Bingkai adalah elemen nomor sekian di seni, tak perlu ada bahkan, karena terkadang membatasi. Tapi, Andrew Scot ‘menghancurkan’ perjanjian artistik yang menentukan aturan bingkai sebagai benda saklek, di dunia yang ia sebut sebagai paralel.
(Lontar.co): Gadis kecil itu riang. Mengangkat tangan, meluncur dari patahan bingkai kayu yang ‘rusak’.
Pada lukisan bertajuk “Slide” itu, elemen gambar dan bingkai sama-sama saling hidup, mendukung satu sama lain, sehingga bingkai yang semula terdiri dari empat ruas kayu menjadi tiga setengah, sisanya dipakai meluncur oleh objek itu sendiri. Hidup dan berfungsi semua.
Dalam desain seni warna putih pudar yang cenderung abu-abu, Andrew Scott cenderung berani menampilkan kesungguhan, tak ambigu, tapi langsung bercerita melalui bingkai yang patah, rusak, terbakar, dan sesekali kacanya yang pecah.

Imaji Liar Seorang Andrew Scott
Tak banyak informasi tentang Andrew Scott, ia memposisikan diri sebagai seniman kontemporer dengan membawa misi modern art yang baru dan terbarukan, bahwa seni itu tak terbatas, apalagi hanya sekedar bingkai.
Ia juga melihat ‘sisi lain’ justru dari bingkai itu sendiri. Benda kaku, yang terkadang membatasi imaji liar itu tidak berlaku buat Andrew.
Sebagai seniman kontemporer, Andrew memang menawarkan sesuatu yang lain pada galeri digitalnya untuk dikurasi secara langsung oleh mata visual, konsepnya hanya satu, seninya terletak bukan pada gambarnya, tapi pada bingkai itu sendiri, elemen yang selama ini kerap membatasi, mengganggu, maka sebaiknya dibuat berguna sekaligus olehnya.
Pada lukisan “Stairs”, Andrew juga cerdik membentuk bingkai-bingkai yang seharusnya lurus kaku menjadi anak-anak tangga yang punya elemen penting yang menghidupkan objek lukisan yang biasa, jika seandainya anak tangga itu tak ada, lebih seperti melayang, terasa hambar dan tak bermakna apa-apa.

Karya Eksperimental yang Unthinkfull
Dalam narasinya pada ABC News, Andrew kerap menyebut karyanya biasa saja, yang justru berawal dari proses eksperimental dirinya yang jenuh pada nilai-nilai estetis pada karya lukis yang ‘itu-itu’ saja.
Sementara dalam proses pencariannya, ia melihat begitu banyak elemen yang seharusnya bisa menghidupkan objek itu sendiri. Saat ‘vision’ itu melintas-lintas di pikirannya, Andrew Scott menganggap dirinya sudah terlalu bodoh menafikan banyak instrumen berharga pada sebuah karya seni.
Eksperimennya kemudian diarahkan kepada bingkai dan kacanya, bagaimana benda-benda ini bisa tak sekedar menjadi ‘penjara’ buat sebuah objek tapi justru sebaliknya, menghidupi objek itu sendiri.
Ada proses panjang untuk itu, ia bahkan melepas aliran ekspresi seninya yang monoton, dengan membangun aliran baru sebagai sub kontemporer yang sudah mendaging di goresan kuasnya. Untuk ini, konon ia bahkan harus ‘bermeditasi’ selama berbulan-bulan tanpa karya untuk menggali imaji jauh lebih dalam lagi.
Ia juga secara sadar, bahwa hidup di London yang penuh dengan sisi serba materialistik menuntutnya dalam sebuah konsepsi; karya yang harus bernilai, dalam arti yang sesungguhnya, bukan cuma sekedar ekspresi, bahwa ia butuh hidup, dari konsentrasi yang ia bangun.
Ketika karyanya hadir di ruang visual pragmatis yang bahkan kuratornya tak ia kenal, karya Andrew Scott kala pertama dianggap sebagai aneh, orang-orang kemudian kesulitan membaca jalan pikirannya secara langsung.
Tapi, Andrew Scott tak perduli. Ia terus mengeksplorasi karyanya, yang ia sampaikan secara marathon di banyak platform. Di saat orang-orang di seluruh dunia sedang meraba nilai estetis pada karyanya secara terbata-bata, dan mengeja tiap objek yang sebangun dengan bingkai dan kaca yang rusak, Andrew Scott malah hadir kembali dengan menjejali karya-karyanya yang rumit.
Ia seperti sedang menabur banyak benih, untuk disuburi oleh siapapun penikmat sekaligus yang tak menyukainya. Ia berpandangan, bahwa karya sejatinya memang harus menimbulkan pro dan kontra.

