Logika Sesat Tanam Singkong 1 Juta Hektare untuk E10

About Author
0 Comments

Mentan Amran Sulaiman sesumbar akan menanam singkong di satu juta hektare lahan untuk mendukung produksi etanol di program etanol 10 persen (E10), padahal di Lampung ada lebih dari 8 juta ton singkong tak terserap karena harga yang buruk. Di sisi lain, produsen etanol juga menuntut harga singkong yang murah, agar produksi bisa berjalan.

(Lontar.co): Dari sisi belakang panggung, serombongan petani itu mulai terlihat resah, sejak acara panen raya kedelai di Prokimal itu berlangsung hingga selesai, tak sedikitpun dua menteri itu menyinggung soal singkong. Jangankan oleh Menteri Pertahanan, Sjafrie Samsudin, bahkan Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang membidangi dan tahu betul soal masalah singkong pun tak sepatah kata pun menjelaskan soal kemelut harga singkong di Lampung.

Ketika acara mulai bubar, mereka beringsut menuju ke arah jalan, setengah berlari, mereka mengejar ke arah mobil Maung berwarna coklat yang ditumpangi Mentan Amran Sulaiman yang di kedua sisinya rapat dikawal aparat. 

Ketika dekat, Amran yang tengah sibuk melambaikan tangan ke arah warga itu langsung tergagap saat ditanya soal kepastian harga singkong di Lampung. 

Aksi sejumlah petani singkong yang menghadang langsung kendaraan yang ditumpangi Menteri Pertanian Amran Sulaiman, seusai panen kedelai di Prokimal, Lampung Utara, Rabu (29/10/2025) beberapa hari lalu itu, benar-benar luput dari wartawan.

“Kami minta agar pergub dipercepat, jangan cuma sekedar ngomong saja, sementara petani singkong di sini terus saja diberi janji-janji yang tak jelas,” teriak salah seorang petani.

Aksi penghadangan ini juga menjadi puncak kekecewaan petani singkong, setelah Presiden Prabowo diketahui batal melakukan kunjungan ke Lampung, padahal mereka ingin mengadukan masalah singkong secara langsung ke Prabowo.

“Kami sudah tak tahu lagi mau mengadu kemana,” ujar petani lainnya.

Hingga kini, sejumlah rangkaian aksi juga masih terus dilakukan oleh petani singkong di berbagai daerah, mulai dari menunda panen hingga melakukan aksi penghadangan terhadap truk-truk pengangkut singkong yang hendak dibawa ke pabrik maupun lapak.

BACA JUGA  Jejak Mata Oeang Lampung

Padahal, aksi menunda panen ini amat beresiko bagi petani, karena musim hujan hampir menjelang, singkong-singkong yang belum dipanen bakal terancam busuk.

Di lapak-lapak maupun pabrik pula, kelangkaan singkong mulai menjalar kemana-mana. Sejumlah pabrik di Lampung Tengah mulai mengeluhkan ketiadaan singkong untuk diolah.

Sementara, peraturan gubernur terkait penataan harga acuan pembelian yang selama ini amat dinantikan oleh petani belum juga disosialisasikan. 

Di tengah karut marut ketidakpastian itu pula, Mentan Amran Sulaiman justru berencana akan menanam singkong di satu juta hektare lahan di seluruh wilayah Indonesia, untuk mendukung produksi etanol untuk program etanol 10 persen atau E10 pada produk bahan bakar minyak (BBM).

“Ubi, singkong satu juta hektare disiapkan pak, sudah ada,” kata Amran Sulaiman dalam konferensi pers, di Graha Mandiri, di Jakarta, Selasa, 21 Oktober 2025.

Amran mengatakan program cetak tanam singkong akan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. 

Namun, ia belum menjelaskan daerah secara rinci. Alasannya, hal itu masih menunggu data dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid. “(Lahannya) di mana yang agro climate-nya cocok,” kata dia.

Lucunya, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan justru berpendapat proyek E10 bisa meningkatkan produksi singkong petani. Sebab nantinya singkong akan banyak diserap untuk produksi etanol. 

“Setiap lahan nanti satu hektare, Pak, bisa memberikan penghasilan Rp 80 juta satu tahun,” kata dia. 

Zulhas optimistis lakunya singkong di pasaran bisa meningkatkan nilai jual hingga Rp 1.500 per kilogram. “Karena semua berharga dan semua akan memberikan penghasilan,” tutur Zulhas.

Seperti diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan masih menyusun peta jalan atau roadmap pengimplementasian E10.

