Mengukur Satu Tahun Prabowo-Gibran dari Amran dan Bahlil  

0 Comments

Swasembada pangan dan energi menjadi fokus pemerintahan Prabowo-Gibran, tapi dua menterinya, Amran dan Bahlil belum mampu memenuhi harapan. Amran terlalu menganggap remeh soal swasembada pangan, sementara ia sendiri melepas tanggung jawab soal tata niaga singkong ke pemerintah daerah. Begitu pula dengan Bahlil, ia cenderung lebih banyak memproduksi kontroversi daripada prestasi.  

(Lontar.co): Di satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, sejumlah lembaga survei ramai-ramai merilis nama-nama menteri dengan kinerja terbaik. Tapi, Celios juga turut merilis daftar 10 menteri maupun kepala badan dengan kinerja terburuk.

Dalam survei, lembaga riset ini melibatkan sejumlah pakar dan ahli kebijakan publik. Celios juga menilai, para pejabat yang berkinerja buruk tersebut perlu di-reshuffle oleh Prabowo Subianto.

Hasilnya, semua memang sepakat, tak ada penyangkalan dari publik, sementara menteri yang masuk dalam list dengan kinerja buruk, beberapa ada yang menyanggah dengan membuat survei tandingan demi bisa dianggap berkinerja baik.

Dalam rapor Celios, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia mendapat nilai paling rendah, yakni minus 151 poin. Ia menempati posisi pertama dalam daftar menteri dengan kinerja terburuk.

Sementara, Amran Sulaiman, Menteri Pertanian, meski tak termasuk dalam deretan menteri berkinerja buruk ala Celios, bahkan dari hasil survei lembaga riset Prolog (Public Research on Governance), ia menempati peringkat kedua sebagai menteri dengan kinerja terbaik di tahun pertama pemerintahan Prabowo–Gibran.

Jika melihat dari kinerjanya, Amran memang layak di apresiasi, banyak kebijakannya yang menyentuh hajat hidup orang banyak, pun dengan petani, seperti mengurai naiknya harga beras, dan menurunkan harga pupuk bersubsidi.

Tapi, Amran bukanlah sosok yang populis di mata petani singkong, apalagi yang ada di Lampung, ia tak lebih seperti Bahlil, tak mampu menangani harga singkong yang terus jatuh dan menimbulkan banyak polemik. 

BACA JUGA  Banyak Jalan Menuju Makkah

Amran bukan hanya tak mampu memberikan keputusan pasti, tapi justru menyerahkan penetapan harga acuan pembelian (HAP) singkong kepada pemerintah daerah melalui SK No.B-133/KN.120/M/10/2025.

Padahal, Gubernur Lampung justru meminta regulasi tata niaga singkong diambil alih oleh pemerintah pusat, itu disampaikan Mirza saat menemui Mentan Amran Sulaiman bersama dengan empat bupati. Sebab, sebelumnya Mirza pula sudah menerbitkan aturan tentang penetapan harga singkong, tapi tak digubris oleh korporasi, karenanya ia meminta pemerintah pusat yang mengaturnya.

Mirza menyebut keresahan petani singkong akibat anjloknya harga singkong di tingkat petani, padahal Lampung menjadi penyumbang lebih dari 70 persen produksi singkong nasional.

Mirza menjelaskan, jika situasi ini dibiarkan bukan tidak mungkin petani akan meninggalkan singkong karena sudah tidak lagi menguntungkan.

Mirza menegaskan bahwa persoalan singkong bukan isu kecil. Komoditas ini menyumbang signifikan terhadap ekonomi daerah, bahkan luas lahan singkong di Lampung melampaui luas tanaman padi dan jagung.

”Kalau tata niaga singkong dibiarkan amburadul, kita kehilangan potensi ekonomi besar dan petani kehilangan mata pencaharian. Kami minta pemerintah pusat segera melakukan intervensi,” tegasnya.

Merespon ini, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan akan segera mengeluarkan surat resmi penetapan harga minimal singkong yang berlaku secara nasional.

”Regulasi ini harus kita kawal bersama. Saya akan buatkan surat agar harga singkong minimal sesuai regulasi harga di Lampung, sehingga petani punya jaminan harga. Kita tidak boleh membiarkan petani terus merugi,” tegas Mentan.

Kenyataannya, Kementerian Pertanian justru menyerahkan harga acuan pembelian (HAP) kepada Pemerintah Provinsi Lampung.

“Pak Menteri (Amran Sulaiman) itu tahu, atau pura-pura tidak tahu, bahwa Gubernur Lampung itu sudah menyatakan menyerah, kok bisa dengan gampangnya Pak Menteri itu mengembalikan lagi ke gubernur,” kata pegiat tani asal Lamtim, Iluh Pujiati. 

