Geliat Pramuka Indonesia tak Terlihat (Lagi) di Kancah Dunia

0 Comments
Pramuka Indonesia perlu muncul ke tataran global. (Ilustrasi: Lontar.co)

Geliat Pramuka Indonesia tak Terlihat (Lagi) di Kancah Dunia

0 Comments

Pramuka Indonesia punya reputasi cemerlang di kancah internasional. Kapan itu? dulu, sudah lama berlalu. Lantas sekarang? Entahlah. Bagaimana mau menunjukkan kiprah, kalau enggan ‘bersilaturahmi’ dengan kepanduan dunia.

(Lontar.co): Dulu, kisaran 1967, Pramuka Indonesia mengutus Priyo Mustiko untuk mengikuti Jambore Dunia Pramuka di Idaho, Amerika Serikat. Saat itu ada banyak keterbatasan, tapi kepanduan negara yang masih seumur jagung ini, tetap tampil percaya diri.

Hasilnya? “Kita mendapat apresiasi dari ribuan peserta. Sebagai pertanda Gerakan Indonesia bergabung kembali dalam World Organization of the Scout Movement (WOSM),” kenang Priyo, melalui siaran pers yang diterima Lontar.co, Jumat (25/7/2025).

Mari mundur sejenak untuk menengok langkah awal Gerakan Pramuka di Indonesia. Langkah itu dimulai pada 14 Agustus 1961. Sebagai penandanya, Presiden Soekarno menggelar upacara besar di halaman Istana Negara.

Secara simbolis, Sang Proklamator menyerahkan Panji Gerakan Pramuka kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka periode pertama. Sejak itu mengenakan baju kepanduan menjadi hal membanggakan bagi anak bangsa.

Priyo mengingatkan, Bapak Pramuka “Kak Sri Sultan Hamengkubuwono IX” pernah bilang, pramuka Indonesia harus berpartisipasi di dunia internasional. Dan, pada periode tertentu, amanah tersebut benar-benar diejawantahkan.

Pada 23 Oktober 2011, misalnya, pramuka Indonesia berhasil menorehkan rekor baru dunia. Mereka mampu mengangkat bendera merah putih berukuran 25×40 meter yang berada di kedalaman laut 5 meter. Pantai Pasir Putih, Situbondo, Jawa Timur, menjadi saksinya.

Pramuka Indonesia diganjar penghargaan human achievement ketika itu. Karena dianggap telah memperlihatkan perjuangan keras manusia untuk menciptakan sesuatu.

Setahun berselang, pramuka Indonesia kembali “dikalungkan” penghargaan. Kali ini bertajuk Messengers of Peace Hero. Sebuah apresiasi yang digagas Raja Abdullah bin Abdul Aziz (Arab Saudi) dan Raja Carl GUstav XVI (Swedia).

BACA JUGA  Singkong dan Negara yang Dibuat Tak Berdaya Menghadapi Korporasi

Penghargaan tersebut ditujukan kepada generasi muda pramuka dan non-pramuka yang mempelopori program sosial yang berdampak besar dalam upaya menciptakan dunia lebih baik.

Tak cukup sekali, pramuka Indonesia seakan telah menjadi langganan menerima penghargaan Messengers of Peace Hero. Bila membuka catatan maka penghargaan serupa kembali diperoleh pada tahun 2013, 2016, 2017, dan 2021.

Prestasi yang dibukukan beragam. Mulai dari bidang literasi, budaya damai, hingga kesehatan.

Sedangkan bila mundur ke tahun 2010, pramuka Indonesia pernah tercatat dalam World Organization of Scout Movement (WOSM) sebagai gerakan kepanduan yang memiliki anggota terbanyak di dunia. Tak kurang dari 17 juta.

Jumlah sebesar itu bisa terwujud lantaran pemerintah menjadikan gerakan pramuka sebagai kegiatan wajib di seantero sekolah. Sungguh sebuah gerakan masif dan terstruktur.

Kebijakan Kwarnas Jadi Sorotan

Sayangnya, semua pencapaian yang diuraikan pada bagian awal tulisan ini, sekarang tinggal kenangan. Tahun-tahun belakangan nyaris sepi kiprah pramuka Indonesia di kancah internasional.

Kalau diingat, kepanduan di Indonesia mengusung slogan “Satyaku Kudarmakan, Darmaku Kubaktikan”. Artinya begitu mendalam, “Janjiku kuserahkan untuk dharma, dharmaku kuserahkan untuk bakti”. Tak heran bila dalam setiap gerak langkah, anggota selalu mengamalkan kode kehormatan Pramuka. 

Nilai-nilai kepramukaan masih relevan dalam membentuk karakter generasi muda. (Ilustrasi: Lontar.co)

Tapi bagaimana mau menunjukkan kehormatan itu ke seluruh mata dunia, kalau tak ada upaya untuk tampil di panggung global.

Tak berlebihan jika kerap terbetik penilaian yang menyebut pramuka di Indonesia berjalan di tempat, untuk tidak menyebut sedang mengalami kemunduran.

Menurut Priyo, yang kini sebagai anggota Majelis Pembimbing Daerah Kwarda Pramuka Yogyakarta, salah satu penyebab kemunduran tersebut karena adanya kekeliruan penafsiran.

Priyo menyodorkan contoh konkrit. Sejak 25 Juli hingga 3 Agustus mendatang sedang berlangsung Perkemahan World Scout Moot ke-16 di Portugal. Pramuka Indonesia tidak mengirimkan kontingen. Padahal, tidak kurang 9 ribu pramuka penegak dan pandega dari 117 negara hadir ke negara asal pesepak bola Ronaldo itu.

