Tag: rektor unila


  • Belum lepas ingatan manakala tahun 2022 lalu, tingkah korup Karomani mencoreng nama Unila. Kini, tiga tahun setelahnya, terkuak dugaan praktik perjokian jurnal ilmiah demi gelar akademis. Unila babak belur, bukan hanya di Indonesia tapi juga di mata akademisi level internasional. Jika terbukti joki dan plagiasi, maka gelar dan jabatan para pelakunya wajib dicopot! 

    (Lontar.co): Hari itu, Selasa (27/5/2025) ada yang tak biasa di Gedung Rektorat Unila, sejumlah orang terlihat tergesa menuju gedung.  

    Seorang petugas keamanan yang berjaga di gedung itu sempat dihampiri, mereka berbincang sebentar kemudian langsung bergerak ke dalam. 

    Tampang-tampangnya terlihat biasa, tapi siapa yang menyangka, jika mereka adalah tim dari Kemendiktisainstek yang ditugaskan bersama Senat Unila untuk menyelidiki dugaan pelanggaran integritas akademik oleh sejumlah guru besar di Unila. 

    “Yang saya lihat ada dua orang, tapi sepertinya lebih jumlahnya,” ujar sumber Lontar.co di Unila. 

    Sumber lainnya juga menyebut, kedatangan Tim Kemendikti itu juga terkesan mendadak,”kita baru tahu dari Kemendikti justru setelah mereka datang hari itu dan langsung rapat di Ruang Senat gedung rektorat lantai 3”. 

    Kasak-kusuk soal joki jurnal ilmiah sejumlah guru besar di Unila ini memang sudah sejak lama terendus, tapi mereka yang mengetahui pelanggaran etik ini terkesan diam, apalagi ada dugaan sejumlah petinggi Unila terlibat di dalamnya. 

    Bahkan kabarnya, proses pemeriksaan Irjen Kemendiktisainstek sudah berlangsung jauh sebelumnya, namun hasil pemeriksaan tak disampaikan ke senat, termasuk SPI Unila. 

    Hal ini pulalah yang membuat dewan pengawas dalam rapat-rapat internal Unila meminta rektorat untuk menyampaikan hasil pengawasan dan pemeriksaan dari Kemendikti. 

    Lontar juga mendapat bocoran, dalam setiap rapat kordinasi pimpinan Unila dengan Dewan Pengawas (Dewas) Unila, Irjen Dikti Dr. Chatarina Muliana yang juga Ketua Dewas mengingatkan Rektor Unila, Prof Lusmelia untuk segera menyampaikan hasil temuan praktik perjokian ini ke Satuan Pengendalian Internal (SPI) Unila. 

    “Ketua Dewas Unila itu berkali-kali mengingatkan Rektor Unila untuk menyampaikan hasil temuan itu ke SPI Unila, tapi tak pernah dilakukan,” tutur sumber lontar lagi. 

    Sampai akhirnya terkuak, ketika tim dari Kemendikti datang langsung ke Unila untuk melakukan pemeriksaan ke tiga guru besar Unila yang diduga terlibat dalam praktik perjokian pembuatan jurnal ilmiah ini. 

    Dasar tim melakukan pemeriksaan ini, mengacu pada surat Nomor: 69/UN26.01/SENAT/2025 perihal undangan pemeriksaan dugaan pelanggaran integritas akademik Senat Unila tertanggal 26 Mei 2025. 

    Poin surat merujuk pada surat Kemendiktisainstek Nomor: 0262/B/DT.04.01/2025 perihal pembentukan tim pemeriksa Unila terkait dugaan pelanggaran integritas akademik dalam menghasilkan karya ilmiah di Unila dan atas dasar hasil rapat tim pemeriksa dugaan pelanggaran integritas akademik dalam menghasilkan karya ilmiah di Unila tanggal 26 Mei 2025. 

    Dalam surat bahkan, tim pemeriksa melampirkan secara spesifik jurnal ilmiah yang terindikasi melanggar integritas akademik, lengkap dengan judul dan tahun terbit jurnal. 

