per kilometer yang semula Rp844 per kilometer naik jadi Rp1.350 per kilometer.
Kenaikan tarif ini yang kemudian banyak membuat pengguna jalan tol, khususnya kendaraan muatan lebih memilih beralih ke jalan lintas barat dan tengah kembali.
Ini terlihat dari volume kendaraan muatan yang melintasi ruas-ruas jalan lintas Sumatera yang makin tinggi.
Mahalnya tarif tol, diakui para sopir tak sebanding dengan besarnya pungutan liar di jalan yang biayanya bahkan kurang dari separuh jika memanfaatkan jalan tol.
“Bedanya memang lebih cepat aja. Tapi, kalau muatan nggak busuk, ngapain buru-buru sampe tujuan, kalau biayanya lebih mahal dua kali lipat,” kata Nainggolan.
Dalam sebulan, ia bisa membelah jalinsum paling sedikit empat kali pulang pergi tujuan Jakarta – Pekanbaru, jika tetap memaksa menggunakan jalan tol, uang jalan yang harus ia keluarkan lumayan tinggi.
“Kalau dulu sebelum naik, selisih uang jalannya lumayan besar, kita masih ada pegangan, tapi kalau sekarang, mau dipaksain lewat tol kalau duitnya kurang juga buat apa”.
Metode pembayaran non tunai yang diberlakukan di Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) juga dinilainya memberikan pengaruh terhadap sepinya kendaraan yang memanfaatkan jalan tol.
Dengan pembayaran non tunai, banyak sisa saldo yang terendap di kartu e-toll yang tak bisa digunakan sama sekali oleh pengemudi untuk keperluan lain. Selain itu, pengisian (top up) saldo e-toll dengan nominal kelipatan tertentu jelas dirasa berat buat pengemudi angkutan umum maupun muatan.
Pertengahan Maret 2025 lalu, Irfansyah seorang pengemudi membagikan video saat melintas di ruas tol Bakauheni – Terbanggibesar melalui akun TikTok.
Dia mengeluhkan mahalnya tarif tol yang amat memberatkan pengguna jalan, khususnya sopir truk, sedangkan uang jalan tak ikut naik. “Tol Lampung sepi karena orang udah nggak sanggup bayar,” ujar sang sopir dalam video tersebut.
Selain mahal, banyak pengguna jalan tol yang membandingkan ruas tol Lampung dengan kebanyakan tol lain di Pulau Jawa yang jauh lebih murah dengan kondisi jalan yang mulus.
Rawan Kecelakaan
Sepinya ruas dua jalan tol yang ada di Lampung ini juga memicu tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang terjadi di ruas Bakauheni – Terbanggibesar maupun Terbanggibesar – Pematangpanggang.
Sepanjang tahun 2024 lalu, angka kecelakaan lalu lintas khususnya di ruas Terbanggibesar – Pematangpanggang tercatat sebanyak 36 kasus.
Meski jumlahnya fluktuatif sejak periode pertama dua ruas tol ini dioperasikan, namun pola kecelakaan punya kecenderungan yang sama, yakni; microsleep dan tabrak belakang.
Sepinya jalan dan jalur lintasan yang cenderung lurus, membuat kebanyakan pengguna memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi.
Data Direktorat Lalu Lintas Polda Lampung menyebut kasus kecelakaan di Jalan Tol Lampung umumnya didominasi oleh kasus microsleep pengemudi, yang terlena dengan alur trek lurus yang panjang sehingga memicu rasa kantuk.
Selain itu, kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi di dua ruas tol yang membelah wilayah Lampung ini juga disumbang kasus tabrak belakang kendaraan yang kerap kali menimbulkan korban jiwa hingga meninggal dunia.
Di Indonesia kasus kecelakaan lalu lintas di jalan tol paling banyak justru disumbang oleh ruas Jalan Tol Trans Sumatera yang terhitung baru beroperasi dibanding kebanyakan jalan tol yang ada di Pulau Jawa.
Jika ditarik lurus, dari dua penyebab utama kecelakaan lalu lintas di jalan tol itu, faktor kecepatan yang tinggi menjadi konsentrasi serius Hutama Karya sebagai pengelola jalan tol dan Dirlantas Polda Lampung.
Hutama Karya kemudian menginisiasi penerapan tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) sejak April 2022 lalu.
Di ruas Bakauheni – Terbanggibesar, ETLE terpasang di kedua jalur yang ada di Kilometer 108.
Data terbaru menyebut, pada periode Juli – Agustus 2024 lalu, sebanyak 19.965 kendaraan tertangkap kamera elektronik melakukan pelanggaran batas minimal dan maksimal kecepatan di jalan tol.
Data ini menunjukkan angka kecelakaan lalu lintas di dua ruas jalan tol yang membelah Lampung masih akan berpotensi terjadi seiring makin sepinya pengguna jalan tol terpanjang sekaligus termahal di Indonesia ini.







