kuproy di ikn
Gedung Kemsetneg di IKN dengan latar belakang Istana Kepresidenan. Foto: OIKN

Cerita ‘Kuproy’ Asal Lampung di Proyek IKN

0 Comments

Ada ratusan pekerja asal Lampung yang turut membangun Ibu Kota Nusantara (IKN). Banyak suka duka, mulai dari upah yang telat dibayar hingga rindu keluarga, tapi susahnya mencari pekerjaan di Lampung memaksa mereka tetap bekerja di IKN.

(Lontar.co): Dari layar smartphonenya, mata Surati berkaca-kaca melihat kondisi suaminya Edi Saputra yang kusut masai. Sudah hampir sebulan lebih Edi mengaku kepada Surati tak bisa mandi, karena air bersih sulit didapat.

Jika ada air, harus dijatah, prioritasnya diutamakan untuk para pejabat dan PNS yang mulai bekerja di IKN, sedangkan untuk buruh seperti Edi, harus digilir.

Tapi, dari video call yang selalu mereka lakukan setiap malam, Edi terus menguatkan Surati.

Sudah lebih dari dua tahun Edi bekerja sebagai buruh di IKN. Saat ini, ia dan puluhan pekerja sedang menggarap gedung kantor Kementerian Sekretariat Negara (Kemsetneg).

Bersamanya, ada setidaknya empat orang pekerja asal Lampung yang bekerja di dalam satu segmen proyek yang sama yang dibagi berdasarkan proyek gedung perkantoran yang harus mereka kerjakan, Edi sendiri berasal dari Tanjungbintang, beberapa teman lainnya yang juga asal Lampung, paling banyak berasal dari Lampung Selatan, Tanggamus dan Lampung Timur.

Awalnya, ia direkrut melalui sub kontraktor yang berada di bawah manajemen Wijaya Karya (Wika), tapi setahun kemudian, ia pindah dari sub kontraktor lamanya, ia tak kuat,”bayarannya (gaji) sering telat, sebenarnya dari mandornya yang suka bikin telat, kalau dari perusahaannya mungkin lancar,” ujarnya.

Ia berada di bawah sub kontraktor yang terafilisiasi langsung dengan perusahaan kontraktor BUMN besar, ia merasa nyaman karena upah selalu dibayar tepat waktu, jam kerjanya juga ia anggap sesuai, tugasnya melakukan finishing di semua lantai juga terasa nyaman.

“Alhamdulillah bisa rutin kirim ke orang rumah tepat waktu, kalau dulu sering telat terus, kadang dua bulan sekali baru ngirim”.

Bekerja sebagai buruh kasar dengan upah Rp150 ribu per hari membuat ia harus hidup dengan hemat, tinggal di kawasan Sepaku 4 bersama ribuan pekerja lainnya, Edi bahkan kerap memasak sendiri.

Ia akui, biaya hidup di IKN serba mahal. “Kalau libur hari Minggu, saya sama teman-teman sering masak, biar hemat”.

Selama bertahun-tahun bekerja, ia sudah tiga kali pulang ke Tanjungbintang, tiap kali lebaran Idul Fitri. Ketika itu, semua pekerja dapat cuti lebaran selama 20 hari, semua biaya keberangkatan selama mudik dan balik ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan.

Tahun lalu, ia sempat tak ingin kembali bekerja di IKN, karena jarak yang terlalu jauh, ia juga kerap merindukan anak bungsunya yang masih berumur kurang dari dua tahun, tapi sepinya pekerjaan di kampung membuatnya memilih kembali ke IKN.

BACA JUGA  R.I.P RTH Bandarlampung

“Sempat nggak kepengen balik lagi ke IKN, tapi dipikir-pikir disini kerjaan bangunan susah, akhirnya balik lagi ke sini (IKN),” tuturnya.

Menggantung Nasib di IKN

Bekerja di sektor informal sebagai buruh kasar, Edi bersama lebih dari 143 ribu buruh pekerja yang bekerja di IKN memang sepenuhnya menggantungkan nasib mereka di IKN.

Karenanya, soal gaji memang amat sensitif buat mereka, hal ini karena biaya hidup yang lumayan tinggi di IKN, meski untuk tempat tinggal, mereka ditempatkan di mes-mes khusus para pekerja

Di sini pula, mereka harus bekerja dengan standar kualitas tinggi dan proses inspeksi yang ketat, sebagai konsekuensinya adalah perpanjangan masa kontrak kerja bagi buruh yang dinilai baik.

Itu pula yang membuat Edi bisa lama bertahan dan terus diperpanjang kontraknya hingga kini.

Ia mengakui, tak sedikit pekerja yang kontraknya akhirnya tak diperpanjang, karena kualitas pekerjaan yang dianggap tak memenuhi standar, malas-malasan hingga ada pula yang membuat onar.

