Ada lebih dari 10 ribu jumlah penderita HIV/AIDS di Lampung, Kota Bandarlampung menjadi daerah dengan pengidap terbanyak, alarm serius buat pemerintah.
(Lontar.co): Hari itu, seperti biasa, setiap bulannya, A datang ke salah satu puskesmas di daerah pesisir Bandarlampung. Ia datang untuk mengambil obat Antiretroviral (ARV), untuk stok selama sebulan.
Pengecekan standar juga dilakukan, A tetap sehat, fisiknya bugar, aktivitas perempuan 35 tahun ini juga biasa, ia bahkan tak terlihat seperti penderita HIV/AIDS. Tapi memang, ia membatasi sosialisasi, terhitung sejak dua tahun lalu, setelah dinyatakan positif ODHA, setelah tertular dari almarhum suaminya.
Sehari-hari, dari rumahnya di sebuah gang yang berjarak kurang dari 100 meter dari bibir pantai di daerah Panjang, A berjualan makanan secara online dengan memanfaatkan aplikasi pesan makanan instan, dagangannya lumayan ramai, itu pula yang ia jadikan sumber penghasilan, selain masih mendapat bantuan dari mertuanya.
Ia sengaja datang pagi, ke puskesmas, agar setelahnya, ia bisa melanjutkan berjualan sembari merawat seorang anaknya yang masih berusia 1 tahun.
A bersyukur, sejak rutin mengonsumsi dan melakukan terapi ARV jauh sebelum hamil, anaknya tak tertular penyakit yang ia derita.
Interaksinya dengan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya terbilang minim, apalagi setelah suaminya tiada, tapi dengan komunitas sesama ODHA, A adalah salah satu yang paling aktif menekankan para penderita lainnya untuk terus bertahan hidup dengan Antiretroviral itu.
A adalah satu dari ribuan orang dengan HIV/AIDS yang jumlahnya terus bertambah di Lampung.
Data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung memperkirakan bahwa ada sekitar 10.093 orang di Provinsi Lampung yang diestimasikan terjangkit penyakit HIV/AIDS.
Dari jumlah itu, yang teridentifikasi hanya sekitar 6.570 orang, salah satunya A.Â
Ia teridentifikasi dan di data sejak dua tahun lalu, khususnya sebagai penerima obat Antiretroviral gratis. A butuh obat itu, agar ia tetap bisa bertahan hidup.
Dalam kondisi ini, sebanyak 3.523 suspek penderita HIV/AIDS yang tak teridentifikasi secara langsung oleh Dinas Kesehatan Lampung, makin membuat penyebaran HIV/AIDS di Lampung terasa begitu mengkhawatirkan.
Karena, orang dengan HIV/AIDS (ODHA) menjadi pembawa (carrier) virus HIV yang menularkan ke lebih banyak orang lagi.
Dan, dari 15 kabupaten/kota yang ada di Lampung, Kota Bandarlampung menjadi daerah dengan dengan temuan kasus HIV/AIDS tertinggi, dengan jumlah penderita sebanyak 1.323 orang yang terdata terus mendapatkan bantuan obat Antiretroviral yang disalurkan hingga ke puskesmas-puskesmas itu.
Dinkes Lampung juga mengestimasi, kemungkinan jumlah penderita HIV/AIDS di Bandarlampung angkanya masih lebih besar lagi, karena tahun 2024 lalu saja, kembali ditemukan kasus HIV/AIDS baru sebanyak 291 kasus, yang 42 penderitanya adalah perempuan.
Yang memprihatinkan, data Wahana Cita Indonesia (WCI) sebagai organisasi nirlaba yang mengadvokasi para penderita HIV/AIDS, menyebut ada sebanyak 2.900 anak-anak di Lampung yang dinyatakan terinfeksi HIV/AIDS pada tahun 2022.
Tahun lalu, Advocacy Officer Wahana Cita Indonesia (WCI), Rahmat Cahaya Aji menyebut Lampung berada di peringkat ke 13 sebagai provinsi dengan jumlah kasus HIV/AIDS terbanyak di Indonesia, padahal tahun sebelumnya, Lampung masih berada di urutan ke 21.
Kondisi ini menandakan, bahwa kasus HIV/AIDS di Lampung bukan perkara remeh yang harus dibiarkan begitu saja.
“Ini menunjukkan jika kasus HIV/AIDS di Lampung terus meningkat setiap tahunnya. Ini terjadi karena masih minimnya upaya advokasi dalam menekan laju penularan HIV/AIDS,” kata Rahmat Cahaya Aji seperti dikutip dari Antara.
Tak hanya itu saja, angka penderita HIV/AIDS yang dimiliki Wahana Cita Indonesia (WCI) terhadap jumlah ODHA di Bandarlampung juga jauh berbeda, Aji menyebut ada sebanyak 3 ribu orang penderita HIV/AIDS di Bandarlampung yang menjadikannya daerah dengan jumlah penderita HIV/AIDS tertinggi di Lampung. Dari jumlah itu, hanya sebanyak 1.287 penderita saja yang konsisten melakukan pengobatan secara berkesinambungan.
Selain Bandarlampung, empat kabupaten lain, yakni; Lampung Selatan, Lampung Timur, Lampung Tengah dan Lampung Utara teridentifikasi penambahan jumlah penderita HIV/AIDS baru.
Di Lampung Selatan misalnya, di tahun 2024, ditemukan 31 kasus HIV/AIDS baru, kemudian di Lampung Timur ditemukan 22 kasus baru, sedangkan Lamteng dan Lampura, ditemukan 5 dan 4 kasus baru.
Rahmat Aji tak melihat tingginya penyebaran kasus HIV/AIDS melulu disebabkan oleh pekerja seks perempuan sebagai carriernya, karena kenyataannya hasil temuan Wahana Cita Indonesia, persebaran kasus HIV/AIDS yang berasal dari pekerja seks justru kurang dari 1 persen kasusnya.
Sebaliknya, ibu rumah tangga justru menjadi kelompok yang paling rentan terinfeksi HIV/AIDS. Metode penularan yang sering terjadi justru dibawa oleh suami.
Yang parah, ada kecenderungan orientasi seksual lain, bukan hanya kepada sesama jenis tapi juga ke lain jenis, atau yang lebih dikenal dengan lelaki seks dengan lelaki lain (LSL). Kelompok ini, menjadi carrier virus HIV/AIDS yang paling banyak terjadi.
Pada kasus HIV/AIDS yang dialami A, suaminya diidentifikasi memiliki kelainan seksual yang mengarah pada LSL.
Selain itu, pergaulan bebas yang dilakukan anak-anak di bawah umur juga menjadi penyumbang yang tak kalah kecil dalam penyebaran HIV/AIDS di Lampung.
Rahmat Aji menyebut, ia saat ini membina penderita HIV/AIDS yang masih berumur 15 tahun. Anak ini, diketahui terinfeksi HIV/AIDS justru karena pergaulan bebas yang ia lakukan.
“Gaya berpacaran anak-anak saat ini sudah sebegitu bebasnya dan tak lagi mengenal batas. Berhubungan layaknya suami istri sudah menjadi bagian dari gaya berpacaran mereka,” jelasnya.
Ia juga khawatir, selama ini isu HIV/AIDS terkesan tak lagi menjadi kekhawatiran buat banyak orang, apalagi orang tua, padahal tingginya jumlah penderita HIV/AIDS di Lampung seharusnya menjadi perhatian serius tak hanya bagi orang tua tapi juga pemerintah.