Rafi Mungkin Tak Paham, Tapi Dia Suka

0 Comments

Potongan rambutnya cepak. Badannya berisi. Dia duduk di antara pelajar lain. Mereka mengenakan seragam serupa, putih abu-abu. Kalaupun ada pembeda, anak berambut pendek itu, memperlihatkan gerak-gerik gelisah.

(Lontar.co): Kegelisahannya tercermin dari gerak pandangnya yang kerap berubah. Sebentar menengok ke kanan. Tatapannya seolah terpaku pada satu titik. Tapi tak lama. Sekejap kemudian, dia sudah mengalihkan pandangan ke titik lain. Begitu terus berulang. Tak ubahnya gerakan ritmis.

Setelah bosan dengan gerakan itu, remaja lelaki ini, seperti ingin mencari variasi baru. Detik berikut, kepalanya tidak lagi menengok ke kanan atau kiri. Melainkan dirubah, kini berpaling ke arah belakang.

Setiap kali menyapukan pandangan dan tanpa sengaja tatapannya bertumbukkan dengan mata para pelajar yang duduk di bagian belakang, Rafi serta merta menyunggingkan senyum ramah. Seolah dia menyapa “hai” atau “halo”.

Ada yang sontak membalas balik senyum itu dengan seulas senyuman. Tidak sedikit pula yang termangu sejenak, seakan butuh waktu berpikir, untuk kemudian baru menyunggingkan senyum balasan.

Mendapati respon positif dari orang-orang di sekitar, remaja cepak tadi merasa lega. Binar matanya mencerminkan rasa senang. Kiranya niat dirinya menebar sapa, lewat sebaris senyuman, seperti gayung bersambut.

Tapi sekejap berlalu mimik remaja pemilik rambut cepak ini sudah berubah lagi. Dia kembali melayangkan pandangan tepat ke depan. Air mukanya datar. Nyaris tanpa ekspresi. Seolah tidak pernah ada senyuman yang baru saja dengan enteng sudah dia tebar ke segala arah. Anak muda itu mendadak kalem.

BACA JUGA  Perhutanan Sosial Bukan cuma Soal Lahan Garapan dan Pendanaan Tapi juga Rasa Aman
Rafi sedang memperlihatkan buku yang ada tulisan tangannya. (Foto: Lontar.co)

Dan tanpa dinyana, dia sontak bangkit, lalu beranjak meninggalkan kursi. Kali ini pandangannya fokus meniti jalan di antara sela kursi. Terus melenggang. Seperti tidak memedulikan pandangan sekitar.

Sampai di barisan belakang, dia kembali menyapukan pandangan. Sejenak penglihatannya mengarah pada deretan pohon besar yang berada di dekat aula tempat kegiatan berlangsung. Tapi entah mengapa, tetiba kepalanya bergerak ke arah lain.

Tanpa ada jeda Rafi langsung bergerak. Awal, langkahnya agak canggung. Tapi cuma sebentar. Sambil menyisiri sisi kanan aula yang berseberangan dengan koridor kelas, sesekali dia kembali melemparkan pandangan ke beberapa titik. Namun arah langkahnya tak goyah. Tetap menyasar satu arah, toilet.

“Rafi memang suka begitu. Dia cepat bosenan. Biasanya dia akan bergerak ke sana-sini. Tapi kayaknya dia lagi ke toilet sekarang,” terang Sumarni, Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) Tanggamus, yang sedang mengamati perilaku siswanya dari kejauhan, Senin (20 Oktober 2025).

Anak yang Suka Kebersihan

Hari itu sejak pagi Sumarni dan Rafi memang sudah meluncur ke SMAN 2 Pringsewu. Mereka mewakili SLB Tanggamus untuk mengikuti bimbingan teknik (Bimtek) Literasi Digital yang digelar Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Lampung melalui Cabang Dinas (Cabdin) Wilayah 2. Turut hadir pada kegiatan tersebut perwakilan seluruh SMAN/SMKN dan SLB yang berada di Kabupaten Pesawaran, Pringsewu, dan Tanggamus.

BACA JUGA  Titik Balik Literasi Digital di Sekolah Provinsi Lampung  

“Rafi kelas 11 dia sudah bisa baca dan tulis, makanya kita bawa ke sini,” terang Sumarni. Dia menambahkan, kendati mengalami keterbelakangan mental, Rafi tergolong anak pandai.

“Dia juga suka kebersihan. Kalau kawannya di sekolah masih ada yang suka kotor-kotoran atau kalau makanannya jatuh tapi tetap dimakan, Rafi tidak begitu. Dia jijikkan. Dia juga wangi, pokoknya penampilannya klimis,” ungkap Sumarni menyiratkan kebanggaan.

Tak berselang lama Rafi tampak ke luar dari toilet sekolah. Mulanya, langkahnya tersendat. Untuk sesaat, lagi-lagi dia menyapukan pandangan ke segala arah. Namun saat melihat lambaian tangan Sumarni, senyum lebarnya sontak mengembang. Dengan langkah pasti dia berjalan mendekati kepala sekolahnya.

