Kepada pihak yang mangkir atas kewajiban pajak, Pemprov Lampung jemput bola. (Ilustrasi: Lontar.co)

Menakar Watak Sugar Group Companies (SGC)

0 Comments

“Kamu ke rumah. Sendiri saja. Ada yang mau saya ceritakan soal SGC,” terdengar suara berat dari seberang telepon.

(Lontar.co): Tak berselang lama, saya sudah berada di depan si empunya suara. Wajah lelaki berambut klimis itu terlihat tidak tenang. Dia beringsut dari duduk yang semula bersandar di punggung kursi yang bentuknya menyerupai singgasana raja di film Brama Kumbara.

Tangannya menyambar sebuah map berwarna hijau yang tergeletak di meja. Lalu dia sorongkan ke saya. “Rahasia SGC ada di situ,” ungkapnya dengan nada sedikit bergetar. Air mukanya mendadak tampak mengeras saat menyebut nama perusahaan produsen Gulaku itu.

Map itu tipis saja. Saya menyingkap tutupnya. Terpampang selembar, belakangan saya ketahui ternyata dua lembar, kertas HVS berisi ketikan komputer. Pada lembar pertama ada kop surat resmi pemerintahan daerah. Pada lembaran itu tertera beberapa paragraf penjelasan.

Di lembar terakhir ada nama yang dibubuhi tanda tangan lelaki itu. Tampak pula stempel berwarna biru yang memperlihatkan lambang sebuah kabupaten di Lampung.

Entah gugup lantaran tadi ada diksi “rahasia” yang dipakai oleh mantan orang besar di sebuah kabupaten itu. Atau ada desakan rasa ingin tahu yang terlalu menggebu ketika menyangkut nama SGC disebut. Saya tidak tahu persis situasi batin macam apa yang paling memengaruhi emosi saya ketika itu.

Tapi yang jelas saya sampai harus membaca berulang kali isi dua lembar HVS tadi. Untungnya, lelaki itu seperti mengerti gelagat saya. Masih dengan suara yang tetap terjaga intonasi wibawanya, dia menjelaskan.

“Ini kotak rokok ada di atas meja,” ucapnya, seraya membanting kotak rokoknya ke meja. Duduk lelaki itu tegak. Dadanya membusung. Hentakan tangannya saat membanting kotak rokok terasa penuh emosi.

Saya sempat terkesiap melihatnya. Tapi saya ingin fokus menyimak penjelasannya. Konsentrasi yang sempat buyar secepat kilat saya himpun kembali.

Ibarat kotak rokok dengan meja, jelas berbeda luasannya. (Ilustrasi: Lontar.co)

“Dulu saya tanda tangani luasan lahan untuk mereka kelola sekecil kotak rokok ini,” sergah dia, sambil jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya menekan kotak rokok. Saking kerasnya tekanan, bagian tengah kotak rokok sampai membelesak.

BACA JUGA  Lampung Krisis Regenerasi Petani

“Sekarang mereka malah sudah kelola kebun selebar meja ini,” hentaknya lagi, sambil mengakhiri ucapan dengan hempaskan pukulan ke meja.

Tak mau larut dengan gerakan teatrikal yang dipertontonkan lelaki itu, saya lekas membuka lembar kedua HVS. Di situ tertera sederet angka. Saya mulai paham. Angka itu kiranya yang diibaratkan “sekecil kotak rokok”.

Saat saya tanya berapa luasan “meja” yang sekarang digarap SGC? Lelaki itu tidak langsung menjawab. Dia malah meminta saya untuk menduga sendiri, sekira berapa kali lipat besaran meja dibanding kotak rokok.

“Tapi yang jelas, pajak yang diserahkan ke negara hanya hasil dari sekecil kotak rokok…,” ungkapnya menggantung. Lagi-lagi terdorong rasa penasaran, saya mendesak minta penjelasan. Bagaimana nasib pajak dari sisa luasan “meja” tadi?

Mantan pejabat itu tidak menimpali. Dia bungkam sampai pertemuan di penghujung bulan Juni 2013 itu berakhir.

SGC Bayar PKB Pakai Fasilitas Pemutihan

Selang 12 tahun kemudian perkara pajak Sugar Group Companies (SGC) kembali diungkit. Atau lebih tepatnya langganan dipergunjingkan tanpa berkesudahan.

Agaknya, produsen gula kelas kakap ini, punya persoalan laten terkait urusan itu. Ada sederet catatan merah perihal pajak yang tak dibayar atau ditengarai tidak sesuai besaran.

