“Semoga saya dapat amnesti dari Prabowo…”
(Lontar.co): Aditya Ardhianto masih ingat, ketika dua tahun lalu, ia terpaksa menggadaikan sepeda motornya demi bisa mendapat sertifikat kompetensi Ahli K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dari Kemnaker.
Ia sudah berkali-kali memohon dan meminta keringanan ke lembaga penyelenggara pelatihan K3 yang diakui oleh Kemnaker, tapi tak berhasil.
Perusahaan tempatnya bekerja di Kawasan Industri Lampung pun tak bisa memberi solusi, Tak ada jalan lain, kecuali menggadai sepeda motornya, demi memperoleh uang Rp4,5 juta sebagai syarat untuk menebus sertifikat ahli K3.
Bebannya makin berat, karena bukan hanya harus mencicil pinjaman, ia juga harus membayar angsuran motor dan memenuhi kebutuhan keluarganya, demi selembar sertifikat Surat Keputusan Penunjukan (SKP) Kemnaker dan Surat Keterangan Lulus.
Padahal, ia sama sekali tak mengikuti ujian apapun, terhitung sejak ia menyetorkan uang Rp4,5 juta untuk mengikuti pelatihan sertifikasi ahli K3, dua hari berikutnya, sertifikat langsung terbit.
Bahkan, kewajiban untuk melakukan kunjungan industri sebagai syarat penting untuk memperoleh sertifikat ahli K3 hanya dilakukan secara virtual, itupun hanya formalitas, karena video kunjungan virtual ke industri bisa diunduh dan ditonton kapan saja.
“Saya kira, ada ujian khusus, nggak taunya, cuma perkara setor uang Rp4,5 juta, dua hari setelahnya, sertifikatnya langsung terbit,” katanya.
Mudahnya Memperoleh Sertifikat Ahli K3
Beberapa pekerja yang telah memiliki sertifikat ahli K3 umum pun mengakui hal itu, menurut mereka, kebanyakan ujian hanya formalitas,”yang penting sudah setor duitnya, sertifikat bisa langsung terbit,” ujar salah seorang pekerja di salah satu pabrik di Tanjungbintang.
Meski mengaku dimudahkan untuk memperoleh sertifikat itu, namun kebanyakan dari mereka mengeluh tingginya biaya penerbitan sertifikat, walau prosesnya dilakukan melalui pihak ketiga sebagai lembaga resmi yang ditunjuk oleh Kemnaker untuk melaksanakan pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Saat mengajukan keringanan biaya pembuatan sertifikat ahli K3, Aditya juga sempat mendengar bahwa biaya penerbitan sertifikat ahli K3 itu memang bukan biaya resmi, hanya saja, biaya itu sebagai ‘pelicin’ agar proses penerbitan sertifikat ahli K3 bisa lebih mudah dan cepat.
“Kalau jalur biasa, katanya potensi nggak lolos ujiannya malah lebih besar, makanya diarahkan pakai jalur cepat ini,” tuturnya.
Sertifikat Asal Jadi, Nyawa pun Melayang
Mudahnya memperoleh sertifikat ahli K3 memicu banyaknya kasus kecelakaan kerja yang terjadi di Lampung khususnya.
Masih kuat dalam ingatan ketika Juli 2023 lalu, tujuh pekerja konstruksi pembangunan gedung salah satu sekolah swasta di Bandarlampung yang tewas akibat terjatuh dari lift yang salah satu penyebab utamanya adalah karena faktor kelalaian.
Hasil penyelidikan Disnaker Lampung mengungkap adanya kelalaian dan minimnya pengawasan dalam hal standarisasi kesehatan dan keselamatan kerja pada proyek konstruksi yang dilakukan di lantai 5 sekolah swasta tersebut.
Belakangan, ada informasi pengawas pekerjaan juga tak memiliki pemahaman yang memadai tentang pengawasan keselamatan pekerja meskipun sudah memiliki sertifikat ahli K3.
