Saya pernah diundang rapat jam 9 pagi. Saya datang tepat waktu. Ternyata cuma saya dan air mineral gelas yang sudah ngembun.
Jam 9.15, rapat belum mulai. Jam 9.30, masih sepi. Jam 10, baru satu orang datang sambil bawa gorengan.
“Rapatnya belum mulai?” tanya saya.
“Belum. Masih nunggu Pak Kadis. Biasa, beliau jam karet premium.”
Jam 10.30, orang-orang mulai berdatangan. Ada yang baru bangun. Ada yang baru dandan. Ada juga yang baru sadar ini rapat, bukan arisan PNS.
Jam 11, kadis datang. Bukannya buka rapat, malah buka cerita nostalgia.
“Dulu zaman saya masih staf, rapat tuh tepat waktu!”
Tepat waktu? Waktu siapa? Waktu dinosaurus masih hidup?
Setelah 2 jam basa-basi dan gorengan tandas. Rapat ditunda. Kadis bilang, “Karena waktu makan siang udah mepet. Kita lanjut besok.”
Besok? Ini rapat atau drama bersambung?
Di negeri ini, rapat memang bukan untuk menyelesaikan masalah. Tapi untuk menyamakan alasan kenapa masalah enggak selesai.
Saya pernah tanya ke pejabat, “Pak, kenapa rapat kita sering molor?”
Si pejabat jawab dengan anteng, “Karena dapetin ide bagus tuh butuh waktu. Dan kami juga perlu waktu, setidaknya buat ngopi dulu biar dapet ide bagus.” (*)