    Data dari sumber Lontar juga menyebut Irjen Kemendikti rupanya sudah mengendus sejak lama adanya praktik perjokian yang mengarah pada satu nama yang selalu muncul dalam setiap jurnal ilmiah yang disusun setidaknya oleh tiga orang guru besar yang ada di Unila. 

    Selain itu, Irjen Kemendikti juga menemukan indikasi plagiasi hingga data fiktif yang ditulis dalam jurnal ilmiah yang cenderung mengarah jika jurnal dibuat bukan berdasarkan hasil penelitian yang empiris. 

    “Penelusuran Irjen Kemendikti itu mengarah pada satu nama, RP. Semua jurnal dari tiga profesor ini selalu ada nama RP. Bayangkan, disiplin ilmunya RP itu sebenarnya kependidikan, tapi dia bisa menguasai segala macam disiplin ilmu,” ujar sumber itu lagi. 

    Seperti diketahui, untuk bisa menjadi guru besar, akademisi wajib melalui proses jenjang akademik yang amat panjang. 

    Selain itu, calon guru besar juga diharuskan membuat jurnal ilmiah berdasarkan data ilmiah dan hasil kajian empiris dan terindeks Scopus. 

    Untuk membuktikan informasi dari sumber ini, Lontar mencoba menelusuri jurnal ilmiah milik ketiga nama profesor yang diduga menggunakan joki dalam pembuatan jurnalnya. 

    Proses penelusuran dilakukan melalui Google Scholar. Google Scholar adalah mesin telusur online yang khusus digunakan untuk mencari literatur ilmiah dan akademis di seluruh dunia. 

    Jurnal-jurnal ilmiah yang ada di Google Scholar ini sudah terindeks Scopus–semacam layanan khusus untuk mengindeks database jurnal ilmiah internasional untuk seluruh bidang keilmuan. 

    Dalam penelusuran itu, Lontar menemukan sejumlah judul jurnal ilmiah yang ditulis oleh satu nama yang sama, yakni; RP. 

    Salah satu jurnal ilmiah berjudul Effect of sand faction percentage in soil mixture towards soil support power for dam construction, ditulis oleh RP bersama Lusmelia Afriani, yang kini menjabat sebagai Rektor Unila. 

    Uniknya, jurnal itu adalah tentang ilmu teknik yang fokus pada desain, pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur publik, tapi disusun oleh RP yang punya latar belakang ilmu pendidikan. 

    Pada jurnal ilmiah milik Rektor Unila, Prof Lusmelia Afriani di Google Scholar yang jumlahnya mencapai puluhan jurnal itu, 5 diantaranya terdapat nama RP sebagai tim penulis. Umumnya, jurnal-junal yang melibatkan RP sebagai tim penulis itu, dibuat antara rentang tahun 2022. 

    Demikian halnya pada dua nama guru besar Unila lainnya yang diduga menggunakan ‘jasa’ RP sebagai joki penulis di jurnal ilmiah terindeks Scopus. 

    “Kawan ini (RP) memang luar biasa. Walaupun sarjana keilmuannya pendidikan, tapi dia menguasai segala disiplin ilmu,” tutur sumber Lontar lagi. 

    Perihal indikasi keterlibatan nama RP ini juga bahkan ditulis lengkap sebagai dasar pemeriksaan tim Kemendikti terhadap tiga guru besar Unila. 

    Dalam isi surat yang dijadikan rujukan pemeriksaan tim Kemendikti, dan ditandatangani oleh Ketua Senat Unila, Prof Herpratiwi itu, disebutkan adanya nama penulis lain dalam jurnal milik ketiga guru besar itu, yakni; RP, yang saat ini menjabat sebagai Ketua YP Unila, yang dianggap oleh tim Kemendikti sama sekali tak memiliki kontribusi secara substansi dalam penelitian untuk penerbitan jurnal ilmiah. 

    Melanggar Aturan 

    Praktik perjokian yang dilakukan oleh RP dalam pembuatan jurnal ilmiah untuk tiga guru besar ini, melanggar aturan mengenai kepengarangan yang tidak sah dan cenderung mengarah pada konflik kepentingan.  