Disebut sebagai perusahaan super jumbo lantaran setidaknya ada empat entitas badan usaha di bawah naungan SGC. Keempatnya mencakup PT Sweet Indo Lampung (Tulang Bawang), PT Indo Lampung Perkasa (Tulang Bawang), PT Gula Putih Mataram (Lampung Tengah), PT Indo Lampung Distilerry (Lampung Tengah).

Ajaibnya, perusahaan besar yang berpotensi memberi kontribusi pajak ini, justru kerap luput dari perhatian Pemprov Lampung di era pemerintahan sebelumnya. Ada beragam tunggakan pajak di sana. Mulai dari Pajak Air Permukaan (PAP), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) hingga pajak alat berat.

Untuk menagih kewajiban yang diabaikan SGC, tak pelak Gubernur Rahmat Mirzani Djausal, sampai harus mengutus Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Slamet Riadi untuk memburunya.

Kamis (12/6/2025) silam, Slamet beserta rombongan menyambangi kantor SGC. Dia datang untuk menagih tunggakan pajak perusahaan yang dinakhodai Purwanti Lee atau lebih dikenal dengan sebutan Nyonya Lee. Ketika itu Saeful Hidayat yang mewakili manajemen SGC datang menyambut. Dia berjanji akan menyampaikan pesan yang dibawa Slamet ke bosnya.

BACA JUGA  Titik Balik Literasi Digital di Sekolah Provinsi Lampung  

Tapi bola panas terlanjur sudah menggelinding. Berbagai pihak telah menganggap SGC demen mbalelo. Bahkan ada yang menyebut sudah terlalu lama “dienakkan” tapi malah tidak taat pajak. Alias tidak tahu berterima kasih.

Tak pelak beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang sudah lama gerah dengan sepak terjang perusahaan ini, getol mengawal perkara SGC ke level nasional.

Gayung bersambut, Selasa (1/7) lalu, perwakilan 3 LSM bertemu Komisi II DPR RI dan Wakil Gubernur Jihan Nurlela di Ruang Rapat Utama Gubernur Lampung. Mereka memperbincangkan seabrek ‘ulah’ SGC.

Pada rapat dengar pendapat umum (RDPU) itu Wagub Jihan menguraikan banyak hal. Selain menyinggung perihal Nilai Perolehan Air Permukaan (NPAP), dia juga menyebut berdasarkan data Bapenda Lampung diketahui SGC memiliki total kendaraan sebanyak 733 unit.

Tercatat 430 unit telah lunas pajak kendaraan bermotor (PKB). Tapi masih ada 303 unit lainnya menunggak. Adapun rincian total kewajiban PKB PT SGC sebesar Rp812,8 juta. Baru dibayarkan Rp637,5 juta. Sisa tunggakan Rp174 juta.

Sedangkan untuk kewajiban pajak alat berat, kendati perusahaan ini sudah beroperasi puluhan tahun, namun besaran kewajiban pajaknya hingga saat rapat berlangsung belum bisa ditentukan. Padahal diketahui setidaknya terdapat 287 unit alat berat tersebar di berbagai anak perusahaan SGC.

Jihan menjelaskan, alat berat belum dikenakan pajak karena nilai jualnya (NJAB) belum masuk ke sistem aplikasi. Untuk itu Bapenda Lampung masih mencari harga pasaran umum yang belum ada di Permendagri Nomor: 8 Tahun 2024.

Pemutihan pajak PKB bentuk keringanan yang diberikan Pemprov Lampung. (Ilustrasi: Lontar.co)

Usai mendapat perhatian banyak pihak akhirnya SGC membayar pajak alat berat yang dimiliki.

“Iya sudah dibayar. PT Sweet Indo Lampung (SIL) membayar pajak untuk 80 unit alat berat dengan total Rp171.920.000,” terang Slamet ke awak media, selang beberapa waktu usai RDPU.

Kemudian, sambungnya, PT Indo Lampung Perkasa juga melunasi pajak untuk 73 unit alat berat senilai Rp123.350.000. Pembayaran dilakukan melalui Bank Lampung di Tulangbawang.

BACA JUGA  Kepala Daerah Keranjingan Takedown Berita?

PT Gula Putih Mataram (GPM) menjadi penyetor pajak terbesar dengan jumlah 124 unit alat berat. Total pajak yang dibayarkan mencapai Rp263.474.000.