BACA JUGA  Perhutanan Sosial Bukan cuma Soal Lahan Garapan dan Pendanaan Tapi juga Rasa Aman

Alasannya, karena pimpinan Kwarnas tidak memberikan izin. Diketahui, sebelumnya muncul surat dari Kwarnas bernomor 0069-00-j yang ditandatangani Sekjen Kwarnas Mayjen TNI (Purn) Bachtiar. Melalui surat itu dijelaskan alasan tidak diberangkatkannya utusan pramuka Indonesia ke perkemahan di Portugal.

“Sesuai arahan Majelis Pembimbing Nasional (Mabinas) tentang penundaan giat ke luar negeri, maka Pimpinan Kwarnas memutuskan untuk tidak mengirimkan kontingen ke-16th World Scout Moot 2025, Portugal,”begitu bunyi suratnya.

Untuk diketahui, Ketua Mabinas Pramuka saat ini adalah Presiden RI Prabowo Subianto.

Menurut Priyo, pimpinan Kwarnas telah salah besar dalam menginterpretasikan arahan Ketua Mabinas Pramuka. “Ini sungguh langkah mundur. Tak sejalan dengan amanah Ketua Kwarnas pertama, Kak Sri Sultan Hamengkubuwono IX,” katanya.

Tak pelak, keputusan membatalkan keberangkan ke Portugal, membikin kecewa banyak pihak. Setidaknya ada 26 peserta dari Kwarda Aceh, Jawa Tengah dan Jawa Barat yang gigit jari.

Padahal mereka telah menyiapkan segala sesuatunya. Mulai dari tahapan seleksi di tingkat kecamatan hingga provinsi. Bahkan termasuk upaya menggalang dana pemberangkatan Rp60 juta per orang yang mesti ditanggung masing-masing Kwarda. Sebab memang tidak ada alokasi anggaran baik dari Kwarnas maupun APBN.

Benar, uang yang telah disetorkan ke pusat akan dikembalikan Kwarnas pada ketiga Kwarda terkait. Namun Priyo menilai, tidak ikut sertanya pramuka Indonesia ke World Scout Moot tetap sebagai sebuah kekeliruan.

Himbauan WOSM untuk Pramuka Indonesia

Deret kekecewaan Priyo semakin panjang. Bukan hanya absen di perkemahan Portugal. Pramuka Indonesia juga terancam tidak ikut serta pada Jambore Asia Pasifik yang akan diadakan pada Desember 2025 di Filipina.

BACA JUGA  Kepala Daerah Keranjingan Takedown Berita?

Meski pendaftaran kegiatan akan ditutup akhir Juli ini, sambung Priyo, namun hingga sekarang belum ada tanda-tanda Kwarnas akan mengeluarkan edaran kegiatannya.

Aktivitas kepanduan dianggap menjadi salah satu jawaban mengasah keterampilan pelajar. (Ilustrasi: Lontar.co)

Demikian pula dengan kegiatan Konferensi Pramuka Asia Pasifik yang akan dihelat di Taiwan pada Oktober 2025. “Sampai sekarang Pimpinan Kwarnas juga belum mendaftarkan keikutsertaan delegasi Indonesia,” jelasnya.

Sesungguhnya, 1 Juli kemarin, ketua Kwarnas mengundang ketua Kwarda seluruh Indonesia untuk Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) di sebuah hotel di Jakarta. Mereka membahas beberapa hal.

Salah satu kesepakatan menyebutkan, Kwarda mendukung kebijakan Kwarnas. Termasuk kebijakan untuk menyeleksi dan memberlakukan pembatasan pengiriman kontingen Indonesia pada kegiatan kepramukaan internasional.

Selain pembatasan yang terkait efisiensi, pimpinan Kwarnas juga sedang dihadapkan pada persoalan cukup pelik. Informasi menyebutkan, pekan lalu, Sekretaris Jenderal WOSM David Berg dan Direktur Eksekutif Biro Pramuka Regional Asia Pasifik Jose Rizal C. Pangilinan bertemu pimpinan Kwarnas di Jakarta.

Utusan itu mengingatkan bahwa Gerakan Pramuka memiliki tunggakan iuran WOSM. Nilainya sekitar 800 ribu dollar Amerika. Mereka pun menghimbau agar Kwarnas mengirimkan kontingen Indonesia untuk mengikuti Jambore dan Konferensi Pramuka Asia Pasifik tahun ini.

Menyikapi situasi yang berkembang, Koordinator Gemma Pramuka (Gerakan Menegakkan Satya dan Darma Pramuka) Djatmiko Rasmin, menyayangkan sikap pasif dan “yes man” pimpinan Kwarda di dalam Rakorsus.

Menurutnya, seharusnya ada upaya dari para pimpinan Kwarda untuk membela adik-adik pramuka yang memiliki hak mengikuti kegiatan internasional sebagai bagian dari proses pendidikan.

“Kakak pimpinan Kwarda semestinya kritis terhadap blunder kebijakan Kwarnas ini. Kepada Bapak Presiden Prabowo, selaku Ketua Mabinas Pramuka, kami mohon meluruskan kesalahan yang dilakukan ketua Kwarnas,” kata Djatmiko, jurnalis yang merupakan mantan pengurus Kwarda DKI Jakarta ini. (*)

 

 

Further reading