    Hal ini diatur dalam Pasal 10 ayat (4) Permendikbudristek No. 39 Tahun 2021 yang berbunyi; “Kepengarangan yang tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d merupakan kegiatan seseorang yang tidak memiliki kontribusi dalam sebuah Karya Ilmiah berupa:  a.menggabungkan diri sebagai pengarang bersama tanpa memberikan kontribusi dalam karya;  b. menghilangkan nama seseorang yang mempunyai kontribusi dalam karya; dan/atau, c. menyuruh orang lain untuk membuat karya sebagai karyanya tanpa memberikan kontribusi.

    Serta, Pasal 10 ayat (5) mengatur mengenai konflik kepentingan yaitu perbuatan menghasilkan Karya Ilmiah yang mengikuti keinginan untuk menguntungkan dan/atau merugikan pihak tertentu. 

    Faktor Kedekatan 

    Di lingkungan Unila, siapa yang tak mengenal RP, kedekatannya dengan pihak rektorat membuatnya memiliki sejumlah privilese yang besar di Unila. 

    RP mulai masuk di Unila, saat Karomani masih menjabat Rektor Unila.  

    Sumber Lontar di Unila membeberkan, ketika itu, ada yang mengenalkan RP  ke Lusmelia yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua LPPM Unila. 

    Oleh Lusmelia, RP diberikan tugas khusus untuk mengurus konferensi internasional dan tugas lainnya yang berkenaan dengan publikasi.  

    Sejak itu, jaringan RP di Unila makin luas. Ia juga membantu H, yang saat ini menjadi salah satu guru besar terperiksa dalam dugaan praktik perjokian yang diusut tim Kemendikti, dalam hal mengurus aset milik Unila. 

    Saat, Lusmelia terpilih menjadi Rektor Unila, posisi RP makin kuat, ia menjadi orang kepercayaan Lusmelia. 

    Kabar lain juga menyebut, kerja keras RP dalam membuat jurnal ilmiah ini berbuah imbalan jabatan sebagai Ketua YP Unila. 

    Padahal, SMA YP Unila adalah laboratorium FKIP Unila yang didalamnya terdapat banyak nama-nama yang jauh lebih berkompeten untuk menjadi Ketua YP Unila.  

    Nama-nama seperti; Dr. M. Thoha Sampurna Jaya mantan Wadek 1 dan Warek 3 Unila hingga Prof. Dr. Bujang Rahman mantan Warek 1 bidang Akademik, dan mantan Dekan FKIP, mantan Wakil Dekan FKIP, adalah nama-nama yang lebih potensial dan kredibel untuk memegang jabatan sebagai Ketua YP Unila. 

    Unila Membantah 

    Tapi, Rektor Unila terkesan santai menanggapi adanya praktik perjokian yang melanggar etik ini, apalagi ia juga diduga terlibat dalam praktik perjokian tersebut. 

    Kepada wartawan, seperti dikutip dari sejumlah media, Lusmelia beralasan bahwa apa yang dilakukan oleh tim Kemendikti itu bukan pemeriksaan, melainkan hanya sebagai klarifikasi,”cuma klarifikasi saja,” kata Lusmelia. 

    Hal yang cenderung sama juga disampaikan oleh Plh Kabiro Perencanaan, Kerjasama dan Hubungan Masyarakat Unila, Suratno dalam surat klarifikasi berita dan hak jawab nomor 1443/UN26.07/HM/2025  yang menjelaskan bahwa setiap karya ilmiah dosen yang digunakan untuk keperluan kenaikan jabatan akademik telah melalui proses verifikasi ketat oleh Komite Integritas Unila. 

    “Setiap artikel, buku, atau karya tulis lainnya yang diajukan untuk keperluan akademik, khususnya dalam pengusulan guru besar, telah lolos verifikasi oleh Komite Integritas Universitas Lampung. Proses ini merupakan bagian dari komitmen kami menjaga integritas akademik dan kualitas lulusan,” ujar Suratno. 

    Suratno juga menjelaskan bahwa rapat tim pemeriksa yang digelar pada tanggal yang sama bukan bertujuan untuk menyelidiki pelanggaran, melainkan sebatas mengonfirmasi kontribusi penulisan artikel oleh para dosen yang bersangkutan. 

    “Rapat tersebut lebih kepada klarifikasi administratif, bukan investigasi. Tim hanya memastikan kontribusi masing-masing penulis dalam artikel yang diajukan sebagai syarat kenaikan jabatan,” jelasnya. 

    Tapi, pernyataan berbeda justru disampaikan oleh Dirjen Dikti Prof Khairul Munadi melalui Humas Dirjen Dikti, Eko Pras yang dihubungi wartawan, yang menyebut bahwa Dirjen Dikti sangat serius mendalami dugaan praktik perjokian pembuatan jurnal ilmiah yang jelas-jelas melanggar etika. 

    Meski demikian, Dirjen Dikti tidak akan gegabah dalam proses penanganannya, namun prosesnya akan terus dilakukan hingga tuntas. 

    Belakangan pelanggaran etika praktik perjokian dalam pembuatan jurnal ilmiah ini juga, mengembuskan kabar yang menyebut jika jabatan Rektor Unila bakal digantikan dari Prof Lusmelia ke pelaksana tugas (Plt) yakni; Sri Suning Kusumawardani yang kini menjabat sebagai Direktur Sumber Daya Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiktisaintek. 

    Meski demikian, info ini masih belum bisa dipastikan, upaya klarifikasi terhadap pihak Rektorat Unila maupun Dirjen Dikti belum bisa dilakukan. 

    Dukungan Petisi 

    Sementara itu, dukungan moral terhadap upaya pengungkapan pelanggaran etika oleh tim Kemendikti ini juga digalang oleh sejumlah sivitas akademika di situs change.org. 

    Sampai dengan hari ini (30/5/2025), sedikitnya sudah 161 orang yang mendukung petisi yang digagas sejak Rabu (28/5/2025). 

    Dalam petisi yang digagas oleh akun bernama Ardian Ulvan itu mengatakan, Komisi Etik Senat Universitas Lampung sedang melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah dosen dan guru besar yang diduga melakukan pelanggaran etika dan integritas akademik dalam bentuk perjokian publikasi ilmiah saat pengajuan jabatan fungsional guru besar dan/atau Lektor Kepala.  

    Dugaan ini bukan hanya mencoreng nama baik individu yang bersangkutan, namun juga menyakiti martabat institusi kita bersama, merusak kepercayaan publik, dan mencederai perjuangan para dosen (Guru Besar/Lektor Kepala/Lektor/Asisten Ahli) yang selama ini dengan jujur dan penuh dedikasi meniti karier akademiknya. 

    “Kita harus berdiri bersama, mendorong Senat Universitas dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, khususnya Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dan Inspektur Jenderal, untuk mengusut tuntas kasus ini secara obyektif, jujur, transparan, dan tanpa kompromi”. 

    Memalukan Sekaligus Menjijikkan 

    Namun yang jelas, jika praktik perjokian ini benar terbukti, peristiwa ini akan menjadi cobaan berat (lagi) bagi Unila.  

    Jika benar praktik perjokian jurnal ilmiah guru besar di Unila itu terbukti, maka bukan cuma bikin malu seluruh sivitas akademika saja, tapi juga Lampung dan Indonesia di level internasional, karena jurnal ilmiah terindeks Scopus adalah himpunan jurnal milik akademisi dari seluruh dunia, apa jadinya jika jurnal ilmiah yang seharusnya menjadi mahakarya buat guru besar justru dibuat melalui joki dan masih pula terindikasi plagiat. Ini memalukan sekaligus menjijikkan! 

    “Dulu, saya buat jurnal ilmiah itu berbulan-bulan lamanya, keluar masuk hutan, wawancara dengan warga. Tiba-tiba, hari ini ada guru besar yang setega itu mencederai kawan-kawan akademisi yang lainnya. Bayangkan, mereka tenang-tenang di rumah, jurnal dibuatin, tau-tau jadi guru besar. Saya yang dengar kabar itu, bukan cuma malu, tapi juga jijik!,” kata seorang akademisi kesal.