BACA JUGA  Setelah Harga dan Rafaksi, Kini Kadar Aci

Rencana untuk mengembangkan E10 berangkat dari proyek pemerintah mengimplementasikan biodiesel, dari yang semula B10 atau campuran 10 persen minyak mentah sawit (crude palm oil/CPO) dengan 90 persen solar untuk bahan bakar diesel. Kebijakan biodiesel tersebut sudah berkembang hingga B40.

Bahkan untuk 2026, pemerintah menargetkan pengimplementasian B50. Bahlil menjelaskan implementasi E10 masih menunggu persiapan pabrik etanol, baik yang berbahan baku tebu maupun singkong.

‘Angin segar’ yang disampaikan Zulhas ini kenyataannya tak diyakini petani singkong, Made Kastiawan pegiat tani dari Mesuji yang terus menyuarakan nasib petani singkong di Lampung, menyebut selama ini program-program yang didengungkan pemerintah tak pernah ada yang berhasil.

“Lihat saja food estate yang ternyata gagal dan tidak ada pula yang bertanggung jawab,” kata Made Kastiawan.

Demikian halnya soal rencana penanaman singkong di satu juta hektare lahan dinilainya terlalu mengada-ada, ia mencontohkan nasib petani singkong di Lampung sebagai penyumbang komoditas singkong terbesar di Indonesia, yang sejak setahun terakhir ini menderita akibat harga yang tak manusiawi.

“Kenapa tidak menjadikan Lampung sebagai zona komoditas singkong nasional, karena produktivitas singkong di Lampung yang amat besar,” tegasnya.

Pernyataan Made Kastiawan ini amat beralasan, dengan total luas areal budidaya singkong di Lampung yang mencapai hampir 250 ribu hektare lahan, mampu memproduksi singkong hingga 8 juta ton.

Dengan kapasitas maksimal ini, Lampung terbilang mampu menopang kebutuhan singkong nasional untuk memenuhi suplai program etanol 10 persen.

Kenyataan lain pula disebutkan oleh Asosiasi Produsen Spirtus dan Etanol Indonesia atau Aspendo yang meragukan skala keekonomian program mandatory E10 jika pemerintah fokus menggunakan singkong sebagai bahan baku. 

Sebab, singkong diketahui memiliki harga yang lebih tinggi dari bahan baku etanol lainnya. 

BACA JUGA  Hari-Hari Bahagia: Surga yang Jatuh ke Tong Sampah, Membongkar Mitos Kebahagiaan

Seperti diketahui, Kementerian Pertanian menetapkan harga acuan pembelian atau HAP singkong berada di kisaran harga Rp 1.350 per kilogram. Bahkan, Kementerian Koordinator Bidang Pangan memproyeksikan angka tersebut dapat naik menjadi Rp 1.500 per kg saat program E10 berjalan. 

“Beberapa pabrik etanol berbahan baku singkong sudah hampir tidak ada, karena mengalami kesulitan daya saing yang disebabkan tingginya harga bahan baku,” kata Ketua Umum Aspendo, Izmirta Rachman seperti dikutip dari Katadata.

Izmirta menilai harga singkong yang dinikmati petani harus turun menjadi sekitar Rp 500 per kilogram agar skala keekonomian program mandatory E10 tercapai. 

“Investor akan berpikir dua kali saat mengolah singkong menjadi energi, karena harga singkong untuk pangan akan lebih tinggi dibandingkan untuk energi. Tolong hitung nilai keekonomian singkong sebagai bahan baku program E10, karena singkong akan berkompetisi dengan bahan baku lainnya,” ujarnya. 

Izmirta juga menjelaskan proses pembangunan pabrik etanol membutuhkan waktu hingga 1,5 tahun. Karena itu, investor harus mulai membangun pabrik etanol pada akhir paruh pertama tahun depan agar program mandatory E10 dapat diterapkan 2027. 

“Selain itu, pemerintah harus membuat perencanaan komprehensif dari rencana penanaman sampai lokasi pencampuran etanol dengan BBM. Jangan sampai singkong yang ditanam di Pulau Sumatra, tapi lokasi pencampuran ada di Jawa Timur,” katanya. 

Tuntutan penyesuaian harga singkong dari Asosiasi Produsen Spirtus dan Etanol Indonesia ini, jelas tak akan disetujui oleh para petani singkong, bukan hanya di Lampung tapi juga di seluruh wilayah Indonesia.

Sekarang saja, dengan harga di bawah Rp1.350 per kilogram dengan potongan rafaksi yang tinggi, petani masih mendapatkan harga yang jauh dari balik modal, karena itu pula mereka menuntut penyesuaian harga singkong agar petani setidaknya bisa menikmati hasil dari budidaya singkong.

Further reading