Pada Juli 2024 lalu, seorang pelajar SMK di Bandarlampung terjatuh dari ketinggian lebih dari 15 meter, saat tengah memperbaiki lampu jalan di flyover Kali Balok, Kedamaian. Ia diduga tak mengenakan helm dan sabuk pengaman, sehingga harus menjalani operasi tangan dan kaki.
Selanjutnya, Februari 2025, seorang pekerja di PT Minggok Indonesia yang ada di Lampung Tengah, tewas setelah tubuhnya masuk ke dalam mesin penghancur kayu
Kemudian, April 2025, Suhendar, pekerja salah satu perusahaan di Lampung Selatan tewas akibat terjatuh dari ketinggian di salah satu bangunan tempatnya bekerja.
Berbagai kasus kecelakaan kerja itu, menambah daftar panjang angka kasus kecelakaan kerja di Lampung, yang angkanya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Tahun 2024 lalu, kasus kecelakaan kerja yang terjadi di Lampung, mengacu pada Satu Data Kemnaker tercatat sebanyak 3.766 kasus yang korbannya didominasi sebagai pekerja penerima upah.
Angka ini melonjak tajam jika dibandingkan pada tahun 2023 yang kasus kecelakaan kerjanya ada sebanyak 3.307 kasus, atau meningkat sebanyak 459 kasus.
Dari data itu, Kemnaker menyebut salah satu faktor pemicunya adalah kelalaian kerja, dalam hal pengabaian perangkat keselamatan kerja.
Fungsi pengawasan K3 yang seharusnya dilakukan oleh tenaga ahli yang sudah berbekal sertifikat ahli K3 juga tak berjalan, indikasi ini makin menguatkan bahwa kebanyakan pemegang sertifikat ahli K3 tak memahami prinsip-prinsip utama keselamatan kerja.
Siasat Noel Bermain di Sertifikasi K3
Sejatinya, regulasi tentang K3 sudah dirancang secara komprehensif, namun prakteknya di lapangan masih jauh panggang dari api hingga bahkan di korupsi melalui tindakan pemerasan seperti yang dilakukan oleh eks Wamenaker Emanuel Ebenezer.
Hasil penyelidikan KPK menyebut Noel diduga memeras perusahaan dalam pengurusan sertifikasi K3.
Rupanya, Noel memanfaatkan rendahnya kesadaran terhadap K3 yang dilakukan oleh banyak perusahaan termasuk para pekerjanya.
Padahal, pelaksanaan K3 sudah tegas diatur oleh setidaknya 4 regulasi utama, yakni; Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja; Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 1996 Tentang Sistem Manajemen K3; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja; dan OHSAS 18001 sebagai standar internasional untuk penerapan Sistem manajemen K3.
Data dari Indonesia Safety Center menyebut banyak hal yang menjadi penyebab rendahnya kesadaran perusahaan untuk menerapkan standar K3 meski resikonya adalah nyawa para pekerja sebagai taruhannya.
Dalih keberadaan operator-operator K3 ini yang kemudian disiasati oleh Noel dan tersangka lainnya untuk memeras perusahaan, karena pada celah ini, perusahaan memang dianggap lalai dan memandang peran dan keberadaan operator K3 hanya sekedar memenuhi formalitas regulasi atau bahkan menjadi beban finansial buat perusahaan.
Diketahui banyak pelaku usaha termasuk sektor UMKM yang tak memahami kewajiban standar keselamatan kerja.
Padahal, penerapan K3 menjadi hak paling dasar bagi pekerja sebagai perlindungan sekaligus menjaga dan mencegah kecelakaan dan insiden kerja yang juga punya kontribusi yang besar terhadap produktivitas pekerja.
Melihat celah kelemahan perusahaan ini yang kemudian disiasati oleh Noel untuk memeras perusahaan-perusahaan maupun individu-individu pekerja dalam proses pengurusan sertifikasi K3, yang uangnya masuk ke kantong pribadi.