Kepada Lontar.co Slamet mengungkapkan, pembayaran pajak SGC menggunakan fasilitas pemutihan yang sama seperti diberlakukan kepada masyarakat umum.

“Iya, pakailah (jalur pemutihan pajak, red). Sesuai program pembayaran pajak yang berlaku sekarang,” ucapnya, saat dihubungi Selasa (5/8).

Kepedulian SGC Dipertanyakan

Kepedulian tinggi SGC terhadap daerah yang acapkali digembar-gemborkan pihak tertentu, seakan dimentahkan sendiri dengan terangkatnya persoalan penunggakan pajak ini ke permukaan.

Menyoal kepedulian itu Bupati Tulang Bawang (Tuba), Qudrotul Ikhwan, punya cerita. Saat menghadiri pertemuan dengan Komisi II DPR RI, ia menguak tabiat SGC yang sesungguhnya.

Dikatakannya, tidak ada sedikit pun sikap kooperatif yang diperlihatkan SGC kepada Pemkab Tuba. Padahal sebagian lahan yang dikelola perusahaan itu berada di wilayahnya.  

“Sampai hari ini tidak pernah ada data rinci mengenai Hak Guna Usaha (HGU). Mereka tidak pernah memberikannya. Apalagi mau bicara kontribusi pajak ke daerah,” terang Qudrotul, saat pembicaraan yang dipimpin Wakil Ketua Komisi, Dede Yusuf, mengarah pada munculnya desakan pengukuran ulang HGU SGC.

“Bahkan, saat kami meminta CSR dalam bentuk hewan kurban pada Idul Adha lalu, mereka hanya kasih kambing kacang,” sindir Qudrotul akan minimnya kepedulian SGC terhadap daerah.

Seorang anggota DPRD Lampung merasa tidak kaget dengan cerita-cerita SGC serupa itu. “Itu sudah kita ketahui bersama. Tabiat serupa itu sudah lama berlangsung. Dan kita semakin paham. Semua mereka lihat dari sudut pandang kalkulator dagang.

Selagi menguntungkan, baik berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap bisnisnya, mereka akan masuk. Tapi kalau dianggap nihil, jangan harap.

Makanya saya setuju kalau Pemprov Lampung sekarang bersikap tegas. Tapi mesti hati-hati juga berurusan dengan kebun. Selip-selip bisa masuk angin kalau keseringan ke kebun,” ucapnya, yang sama dengan kecenderungan kebanyakan pihak, wakil rakyat satu ini pun meminta agar identitasnya tidak diungkap.(*)

Further reading

  • eva dwiana

    Eva Tak Punya Legitimasi yang Kuat, Ia Hanya Didukung oleh Kurang dari 30 Persen Warga Bandarlampung

    Sebagai walikota, Eva sebenarnya tak punya akar legitimasi yang kuat untuk memimpin kota. Kondisi ini, berkorelasi dengan kebijakannya yang cenderung ngawur dan egosentris. (Lontar.co): Sejak pagi, backhoe itu terus mengeruk aspal yang digali di pelataran gedung Kejati Lampung. Sementara, sejumlah pekerja konstruksinya terlihat mondar-mandir mengangkut material dengan angkong. Meski masih relatif pagi, aktivitas konstruksi di […]
  • 60 Penulis ‘Menelisik Lampung’ Penuh Warna

    Masih sedikitnya ketersediaan buku yang membicarakan ke-Lampung-an, kini terjawab. Dinas Perpustakaan Lampung meluncurkan buku ini, Menelisik Lampung, berisi karya puisi, cerpen, dan esai (opini). Dikemas apik. (Lontar.co): Bangga jadi ulun Lappung (orang Lampung). Lampung, sebagai etnis, sangat kaya seni budaya. Daerah ini saja memiliki dua jurai bagi etnis Lampung, yakni pepadun dan saibatin — pedalaman […]
  • bahan pangan tersandera mbg

    Bahan Pangan yang Tersandera MBG

    Tingginya permintaan harian Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) Makan Bergizi Gratis, memicu naiknya harga bahan pokok di sejumlah pasar. Masyarakat dan pedagang tradisional mengeluh. (Lontar.co): Meski sudah menunggu sejak pagi, Erni hanya mampu membeli sekilo telur dan 5 kilogram beras di pasar murah yang digelar di Kantor Kecamatan Bumi Waras itu. Banyak bahan pokok yang […]