bank plecit

Cerita Pekerja dan Nasabah Bank Plecit hingga Koperasi Keliling

0 Comments

Cerita Pekerja dan Nasabah Bank Plecit hingga Koperasi Keliling

0 Comments

Menjadi tukang tagih di bank emok, bukanlah pilihan. Mereka di tekan dari dua sisi, dari kantor hingga nasabah, beberapa bahkan merenggut nyawa. Tapi, tak sedikit pula yang bersikap arogan.

(Lontar.co): Sudah hampir dua jam, Rani duduk gelisah di gardu ronda yang berhadapan langsung dengan rumah nasabahnya di sebuah komplek perumahan subsidi di daerah Campang Raya, Sukabumi, padahal hari sudah semakin malam, tapi sejak sore, pintu rumah nasabahnya itu tak kunjung dibuka. Ia benar-benar cemas.

Ia sudah pula melaporkan ke kantornya perihal ini, tapi tak ada respon. Ia tetap diminta menunggu, sampai bertemu nasabah dan membayar cicilan hutangnya.

Berkali-kali pesan whatsapp yang ia kirim ke nasabahnya itu pun tak berbalas, meski dibaca. Sampai kemudian, dari arah samping rumah nasabahnya itu, ia mendengar suara daun pintu yang dibuka dengan keras, tak lama, seorang pria paruh baya berlari memburu ke arahnya dengan pisau terhunus, Rani spontan lari, meninggalkan motornya dan melapor ke ketua rukun tetangga di sana.

Tiga tahun bekerja sebagai kolektor di PNM Mekaar membuat Fitri hapal benar tipikal tiap nasabahnya.

Saling berbantah-bantahan dengan nasabah hingga pernah dilempar dengan piring plastik oleh nasabahnya, adalah pengalaman yang mengiringinya.

Tapi, ia tak pernah bergeming dengan berbagai tingkah nasabah itu semua, yang ada dipikirannya hanya angsuran yang wajib dibayar dan harus disetor hari itu juga.

Ia pernah, meski dengan dahi yang membiru akibat dilempar piring, tapi ia tetap tak beranjak dari tempatnya berdiri, sembari terus memaksa nasabahnya membayar angsuran.

Berbagai kekerasan dari verbal hingga fisik, sudah kenyang ia terima, tapi selamanya ia tak hendak memperpanjang kasus penganiayaan yang ia alami, apalagi sampai melapor ke polisi, karena tunggakan hutang nasabah yang tak dibayar justru lebih beresiko ketimbang nasibnya.

BACA JUGA  ‘Tetap Jadi Onghokham’, Sejarawan yang Ditulis oleh Sejarahnya Sendiri

“Kalau (nasabahnya) dilaporin, masuk penjara, malah nggak bisa bayar utangnya,” kata Fitri.

….

Menjadi karyawan bank keliling, koperasi simpan pinjam hingga PNM Mekaar bukanlah pekerjaan yang mudah.

Setiap hari, mereka harus menghadapi berbagai tantangan yang menuntut ketahanan fisik dan mental yang luar biasa, tak jarang nyawa kerap kali jadi taruhan.

Tapi, karena peluang kerja yang sempit, memaksa mereka akhirnya memilih pekerjaan beresiko tinggi ini.

Tak ada kualifikasi khusus bekerja menjadi karyawan bank keliling ini, bahkan iming-iming gajinya juga tinggi. Tapi, PNM Mekaar hanya mensyaratkan pekerjanya adalah perempuan.

Hal ini pula yang membuat pekerja di PNM Mekaar rentan mengalami kekerasan verbal maupun fisik saat melakukan penagihan, seperti yang dialami Fitri maupun Rani.

Mereka sebenarnya, tak kuat menjalani profesi ini, hanya saja keadaan memaksa mereka memilih pekerjaan ini.

Rani misalnya, sarjana ekonomi dari Unila ini, sudah hampir dua tahun menganggur, meski sudah melamar kemana-mana, termasuk mengikuti seleksi CPNS, tapi selalu gagal.“Mau nggak mau, kerja di sini,” ujarnya.

Awalnya, ia mengira bekerja sebagai account officer tak punya resiko, tapi, selain kerap kali bersinggungan dengan keselamatan dirinya, jam kerjanya bahkan melebihi standar ideal,”pernah berangkat pagi, pulangnya sampe tengah malam, cuma buat nagih satu orang aja,” akunya.

Tak hanya itu, ia bukan hanya pernah dikejar suami nasabahnya dengan senjata tajam saja, tapi bahkan pernah mendapat kekerasan fisik hingga harus bermalam di teras rumah nasabahnya.

Tuntutan pekerjaan memaksanya harus seperti itu, karena kantornya hanya tahu target tagihan harus terpenuhi di hari itu juga, jika tidak, maka gajinya akan dipotong untuk menutup hutang angsuran nasabah.

BACA JUGA  Cerita Bingkai pada Visi Andrew Scott

Selama lebih dari satu tahun bekerja sebagai tenaga pemasaran sekaligus penagih pinjaman, ia tak pernah merasakan sekalipun gajinya dibayar penuh,”(gaji) sering dipotong buat nalangin angsuran nasabah”.

Seperti halnya Rani, Fitri juga mengaku demikian, ibu satu anak ini, tiap harinya ditarget melakukan penagihan minimal di tujuh nasabah, selain itu ia juga wajib mencari nasabah baru.