Bingkai dan Objek
Meski pada kebanyakan karyanya, Andrew Scott terus menerus mengeksplorasi eksperimennya pada bingkai, ia telah pula berhasil menjaga konsistensinya, khususnya pada objek yang ia lukis, dengan gambar yang selalu sebangun; anak-anak dan sedikit (sekali) orang dewasa, tapi selalu kukuh dengan warna merah hitam dan ornamen hitam atau putih yang selalu kuat di tiap karya.
Tapi, kekuatannya bukan pada itu, objek adalah material pendukung, dari eksperimen bingkainya yang beragam.
Sampai kemudian, Good Morning America, ABC News menemukan karyanya yang luar biasa itu, dan kemudian mewabah ke seluruh dunia, dan telah dinikmati oleh lebih dari satu miliar orang yang memuji karyanya.
Sebagai penyampai ‘aliran’ baru yang meredefinisi frame sebagai instrumen penting dalam karya yang ia buat, Andrew Scott menarik minat begitu banyak selebritas dunia.
Desainer interior dunia sekaligus pemilik Magnolia, Joanna Gaines mengagumi tiap karya Andrew Scott yang dianggapnya amat luar biasa dan tak pernah terpikirkan sebelumnya.
Ia bahkan secara khusus mengulas karya-karya Andrew Scott dalam Fixer Upper di HGTV, dan mengulas dengan amat detail di majalah miliknya; Magnolia Journal, dan kemudian menyebut Andrew sebagai entitas estetis baru.
Selebritas Kaley Cuoco bahkan secara khusus memesan karya Andrew Scott bertajuk “Unveil” seharga 3 ribu Poundsterling.
Kolaborasinya dengan banyak merek dunia, termasuk dengan Manchester City, memposisikan Andrew Scott sebagai seniman yang berhasil mengeksplorasi karyanya melampaui tiap ruang.
Orang-orang sebagai penikmat, justru tak tertarik dengan objek yang mudah, tapi justru ‘visi’ Andrew Scott yang amat rumit diterjemahkan pada bingkai kayu dan kacanya, objek dalam hal ini justru dibentuk Andrew sebagai penunjang, konsep ini yang kemudian menjadikannya menarik.

Eksplorasi Melalui Banyak Tema
Andrew Scott memang mengeksplorasi begitu banyak tema, meski dalam setiap karyanya ia selalu memaksakan kecenderungan objeknya–sampai dengan saat ini, yang terbatas hanya pada anak-anak, ia banyak bekerja pada mengolah bingkainya; dipecahkan, dibakar atau dihancurkan sekaligus, tapi tetap menyesuaikan kebutuhan unsur ide yang sedang ia kembangkan.
Karenanya, kebanyakan ‘dinding-dinding’ bingkai pada karya Andrew Scott memang tak berbentuk sesuai struktur tradisionalnya, karena Andrew memang sedang berusaha menghancurkan konvensi artistik dengan cara dan versinya.
Dalam hal tema, ia juga bermain dalam eksplorasi yang beragam, ia banyak menonjolkan keinginan-keinginan yang bisa jadi menjadi ekspresi buat dirinya sendiri, tentang kesepian, eskapisme dan rasa keingintahuan akan hal yang lebih luas lagi.

Ilusi Bingkai Melampaui Batasan Antara Realitas dan Imajinasi
Beberapa orang yang awam tentang pandangan Andrew Scott memang kerap menyebutnya dengan gampang; karya pecah bingkai.
Tapi, jika diamati lebih dalam, Andrew Scott memang tengah mengajak para penikmatnya untuk bermain-main pada ilusi bingkai untuk melampaui batasan antara realitas yang diwakili oleh objek dan imajinasi melalui pecah bingkai seperti yang disebut oleh kebanyakan orang.
Karya-karyanya telah pula menginisiasi sekaligus seruan, bahwa seni tak ideal hidup dalam keterbatasan, yang ia ibaratkan seperti bingkai, yang justru harus di rekonstruksi ulang agar tak terkesan jenuh dan membatasi ekspresi.
Karya-karyanya memang melampaui dimensi imajinasi setiap orang, bahwa ada fungsi lain dari bingkai itu sendiri, lebih bermakna bahkan tak hanya sekedar menghentikan karya tapi menerobos ruang karya yang melebihi dimensi itu sendiri.
Ia juga mengaburkan semua batas-batas yang dianggapnya melelahkan, membatasi gerak, untuk menghibur para penikmatnya pada pengalaman-pengalaman viisual yang jauh lebih dinamis sekaligus imersif.
Agar tak terlalu mengaburkan makna sekaligus pesan yang ingin ia sampaikan, Andrew juga membatasi permainan warna, ia hanya hidup dengan dua warna yang tak dominan, lebih ke minimalis dengan pemilihan warna yang selektif dan konsisten agar pesan-pesannya lebih mudah disampaikan meski dengan amat sederhana melalui proses yang luar biasa.
Seni tak begitu saja mengalir pada Andrew Scott, pria misterius yang masih berusia tiga puluhan tahun itu, latarnya bahkan bukan pekerja seni, ia justru pecatan sebuah perusahaan periklanan di London yang terdampak karena pandemi dan tak mampu menggajinya, yang kemudian terinspirasi pada ilustrator jalanan dan kemudian pelan-pelan membangun karya visual dan subversi simbolis pada tiap-tiap karyanya.
Sebagai ‘scientist’ dalam dunia (seni) yang ia yakini paralel, Andrew Scott percaya bahwa semesta ini multiverse, begitu juga dengan karyanya, yang tak terbatas.