BACA JUGA  Purwopedia, Tempat Dimana Semuanya Bermula

Jika mengukur prestasi, sebenarnya kinerja Amran juga tak bagus-bagus amat, di era Jokowi 2014-2019, Amran yang menggantikan Syahrul Yassin Limpo, juga tak berhasil melakukan swasembada pangan, karena kenyataannya, tiga komoditas pangan; padi, jagung dan kedelai masih bergantung pada impor.

Soal swasembada pangan di pemerintahan Prabowo, Amran juga sesumbar bahwa swasembada pangan bisa dilakukan semudah membalikkan telapak tangan.

“Swasembada mudah, semudah membalikkan telapak tangan,” kata Amran, Senin (20/10) lalu.

Tapi, pernyataan Amran itu, tak sepenuhnya benar, dalam laporan Celios, kebijakan swasembada pangan yang selama ini didorong oleh pemerintah justru seringkali berujung pada kerusakan lingkungan dan pengabaian terhadap peran masyarakat lokal, belum lagi masalah singkong di Lampung yang tak bisa dipandang remeh, eksesnya bahkan sudah mengarah pada mengkhawatirkan. Bukan hanya bakal berdampak dengan menurunnya produktivitas singkong secara nasional, tapi juga kesejahteraan lebih dari 1 juta petani yang hidup dan mengandalkan hidup dari singkong.

“Kebijakan pemerintah yang mendorong swasembada pangan justru seringkali melahirkan swasembada semu, malah merusak lingkungan dan tidak berpihak pada masyarakat serta komoditas lokal. Program food estate di Kalimantan Tengah, NTT, Merauke misalnya, tampak ‘dibuat untuk gagal’ karena tidak mempertimbangkan aspek ekologis, sosial, dan ekonomi secara menyeluruh,” kata Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar.

Jika Amran yang dianggap berkinerja baik, masih banyak cacatnya, bagaimana pula, dengan Bahlil yang justru lebih banyak menimbulkan kontroversi daripada prestasi.

Bahlil adalah anomali. Ia ganjalan serius  buat pemerintahan Prabowo. Apalagi, posisinya sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cukup vital untuk mewujudkan upaya swasembada energi.

BACA JUGA  Lampung Mencari Nafas Baru, Bertumpu pada Sisa atau Utang

Jika kemudian, ia mendapat skor – 150, ini mungkin realistis. Banyak keputusannya yang tak solutif untuk permasalahan rakyat. 

Beberapa waktu lalu, keputusannya untuk tak memperpanjang izin impor BBM membuat banyak SPBU swasta seperti Shell, Vivo, hingga BP tak punya stok BBM Ron 92, 95, dan 98, karyawannya terancam PHK, padahal pula, banyak pengguna bahan bakar lebih memilih SPBU swasta ketimbang SPBU milik Pertamina, rakyat sudah terlanjur krisis kepercayaan terhadap kualitas dan transparansi BBM Pertamina, yang dipicu oleh berbagai masalah seperti dugaan pengoplosan BBM dan kasus korupsi tata kelola minyak.

Jika ditarik ke belakang, Bahlil justru lebih banyak memicu kontroversi ketimbang terobosan penting.

Di awal-awal pemerintahan Prabowo-Gibran, ia malah membuat blunder soal pembatasan pembelian elpiji 3 kilogram, tak urung pula Prabowo yang harus turun tangan menyelesaikannya.

Secara gestur, Prabowo tak terlalu happy dengan keberadaan Bahlil di pemerintahannya. Dalam banyak momen, Prabowo kerap kali menunjukkan sikap ketidaksukaannya kepada Bahlil.

Tapi bukannya sadar diri, Bahlil justru terkesan melawan, hal ini terlihat ketika Prabowo sedang menjelaskan keberadaan tambang ilegal yang merugikan negara hingga Rp300 triliun, Bahlil terlihat mencolek Rosan Roeslani, kesannya seperti mengejek.

Ada begitu banyak deret kontroversi Bahlil, wajar jika kemudian, meme Bahlil banyak bertebaran di media sosial, nadanya satire hingga sarkas.

Merespon begitu banyak kontroversi yang sejalan dengan kinerja Bahlil yang terlalu buruk, tak salah jika kemudian Celios merekomendasikan agar Prabowo, segera mereshuffle Bahlil.

“Peringkat pertama yang harus di-reshuffle itu Bahlil,” kata peneliti Celios, Media Wahyudi Askar.

Further reading