Pemandangan penuh keakraban langsung terlihat di antara Sumarni dan Rafi. Dengan sopan Rafi duduk menjajari kepala sekolahnya. “Salim sama Om dulu,” pinta Sumarni yang langsung direspon Rafi dengan menyambut uluran tangan penulis.

Bila dicermati, ucapan Sumarni ada benarnya. Penampilan Rafi terbilang rapi dan bersih. Senyumnya tak pernah lepas dari mulutnya selama berinteraksi.

Rafi pun cepat tanggap ketika diminta menunjukkan tulisan tangannya. Dengan cekatan dia mengambil sebuah buku tulis bersampul coklat dari dalam tas ransel hitamnya. Selintas terlihat sebaris tulisan yang tiada lain nama lengkapnya, Rafi Atha Markhel.

“Ini tulisan Rafi?” tanya penulis. Rafi menjawab dengan menganggukkan kepala.

BACA JUGA  Guru dan Kepsek SMAN/SMKN di Lampung Wajib Tahu, Rendahnya Kualitas Anak Didik Akibat Ulah Mereka  

“Bisa dibaca apa isi tulisannya?”

Rafi kembali mengangguk. Tak menunggu lama segera terdengar suaranya yang khas. Biarpun tidak selancar remaja normal seusianya, bacaannya tetap terdengar jelas.

Sumarni bersama Kasi SLB Wilayah 2 Disdik Lampung. (Foto: Lintar.co)

Selesai membaca, dia memalingkan wajah seakan menanti permintaan berikutnya.

“Rafi tadi bertemu kawan-kawan baru, ya?”

Rafi mengangguk diiringi senyuman.

“Sudah berkenalan sama siapa, kawan barunya cowok atau cewek?”

Rafi langsung menyahut, “Cewek,” sergahnya seraya tersenyum ceria.

Berikutnya Rafi menjawab kalau dia anak kedua dari tiga bersaudara. Sehabis pulang sekolah dia biasanya istirahat dan baru bermain menjelang sore.

Dia menggeleng saat ditanya apa bisa mengendarai sepeda. “Susah, sakit kalau jatuh,” jawabnya sambil tersenyum.

Tapi sesaat berselang, Rafi bangkit dari duduk. Dia menengok sejenak ke arah Sumarni yang ditanggapi dengan anggukan halus. Kiranya gerakkan kecil itu sudah menjadi pertanda jelas bagi Rafi, kalau dia diizinkan untuk pergi.

Tanpa menunggu lama, dia segera berlalu. Tapi tidak pergi ke sembarang arah. Langkahnya fokus menuju aula. Dia kembali bergabung bersama peserta bimtek lainnya. Duduknya anteng. Tidak lagi terlihat gelisah.

“Tapi itu biasanya cuma sebentar. Nanti kalau sudah datang bosennya, kita tak bisa melarang. Karena dia pasti akan bergerak sekehendak hatinya. Kita harus bisa pahami Rafi,” kata Sumarni, menutup obrolan siang di bawah pohon rindang pada salah satu sudut pelataran SMAN 2 Pringsewu. (*)

Further reading

  • HIV/aids

    HIV/AIDS Masih Ada di Lampung dan Makin Banyak

    Ada lebih dari 10 ribu jumlah penderita HIV/AIDS di Lampung, Kota Bandarlampung menjadi daerah dengan pengidap terbanyak, alarm serius buat pemerintah. (Lontar.co): Hari itu, seperti biasa, setiap bulannya, A datang ke salah satu puskesmas di daerah pesisir Bandarlampung. Ia datang untuk mengambil obat Antiretroviral (ARV), untuk stok selama sebulan. Pengecekan standar juga dilakukan, A tetap […]
  • Bunda Eva Disorot Kamera

      Hujan mengguyur Kota Bandar Lampung. Minggu-minggu terakhir ini. Tidak begitu deras, tapi pasti basah kalau lama di bawah hujan itu. Bunda Eva Dwiana ada di situ, berpayung. Tangan dan bibirnya bergerak. (Lontar.co): Bandarlampung selalu banjir setiap diguyur hujan. Itu pasti. Walikota sudah berganti-ganti, masalah satu ini tak juga dapat diselesaikan. Walaupun saat kampanye, para […]
  • Rafi Mungkin Tak Paham, Tapi Dia Suka

    Potongan rambutnya cepak. Badannya berisi. Dia duduk di antara pelajar lain. Mereka mengenakan seragam serupa, putih abu-abu. Kalaupun ada pembeda, anak berambut pendek itu, memperlihatkan gerak-gerik gelisah. (Lontar.co): Kegelisahannya tercermin dari gerak pandangnya yang kerap berubah. Sebentar menengok ke kanan. Tatapannya seolah terpaku pada satu titik. Tapi tak lama. Sekejap kemudian, dia sudah mengalihkan pandangan […]