Keadaan ini, membuatnya terjepit. Banyak calon nasabah yang menurutnya secara ekonomi tak layak untuk mendapatkan pinjaman, tapi karena ada tuntutan target untuk mencari nasabah baru, mau tak mau, pinjaman tetap ia setujui, tak jarang pula ia kerap membujuk calon-calon nasabah baru.

Tak hanya kekerasan fisik yang kerap kali dialami para pekerja di sektor ini, resiko kehilangan nyawa pun kerap kali mengintai mereka, seperti yang dialami oleh Pandra Apriliandi, yang sempat dilaporkan hilang oleh keluarganya, ditemukan tewas terapung di sungai.

Belakangan, terungkap Pandra dibunuh oleh nasabahnya sendiri, saat menagih angsuran ke pelaku.
Pandra dinyatakan hilang oleh pihak keluarga sejak Minggu (27/7/2025) malam.

Keluarganya kemudian berinisiatif melapor ke Polsek Natar, dalam laporan itu, pihak keluarga meyakini bahwa Pandra diduga dibunuh oleh nasabahnya, karena sebelum korban hilang, ia diketahui bertemu dengan nasabahnya yang sempat menghubunginya untuk membayar angsuran hutangnya.

Dua tahun sebelumnya, seorang karyawan koperasi keliling di Lampung Timur juga tewas ditembak dari jarak dekat.

Korban Feri Ardiansyah (29) warga Desa Margasari, Labuhanmaringgai, saat kejadian sedang bersama sejumlah temannya.

Tapi, tak selamanya, para pekerja di bank emok, PNM Mekaar maupun koperasi simpan pinjam dalam posisi tersudut. Dalam beberapa kasus, ada pula, para pekerja ini yang justru bertindak arogan hingga mengintimidasi nasabahnya.

BACA JUGA  Nyala Api Biogas di Desa Rejobasuki, Dari Kotoran untuk Masa Depan

Seperti dua tahun lalu, empat debt collector koperasi simpan pinjam di Lampung Tengah, diamankan aparat Polres Lampung Tengah setelah melakukan penganiayaan hingga menodongkan senjata tajam ke nasabahnya, hanya karena telat membayar angsuran.

Keempat pelaku debt collector bank plecit yang diamankan Polres Lampung Tengah berinisial HD, NV alias Aldo, DR alias Wanda, KD alias Baron itu juga sempat melakukan pengeroyokan kepada korban Agus Biyanto.

Di Tanggamus, banyak pelaku UMKM hingga masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah yang terjerat praktik pinjaman bank keliling maupun koperasi simpan pinjam, yang membebankan bunga yang mencekik kepada tiap nasabahnya. Kebanyakan dari mereka umumnya adalah petani hingga pedagang kecil.

Di Bank Emok atau Bank Plecit, umumnya bunga yang diberlakukan bervariasi, tapi punya kecenderungan yang tinggi, mulai dari 20 persen bahkan hingga 50 persen per bulan, yang dihitung dari nilai pinjamannya.

Kemudian, di jasa simpan pinjam berkedok koperasi keliling, beban bunganya bisa jauh lebih tinggi lagi, angkanya bisa hingga 30 persen per hari, selain itu tiap nasabah juga dikenakan biaya administrasi yang dipotong langsung ketika pengajuan pinjaman cair.

Ketiadaan akses di sektor perbankan secara riil termasuk agunan, hingga ekonomi yang sulit seperti saat ini, membuat kebanyakan masyarakat akhirnya memang memilih jalan pintas di praktek-praktek rentenir terselubung ini hingga akhirnya terjerat beban bunga yang besar.

Lucunya, kebanyakan pengajuan pinjaman justru dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan, demi bisa lolos mengajukan pinjaman, mereka berupaya dengan berbagai cara, termasuk berpura-pura memiliki usaha.

Further reading

  • bahan pangan tersandera mbg

    Bahan Pangan yang Tersandera MBG

    Tingginya permintaan harian Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) Makan Bergizi Gratis, memicu naiknya harga bahan pokok di sejumlah pasar. Masyarakat dan pedagang tradisional mengeluh. (Lontar.co): Meski sudah menunggu sejak pagi, Erni hanya mampu membeli sekilo telur dan 5 kilogram beras di pasar murah yang digelar di Kantor Kecamatan Bumi Waras itu. Banyak bahan pokok yang […]
  • Duet Kembar Eva Dwiana & Eka Afriana, Mengapa Begini?

    Kurang murah hati apa warga yang telah memilih kembali Eva Dwiana sebagai Walikota Bandarlampung. Kurang legowo apa publik yang tidak menyoal praktik nepotisme dengan mendudukkan kembarannya, Eka Afriana, sebagai kepala Dinas Pendidikan. (Lontar.co): Tapi untuk timbal balik sekadar menjaga perasaan publik pun kok rasanya enggan. Malah melulu retorika yang disodorkan. Apa pernah Walikota Bandarlampung, Eva […]
  • kopi intan

    Bersama BRI, Kopi Intan Sukses Naik Kelas

    Di bawah binaan BRI, Kopi Intan berhasil menapaki pemasaran kopi Lampung hingga ke berbagai daerah di Indonesia. (Lontar.co): Aroma harum biji-biji kopi yang sudah selesai di roasting itu menguar kemana-mana, asalnya dari arah salah satu rumah di Kampung Empang, Pasir Gintung, Bandar Lampung. Dari dalam rumah sederhana yang terus menebarkan semerbak harum biji kopi itu, […]