Standar Tinggi

Edi juga bercerita, sebagai komplek ibu kota baru, ia mengakui standar kualitas konstruksi bangunan di IKN yang bahkan tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

“Kalau kualitas bangunannya, luar biasa bagus. Gedung-gedung yang dibangun di sini, beda dengan bangunan biasa, setiap hari semua pekerjaan diawasi, diinspeksi istilahnya”.

Beberapa bangunan tertentu termasuk Istana Kepresidenan bahkan merekrut pekerja dengan spesifikasi khusus, selain merujuk pada kualitas, ada pula standar keamanan yang tinggi.

Komplek Istana Negara yang menjadi Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) bersama dengan kantor-kantor kementerian dan lembaga negara, adalah zona prioritas yang amat steril.

Sebagai ‘wajah’ utama dari IKN, Istana Negara memang amat monumental dengan 34 pilar raksasa dipadu dengan marmer kualitas tinggi jenis white tassos di bagian muka istana yang melengkapi warna yang seluruhnya didominasi warna putih terang.

Istana yang dibangun di atas lahan seluas 56 ribu meter ini juga sekaligus kediaman resmi presiden.

Bangunan dengan 3 lantai setinggi 40 meter ini dihubungkan oleh 12 anak tangga yang menjadi akses utama ke selasar istana.

Hal lain yang menurut Edi amat memukau untuk pekerja bangunan seperti dirinya adalah ketebalan dinding Istana Presiden yang berlapis beton dengan tebal lebih dari 20 centimeter, sebagai pelengkap, pintu-pintu dan jendela yang ada istana ini juga dilapisi bahan anti peluru.

BACA JUGA  Jangan Mati Sekarang; Lahan Pemakaman Sudah Habis!

Sebagai zona paling inti dari IKN, Istana Presiden memang dibatasi aksesnya, karenanya setiap sore hari selepas bekerja, Edi dan banyak pekerja lainnya hanya bisa memandangi kemegahan Istana Kepresidenan sekaligus melepas penat dari area Plaza Seremoni dan Taman Kusuma Bangsa.

“Kalau di foto kelihatannya kecil, tapi kalau dilihat dari dekat itu besar banget, megah betul,” akunya.

Yang Kuat Yang Bertahan

Tapi, ia juga mengakui, banyak pekerja termasuk asal Lampung yang tak betah bekerja di IKN, karena lokasi proyek pembangunan yang jauh dari pemukiman penduduk, seperti konsep pembangunan yang didengungkan pemerintah sebelumnya, yang berupaya membangun Ibu Kota Negara sebagai daerah inklusif.

Sebagai perbandingan, jarak antara IKN dengan Pasar Rebo Sukaraja yang masih berada dalam satu wilayah Kecamatan Sepaku, sebagai daerah yang paling dekat dengan IKN saja, jaraknya harus ditempuh sepanjang 12 kilometer.

“Mungkin dibayangannya kerjanya seperti di kota, apa-apa serba mudah. Kita mau ke pasar aja jaraknya bisa 15 menit dari sini, sinyal aja sering susah, makanya banyak yang nggak tahan kerja di sini,” aku Edi.

Sebelumnya, Edi juga begitu, awalnya ia sempat tak tahan dengan udaranya yang panas, apalagi harus tak mandi hingga berminggu-minggu karena kesulitan air, tapi lama kelamaan ia berusaha menyesuaikan keadaan itu.

Datang Bekerja, Betah Kemudian ‘Hilang’

Tahun 2022 lalu, Sri Hartati harus menempuh jarak yang lumayan jauh dari Unit II Tulangbawang ke IKN. Ia mencari suaminya yang ‘hilang’ komunikasi dengannya selama berhari-hari. Saat ke sana, ia membawa seorang anaknya yang masih bayi.

Suaminya, Sukino diakui Sri Hartati bekerja sebagai sopir dump truk di IKN, tapi ia tak terlalu jelas detail pasti lokasi proyek suaminya bekerja di IKN.

Menurut Edi, hal seperti yang dialami Sri Hartati lumrah terjadi di kalangan pekerja, apalagi mencari kerja di IKN sebenarnya tak sulit seiring pembangunan yang masif di IKN.

Kemudahan mencari kerja juga diiringi dengan suasana dan lingkungan kerja yang nyaman sehingga membuat kebanyakan pekerja betah tinggal di sini, hingga kemudian menikah dengan warga sekitar.

“Kalau keluarga yang datang ke sini nyari suaminya itu sudah biasa, apalagi di sini pekerjanya ribuan orang. Kalau dapat tempat kerja yang enak bisa betah, akhirnya menikah dengan orang sini,” jelas Edi.

Beberapa waktu lalu, ramai soal maraknya praktik prostitusi di wilayah Kecamatan Sepaku. Selain itu, petugas Pol-PP di sana juga sempat membongkar sejumlah warung remang-remang dan arena judi sabung ayam di wilayah yang menjadi zona penyangga IKN.