Sedangkan, penerapan K3 di perusahaan-perusahaan yang menjadi korban pemerasan pada akhirnya hanya formalitas semata, sertifikasi K3 tak ubahnya barang yang ditebus tanpa uji keahlian yang serius oleh Kemnaker.
Sertifikasi yang seharusnya berfungsi sebagai pendukung keselamatan pekerja pada akhirnya hanya dijadikan lahan untuk memeras perusahaan sementara implementasinya sama sekali nihil.
Sama halnya di Lampung, sebagian besar perusahaan masih rendah kesadaran K3 untuk pekerjanya, Aditya misalnya, terpaksa membuat sertifikat ahli K3 setelah pabrik tempatnya bekerja mendapat teguran dari Dinas Tenaga Kerja, mirisnya perusahaan sama sekali tak meng-cover biaya pembuatan sertifikat tersebut, karena perusahaannya menilai bahwa sertifikat K3 menjadi prasyarat mutlak bagi calon pekerja saat pertama kali mendaftar kerja, meski sepanjang pengetahuannya, sejak pertama mendaftar di perusahaan itu, tak ada ketentuan syarat yang mewajibkan dirinya memiliki sertifikat ahli K3.
“Waktu ngelamar, nggak ada syarat harus ada sertifikat K3, tapi setelah ditegur disnaker, saya dipaksa membuat sertifikat K3 sendiri, tanpa bantuan biaya dari perusahaan,” papar Aditya.
Sertifikat K3 yang Tak Diiringi dengan Keahlian Sesungguhnya
Pengamat K3 sekaligus ahli Fire and Safety Engineer, Ranggie Ragatha menyebut pembuatan sertifikasi ahli K3 saat ini bergeser jauh dibanding ketika ia mengikuti proses sertifikasi ini tahun 2009 lalu.
Di tahun itu, untuk memperoleh selembar sertifikat, banyak syarat yang dibebankan kepada calon penerima sertifikat, mulai dari syarat administratif hingga riwayat pengalaman kerja di bidang safety minimal 2 tahun penempatan.
Ia juga diwajibkan melakukan kursus selama 180 jam, melakukan kunjungan lapangan untuk melakukan Job Safety Analysis (JSA) hingga ujian negara,”jika tak lulus, ya harus mulai dari awal lagi,” tuturnya.
Sementara sekarang, ia melihat untuk mendapat sertifikat ahli K3, terasa begitu mudah, prosesnya bahkan bisa dilakukan secara online melalui pertemuan virtual yang bisa dihitung dengan jari dan kemudian terbitlah sertifikat.
Proses instan ini yang kemudian dinilainya menjadi pemicu banyaknya kecelakaan kerja akibat banyak operator K3 di tiap perusahaan yang tak memiliki kompetensi dan pemahaman yang mendalam tentang keselamatan kerja.
Ia bahkan pernah menemukan operator K3 yang belum pernah sekalipun memiliki pengalaman bekerja di bidang safety management, namun sudah memiliki sertifikasi ahli K3, meski kenyataannya tak memahami konsep safety management yang menjadi konsentrasi kerjanya.
”Saya selalu mengkritik ke pengambil kebijakan tentang ini, tapi tak pernah digubris. Jika, kemudian kasus pemerasan sertifikasi K3 ini akhirnya terbongkar, maka ini memang sudah selayaknya dilakukan”.
..
Suatu waktu, dalam sebuah siniar, Noel pernah sesumbar tentang wacana hukuman mati bagi pejabat korup, bahkan di akun X miliknya, ia juga menandatangani pakta integritas sebagai komitmennya untuk di hukum mati jika melakukan korupsi.
Sekarang, dengan tangan terborgol dan rompi oranye, Noel mengemis meminta amnesti. Masih pula dihembuskan narasi tentang keberadaan ‘Sultan Kemnaker’, bawahan Noel di Kementerian Tenaga Kerja yang diduga mengatur segala bentuk transaksi pemerasan yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun.