Bayi-bayi Negeri yang Dijual ke Luar Negeri

Penduduk Singapura mengincar bayi asal Indonesia setelah pemerintahnya melarang adopsi bayi asal China. Selain itu, pasca Covid-19, pemerintah Singapura juga menggencarkan pertumbuhan penduduk dengan iming-iming insentif yang besar hingga subsidi biaya hidup bagi warganya yang memiliki anak.

(Lontar.co): Al (18) remaja perempuan itu masih ingat betul detail hidung dan mulut bayi perempuan yang ia lahirkan setahun lalu, mungil dan mirip sekali dengannya.

Saat melahirkan, ia berada dalam tekanan,bertaruh nyawa, tak ada pula yang mendampingi. Ia belum menikah. Anak itu hasil hubungan gelap ditempatnya bekerja, di salah satu lokalisasi di ujung Bandarlampung.

Sakit dan lelah luar biasa usai melahirkan, Al masih melihat bayinya yang terus menangis dari ujung matanya, dengan tubuh yang payah, ia tak berdaya. Setelahnya, ‘ibu asuhnya’ membawa anaknya entah kemana.

Belakangan, kasus penjualan itu berhasil diungkap oleh Satreskrim Polresta Bandarlampung, tahun 2024 lalu, tiga muncikari tempat Al bekerja diringkus, karena terlibat dalam sindikat penjualan bayi dengan modus adopsi.

Tapi, kasusnya berhenti hanya di tiga muncikari itu saja, tak diketahui apakah ketiganya terlibat dalam jaringan besar penjualan bayi.

Demikian pula ketika Polda Lampung mengungkap sindikat jual beli janin bayi asal Lampung dan Pandeglang tahun 2016 lalu, kasusnya juga terhenti hanya pada 7 tersangka utama, yang mengaku membeli bayi-bayi itu untuk ritual pesugihan. Kasusnya dianggap selesai, penyidikan terhenti sampai disitu.

Sindikat Penjualan Bayi Internasional

Sindikat penjualan bayi merentang jauh ke berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Lampung, mereka menyasar perempuan-perempuan yang mau menjual bayi yang mereka kandung dengan bayaran yang mahal bahkan proses persalinannya mereka biayai.

Data Kementerian Sosial, sepanjang tahun 2010-2019 ada sebanyak 102 kasus penjualan bayi di Indonesia.

Sebelum tahun 2020, sindikat ini menjual bayinya ke pasar internasional, utamanya Belanda, dengan modus adopsi, kemudian dijual ke warga Belanda dengan harga mahal.

Tapi, belakangan permintaan bayi mulai melonjak pasca Covid-19, khususnya di Singapura, menyusul gencarnya pemerintah Singapura yang berupaya meningkatkan angka pertumbuhan penduduk, dengan iming-iming insentif yang besar hingga bantuan khusus melalui program SG60, yang sudah digencarkan sejak 2020 hingga peringatan hari jadi negara itu yang ke-60 tahun 2025.

Pemerintah Singapura memang ekstra keras menumbuhkan penduduknya, apalagi pasca Covid-19 angka kelahiran di Singapura terus-menerus mengalami penurunan amat drastis, pada tahun 2023 saja angka kelahiran di negara ini hanya 0,97 persen, angka ini jauh jika dibandingkan angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR) Singapura yang idealnya berada di angka 2,1 persen.

Wabah Covid hingga kecenderungan masyarakatnya yang lebih memikirkan pencapaian ekonomi, membuat penduduknya menganggap melahirkan sebagai hal yang merepotkan.

LGBT Singapura Adopsi Bayi

Sebagai negara sekuler pragmatis pula, banyak penduduk Singapura yang memilih hidup dengan pasangan sejenis (LGBT).

Hasil riset Ipsos menyebut sebanyak 12 persen penduduk Singapura adalah LGBT dari total jumlah penduduk 5,8 juta jiwa, itu yang terdata, angkanya bisa jadi lebih besar.

Meski sempat dilarang, namun banyak ditemukan pasangan LGBT di Singapura yang mengadopsi anak.

Mantan Menteri Pengembangan Sosial dan Keluarga yang juga politisi dari Partai Tindakan Rakyat sebagai partai mayoritas di Singapura, Desmond Lee Ti Seng yang kini menjabat Menteri Pendidikan mempertimbangkan untuk menijau undang-undang praktik adopsi yang mengarah pada legalisasi kelompok LGBT Singapura bisa mengadopsi anak, yang disebut Desmond Lee sebagai upaya keseimbangan.

Banyak Anak, Banyak Insentif

Melihat beberapa gejala ini, pemerintah merumus program insentif yang besar hingga ribuan dollar untuk warganya yang mau memiliki anak, tak cuma satu tapi lebih dari tiga melalui banyak program-program yang bahkan dihitung per anak.

BACA JUGA  Jalan Tol Lampung Makin Sunyi

Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong punya program Large Family Scheme untuk keluarga dengan tiga anak atau lebih, tiap anak juga mendapat tabungan 5 ribu dolar melalui akun tabungan tiap anak di Child Development Account (CDA).

Kemudian, ada pula bantuan 5 ribu dolar di program Large Family MediSave Grant dan bantuan keuangan 11 ribu dolar per tahun selama enam tahun.

Jika diakumulasi, satu orang anak di Singapura bisa dapat bantuan dari pemerintah hingga puluhan ribu dolar tiap tahun.

Tawaran ini yang kemudian direspon penduduknya dengan berupaya ‘menambah’ jumlah anak-anak mereka untuk meng-cover biaya hidup yang tinggi di Singapura, tapi, disisi lain, mereka tak hendak memiliki anak melalui proses kehamilan yang bertele-tele dan merepotkan mereka, opsinya adalah, adopsi.

Sejak itu, permintaan adopsi melonjak tajam, awalnya bayi-bayi asal Indonesia tak dilirik, tapi setelah pemerintah Singapura melarang adopsi bayi-bayi dari China, maka kemudian bayi-bayi asal Indonesia yang diincar.

Bayi Asal Indonesia Best Seller di Singapura

Warga Singapura yang beretnis China memilih bayi asal Indonesia lebih karena faktor kemiripan etnis. Selain itu, harga bayi asal Indonesia juga murah.

Padahal, tahun 2013 lalu, ‘pasaran’ harga bayi asal Indonesia masih amat mahal, sampai 20 ribuan dolar, atau sekitar 160 juta, dengan kurs dolar Singapura terhadap rupiah kala itu.

Tapi, semakin banyaknya sindikat yang bermain di bisnis penjualan bayi ini, membuat harganya terus turun dari tahun ke tahun. Tahun 2024 lalu, salah seorang pelaku sindikat penjualan mengaku bayi asal Indonesia dijual Rp45 juta.

Harga ini, diketahui, tidak termasuk uang jasa agen yang juga bagian dari sindikat yang berada di Singapura, yang diketahui memperoleh komisi 20 persen dari tiap satu orang anak yang dijual.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kepada RRI menyebut praktek jual beli bayi dengan modus adopsi terus meningkat tiap tahunnya, ada ratusan kasus penjualan bayi yang dilaporkan setiap tahun,”ada fluktuasi kasus perdagangan bayi sejak tiga tahun terakhir,” katanya.

Jejak Penjualan Bayi di Indonesia

Pernyataan Ketua KPAI itu sebanding dengan penelusuran data kasus penjualan bayi di Indonesia. Di Yogyakarta, sindikat penjualan bayi bahkan melibatkan dua bidan yang telah menjual 66 bayi sejak tahun 2010.

Modusnya pun sama, adopsi. Dengan memanfaatkan rumah bersalin milik pelaku DM (77), ia bekerjasama dengan JE (44), bidan yang bertugas di rumah bersalin miliknya.

Mereka menyasar orang tua yang melahirkan di rumah bersalin itu, dengan iming-iming hak asuh, karena kebanyakan bayi yang mereka jual adalah hasil dari hubungan gelap, kemudian bayi-bayi itu dijual dengan Rp55 juta. Bayi laki-laki biasanya dihargai lebih mahal oleh mereka, sampai Rp65 juta per bayi.