BACA JUGA  Nyala Api Biogas di Desa Rejobasuki, Dari Kotoran untuk Masa Depan

Ada indikasi, para pekerja seks komersial itu memang kebanyakan menyasar para pekerja konstruksi yang ada di IKN.

Soal ini, Edi mengaku tak tahu pasti, meski ia sempat mendengar selentingan itu, kebanyakan pekerja yang tinggal bersamanya adalah pekerja ‘biasa’ yang sudah berusia tua, yang lebih memilih menghabiskan waktunya untuk beristirahat selepas bekerja.

“Sempat denger juga kabar (PSK) itu, tapi saya kurang paham juga, soalnya jangankan mau mikir yang begitu-begituan, pulang kerja saja capeknya minta ampun”.

Sejauh ini, menurut Edi, praktik prostitusi juga sudah begitu tak terdengar lagi, pasca razia besar-besaran yang dilakukan petugas Satuan Pol-PP setempat beberapa waktu lalu.

Soal razia PSK ini juga, Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono saat rapat dengan Komisi II DPR (8/7/2025) lalu juga memastikan bahwa kawasan otorita IKN sudah steril dari semua praktik maksiat termasuk judi sabung ayam, aparat setempat bahkan merobohkan sedikitnya 8 warung remang-remang yang beroperasi di sekitar IKN.

Kesehatan Jiwa Para Pekerja di IKN

Pertengahan tahun lalu, Direktorat Kesehatan Jiwa Kemenkes RI mengungkap dari ratusan ribu pekerja konstruksi di IKN, 31 diantaranya terindikasi mengalami masalah kesehatan jiwa.

Hal ini terungkap setelah Kemenkes melakukan skrining kesehatan jiwa melalui uji kejiwaan dengan metode skoring kuisioner.

Ketua Tim Kerja Pencegahan Kesehatan Jiwa Direktorat Kesehatan Jiwa Kemenkes, dr Yunita Ari Handayani mengungkap dampak psikologis para pekerja konstruksi di IKN sebagai akibat dari beban kerja yang tinggi dan terlalu lama serta jauh dari keluarga.

Edi tak menampik soal potensi tekanan psikologis para pekerja konstruksi di IKN, tapi menurutnya, sebenarnya hal itu seharusnya tak perlu terjadi jika para pekerja tak punya ekspektasi yang tinggi khususnya pada penghasilan yang mereka peroleh.

“Kalau bekerja jauh dari keluarga itu resiko yang harus dihadapi, apalagi sebagai kepala keluarga, kita punya tanggung jawab. Kalau mau jujur, saya juga tidak mau bekerja jauh dari keluarga, tapi inikan soal pilihan, soal tanggung jawab”.

Buat Edi, bekerja di IKN bukan hanya semata mencari nafkah buat keluarga, tapi ada kebanggaan yang ia rasakan, bisa ikut membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai proyek kebanggaan yang pernah ia kerjakan sepanjang hidupnya, terlepas dari banyaknya kontroversi dari IKN itu sendiri.

“Nanti kalau IKN sudah ditempati Pak Presiden, menteri-menteri juga sudah ngantor di sini, saya bakal cerita ke anak saya, kalau bapaknya pernah ikut ngebangun IKN”.

Further reading

  • biogas

    Nyala Api Biogas di Desa Rejobasuki, Dari Kotoran untuk Masa Depan

    Puluhan keluarga di Desa Rejobasuki, Kecamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah, sukses mengembangkan biogas sebagai pengganti gas elpiji, tak hanya untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga tapi juga untuk kelangsungan industri UMKM yang lebih hemat dan ramah lingkungan. (Lontar.co): Pagi-pagi sekali, Suhana sudah menyambangi kandang sapi di belakang rumahnya. Tak lama, ia keluar dari kandang membawa […]
  • sawah hilang akibat penduduk yang tak terbilang

    Sawah Hilang Akibat Penduduk yang Tak Terbilang

    Lahan persawahan di Bandarlampung, Lamsel dan sebagian Pesawaran makin tergerus akibat adanya alih fungsi lahan untuk permukiman. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi hingga arus urbanisasi ke kota yang marak, menjadi penyebabnya. (Lontar.co): Dua backhoe itu bekerja terus dari pagi hingga sore, meratakan sehektar lahan di wilayah Tanjungsenang itu, sejak tiga hari lalu. Rencananya, lahan yang […]
  • Nepal Bukan Kita

    Nepal bukan kita. Kita adalah Indonesia; santun dan beradab. Jauh dari pikiran Nazi (Naziisme). Jijik pada keinginan pembantaian! (Lontar.co): Viral, video-video unjuk rasa besar-besaran di Nepal. Demo yang tak lagi mengetengahkan misi perdamaian, menjelma jadi sungai darah, bantai, dan pengrusakan. Yang dihakimi massa adalah keluarga pejabat. Beginikah cara orang Nepal turun ke jalan? Nepal adalah […]