Januari 2025 lalu, sindikat penjualan bayi di Pekanbaru juga berhasil diungkap polisi, setidaknya sindikat ini sudah menjual 5 bayi, dengan harga bervariasi mulai Rp20 juta sampai Rp25 juta per bayi. Sedangkan ibu korban hanya diberi imbalan Rp12 juta, atau setengah dari harga bayi yang mereka jual. Ada enam pelaku yang ditangkap, seorang diantaranya adalah bidan.

Kasus perdagangan bayi juga tak selamanya dilakukan melalui iming-iming uang, ada pula yang korbannya diintimidasi.

Erika Ratna Sari misalnya, ia terpaksa menyerahkan bayinya ke pemilik klinik persalinan tempatnya melahirkan karena tak bisa membayar biaya persalinan Rp3,5 juta pada 16 Januari 2023 lalu.

Pelaku yang juga bidan mengambil anak Erika dan dipaksa menandatangani surat penyerahan bayi untuk diadopsi, Erika juga dilarang untuk menemui anaknya itu. Selama berjam-jam mereka diintimidasi secara psikis, sampai akhirnya mau menandatangani surat itu, belakangan Erika diusir dari klinik itu, meski baru melahirkan.

BACA JUGA  ‘Proyek’ Baru itu Bernama Kampung Nelayan Merah Putih

Kemudian di Bali tahun 2024, sindikat penjualan bayi memakai kedok yayasan khusus anak dengan menampung wanita-wanita hamil yang bermasalah secara ekonomi, dengan modus membiayai proses persalinan mereka. Setelah melahirkan, anak-anak itu kemudian dijual oleh sindikat ini melalui proses adopsi.

Yayasan Anak Bali Luih diketahui menjual bayi antara Rp25 juta sampai Rp45 juta. Sebelum terungkap, ada 12 perempuan hamil yang tengah ditampung di sana.

Kasus ini terkuak setelah sebelumnya, Polres Depok mengembangkan kasus penjualan bayi dan menelusuri tempat penampungan bayi-bayi yang akan dijual itu berada di Bali.

Yang terbaru, kasus penjualan bayi yang diungkap Polda Jabar, setidaknya sudah 24 bayi yang dijual ke Singapura, enam bayi yang hendak dikirim ke Singapura berhasil diselamatkan.

Ketua KPAI Ai Rahmayanti memang menyebut kedok rumah bersalin, panti sosial hingga panti asuhan memang menjadi tempat-tempat potensial untuk pelaku sindikat penjualan bayi beraksi.

Sindikat ini juga bahkan melibatkan bidan, terbukti dari sejumlah kasus penjualan bayi yang terungkap, tersangkanya sebagian adalah bidan.

Selain bidan, ada pula oknum yang bertugas memanipulasi data kependudukan si bayi dengan mengalihkan identitas orang tua kandung si bayi ke jaringan sindikat yang bertugas sebagai adopternya.

Apalagi, petugas imigrasi Singapura amat ketat terhadap identitas dan data kependudukan tiap pendatang.

Korelasi Penjualan Bayi dan Penjualan Organ Manusia

Saat kasus penjualan bayi terkuak di Jawa Barat, banyak yang mengaitkan sindikat ini dengan penjualan organ manusia yang marak di luar negeri, polisi juga masih menyelidiki indikasi ke arah ini, meski dugaan kuat tetap mengarah pada adopsi ilegal.

Tahun 2023 lalu, anak 11 tahun di Sulawesi Selatan diculik dan kemudian dibunuh oleh dua pelaku yang berencana mengambil organ tubuh korban untuk dijual seharga Rp1,2 miliar.

Kedua pelaku tergiur dengan iming-iming harga yang mahal saat melihat salah satu postingan di salah satu grup yang mengkamuflasekan aktivitas grup Facebooknya sebagai grup Donor Ginjal.

Meski polisi memastikan kasus ini tak terkait dengan sindikat penjualan organ tubuh, namun fakta serius menunjukkan sepanjang tahun 2023 ada 122 orang yang menjadi korban penjualan organ tubuh dengan berbagai modus.

Jika dulu, anak-anak dari benua Afrika yang diculik atau dijual untuk diambil organnya, kini kecenderungan sindikat mulai mengarah ke Indonesia.

WHO menyebut tiap tahun ada 7 ribu lebih ginjal anak-anak diperdagangkan di pasar gelap, apalagi ginjal menjadi organ yang paling banyak dicari di pasar gelap internasional.

Pemicunya, karena kelangkaan ketersediaan organ yang tak mampu memenuhi kebutuhan transplantasi, padahal, idealnya proses pemberian organ tubuh manusia dalam kesepakatan banyak negara dilakukan dengan metode opt-in atau persetujuan untuk memberikan donasi organ tubuh. tapi metode ini hanya bisa dilakukan ketika pendonornya sudah meninggal.

Di sisi lain, permintaan donor organ justru meningkat, tahun 2024 lalu, ada sebanyak 103 ribu penduduk Amerika yang membutuhkan donasi organ tubuh, sedang di Eropa ada sebanyak 13 ribu warga mengantri hingga bertahun-tahun untuk bisa mendapatkan organ tubuh.

Demikian pula di Indonesia, ada 70 ribu orang membutuhkan donasi organ, sementara hanya 234 orang saja yang bisa mendapatkan donasi organ secara sukarela berdasarkan persetujuan pemilik organ sebelumnya. Yang lebih bengis tentu saja israel, yang ‘memanen’ organ tubuh dari rakyat Palestina yang mereka tahan.

BACA JUGA  Nyala Api Biogas di Desa Rejobasuki, Dari Kotoran untuk Masa Depan

Tingginya permintaan organ tubuh ini yang kemudian membuat ‘kreativitas’ sindikat bekerja, permintaan yang tinggi dan harga yang mahal, jaringan sindikat secara alami terbentuk.

Dalam laporan The Exodus Road (TER) sebagai organisasi kemanusiaan yang memerangi perdagangan manusia menyebut bisnis penjualan organ ini setidaknya bernilai hingga 1,7 dolar tiap tahunnya.

Orang-orang kaya di negara maju menyasar negara miskin di Afrika, Amerika Latin hingga Asia untuk memenuhi kebutuhan organ.

Di Asia, negara-negara seperti Nepal, Filipina, Nepal, Vietnam, Sri Langka, Bangladesh termasuk Indonesia adalah ‘produsen’ organ ilegal paling besar. Di Nepal bahkan ada sebuah kelompok masyarakat yang secara terang-terangan melakukan transaksi jual beli organ tubuh yang kemudian dikenal sebagai ‘lembah ginjal’.

Terkait pengungkapan kasus penjualan bayi yang diungkap Polda Jabar, polisi memang belum menemukan indikasi keterkaitan sindikat penjualan bayi ini dengan jaringan penjualan organ tubuh manusia.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Surawan menjelaskan, indikasi ke arah itu memang belum ditemukan, karena tersangka berdalih penjualan bayi untuk adopsi ilegal bagi warga Singapura.

Namun, karena penjualan bayi ini melibatkan jaringan di luar negeri khususnya Singapura, dan jaringan sindikat yang terorganisir dengan rapih, polisi menggandeng Interpol hingga Kepolisian Singapura dan menerbitkan Red Notice untuk mengungkap dan menangkap jaringan sindikat lainnya termasuk kemungkinan mengarah pada keterkaitan jaringan ini dengan sindikat penjualan organ tubuh manusia.

Rantai Rumit Bisnis Penjualan Bayi

Tahun 2020 lalu, merebak isu penculikan anak melalui pesan berantai yang disebut polisi sebagai hoaks. Namun, ‘metode’ menculik anak untuk dijual di pasar luar negeri memang sudah mulai ditinggalkan oleh sindikat penjualan bayi sejak puluhan tahun lalu.

Cara main sindikat ini lebih ke transaksi langsung dengan orang tua, mulai dari membiayai persalinan, menampung perempuan hamil yang bermasalah secara ekonomi, termasuk melakukan intimidasi ke orang tua korban.

Karena itu, angka kasus penjualan bayi yang terkait dengan praktik adopsi ilegal ke luar negeri tak pernah berbanding lurus dengan kasus penculikan anak untuk tindak kejahatan lain.

Hal ini amat logis, mengingat konsekuensi resiko dari penculikan anak jauh lebih besar dan berbahaya.

Sindikat ini memang cenderung mengubah strategi rantai bisnis penjualan bayi dengan menyasar orang tua yang tak mampu secara ekonomi. Dengan cara ini, orang tua tak akan melapor ke aparat kepolisian.

Hal ini pula yang kemudian membuat kasus penjualan bayi tak pernah terendus aparat maupun lembaga terkait seperti KPAI, karena strategi bisnis sindikat amat licin dan sulit dideteksi.

Modusnya, sindikat akan mencari rumah bersalin, panti asuhan atau yayasan sosial, dalam banyak kasus penjualan anak, pengelola rumah bersalin, panti asuhan hingga yayasan sosial bahkan berkomplot dengan sindikat ini. Dengan dalih adopsi, proses penjualan bayi bisa berlangsung lebih mudah.

Dari sini kemudian, para pelaku akan membuat surat keterangan lahir palsu dengan membuat identitas orang tua baru untuk bayi yang bakal digunakan untuk membuat akta kelahiran hingga paspor.

Belakangan terungkap pula keterlibatan staf Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di sindikat penjualan bayi yang saat ini diusut Polda Jabar dan telah ditetapkan sebagai tersangka bersama 12 anggota sindikat lainnya.

Jaringan ini memang amat terorganisir, para pelaku memiliki peran masing-masing yang amat penting,

Setelah bayi-bayi di dapat dan memperoleh identitas palsu, selanjutnya kemudian ditampung di lokasi-lokasi penampungan yang ada di Jakarta, Bandung, Bali hingga Kalimantan sambil menunggu kesiapan jaringan yang ada di Singapura menerima bayi-bayi tak berdosa itu.

Further reading

  • eva dwiana

    Eva Tak Punya Legitimasi yang Kuat, Ia Hanya Didukung oleh Kurang dari 30 Persen Warga Bandarlampung

    Sebagai walikota, Eva sebenarnya tak punya akar legitimasi yang kuat untuk memimpin kota. Kondisi ini, berkorelasi dengan kebijakannya yang cenderung ngawur dan egosentris. (Lontar.co): Sejak pagi, backhoe itu terus mengeruk aspal yang digali di pelataran gedung Kejati Lampung. Sementara, sejumlah pekerja konstruksinya terlihat mondar-mandir mengangkut material dengan angkong. Meski masih relatif pagi, aktivitas konstruksi di […]
  • 60 Penulis ‘Menelisik Lampung’ Penuh Warna

    Masih sedikitnya ketersediaan buku yang membicarakan ke-Lampung-an, kini terjawab. Dinas Perpustakaan Lampung meluncurkan buku ini, Menelisik Lampung, berisi karya puisi, cerpen, dan esai (opini). Dikemas apik. (Lontar.co): Bangga jadi ulun Lappung (orang Lampung). Lampung, sebagai etnis, sangat kaya seni budaya. Daerah ini saja memiliki dua jurai bagi etnis Lampung, yakni pepadun dan saibatin — pedalaman […]
  • bahan pangan tersandera mbg

    Bahan Pangan yang Tersandera MBG

    Tingginya permintaan harian Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) Makan Bergizi Gratis, memicu naiknya harga bahan pokok di sejumlah pasar. Masyarakat dan pedagang tradisional mengeluh. (Lontar.co): Meski sudah menunggu sejak pagi, Erni hanya mampu membeli sekilo telur dan 5 kilogram beras di pasar murah yang digelar di Kantor Kecamatan Bumi Waras itu. Banyak bahan pokok yang […]