Tag: Polda Lampung


  • Di tengah lalu-lalang pendidikan yang mestinya dibangun dengan kejujuran dan integritas, publik Kota Bandarlampung tiba-tiba disuguhi sebuah ironi. Sosok yang seharusnya berdiri paling depan dalam menanamkan nilai kejujuran kepada generasi muda, justru terseret dalam dugaan praktik yang mencederai makna dari pendidikan itu sendiri.

    (Lontar.co): Namanya Eka Afriana. Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandarlampung. Seorang birokrat dan lebih dari itu dia dikenal luas sebagai saudari kembar dari Walikota Eva Dwiana. Posisi strategis dan kedekatan darah yang semestinya menjadi tangga pengabdian, hari-hari ini justru menjelma sebagai lubang tanya yang dalam. Benarkah Eka telah memanipulasi dokumen pribadinya demi menjadi ASN?

    Isu ini menyeruak bukan dalam bisik-bisik kantor, melainkan telah menjelma laporan resmi ke Polda Lampung. LSM Trinusa, sebuah lembaga swadaya masyarakat, akhirnya menuntut terang. Didorong oleh rasa keadilan, mereka tak sekadar menggugat, tapi juga mengantar tumpukan bukti ke hadapan hukum.

    Banyak kalangan mengomentari peristiwa ini. Yusuf Kohar, mantan Wakil Walikota Bandarlampung periode 2016–2021, termasuk salah satu yang angkat suara. Ia mengaku terkejut saat pertama kali membaca pemberitaan tentang dugaan pemalsuan dokumen tersebut.

    “Saya menunggu klarifikasi dari aparat. Kalau memang ada pelaporan, sebaiknya dijelaskan secara resmi. Jangan sampai ini berkembang menjadi bola liar,” ungkapnya kepada Lontar.co, Senin (9/6/2025) malam.

    Kohar, yang kala menjabat mendampingi Herman HN, mengenal Eka Afriana sebagai Sekretaris Dinas Pendidikan. Ia tidak menampik bahwa keduanya pernah berinteraksi dalam urusan dinas. Tak terlalu berlebihan kalau kemudian Kohar tahu persis sepak terjang Eka ketika itu. Tapi keterkejutannya bukan soal pribadi. Yang lebih membuatnya gusar mengapa isu serius seperti ini baru muncul ke permukaan setelah lebih dari satu dekade berlalu.

    “Kalau ini bukan hoaks, tapi benar terjadi, maka harus diusut tuntas. Jangan hanya Eka yang dilihat. Tapi siapa saja yang mungkin terlibat dalam proses itu juga harus ditelusuri. Kebenaran mesti diungkap. Negara tidak boleh membiarkan integritasnya dirusak dari dalam,” tegasnya.

    Sebelumnya, ramai diberitakan Eka pernah mengakui dugaan tersebut. Bahkan sampai hari ini dia tidak pernah membantah pernyataannya itu. Diketahui dirinya malah membangun sebuah narasi mistik.

    Eka menguraikan cerita di balik berita. Secara eksplisit dia mengatakan, pengubahan tahun kelahiran dilakukan secara sengaja. Motivasinya karena soal keyakinan.

    Iya, keyakinan. Tepatnya terkait alasan kesehatan dan kepercayaan spiritual. Eka cerita, semasa kecil dia kerap sakit-sakitan. Malah sering pula kesurupan. Bahkan mirip indigo, bisa melihat makhluk gaib.

    Orang tuanya berupaya menangani. Baik secara medis maupun nonmedis. Misalnya, konsultasi dengan kiai. Sampai kemudian semua mengerucut pada satu keyakinan, bahwa harus ada yang “diubah” dari Eka.

    Pilihan jatuh untuk mengubah tahun kelahiran. Semenjak itu, masih menurut pengakuan Eka, data kependudukan dirinya mencantumkan tanggal kelahiran 25 April 1973. Usia yang lebih muda 3 tahun dari fakta sebenarnya. Melalui narasi yang dibangunnya, seakan Eka minta dimaklumi mengapa dia sampai merubah data dokumen kependudukannya.

    Tapi kebetulan lain menyusul. Tidak berselang lama mengubah tahun kelahiran, Eka mendaftar tes CPNS. Dia lolos dan diterima sebagai PNS. Agaknya identitas baru telah mengantarkannya pada jalan hidup yang baru pula. Semenjak itu dia resmi mengenakan seragam dan berstatus abdi negara. (*)



  • Pelaporan ke Polda Lampung atas dugaan pemalsuan sejumlah dokumen resmi yang merundung Kepala Dinas Pendidikan, Eka Afriana, kiranya sudah menembus segenap dinding perkantoran Pemkot Bandarlampung. Beragam reaksi mengemuka. Kendati tidak diungkapkan secara terbuka.

    (Lontar.co): Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandarlampung terlihat lengang, Rabu (4/6/2025). Mestinya tidak selengang ini. Sebelumnya terbetik kabar, biarpun terlihat hening, namun bila ada wartawan yang datang ingin konfirmasi, biasanya akan sigap muncul “wartawan” yang katanya punya hubungan dekat dengan internal Disdik.

    “Orang dekat” ini yang nanti akan “menentukan” apakah si wartawan bisa memperoleh konfirmasi dari pejabat terkait, atau malah diminta putar balik alias ditolak memperoleh informasi.

    Pemandangan seperti yang digambarkan itu kali ini tidak terlihat. Lontar.co dengan leluasa bisa sampai ke depan pintu ruang kepala dinas. Benar, setelah itu baru “terhadang”. Ada meja staf yang meminta tamu mengisi buku tamu. Setelah tahu dari media, SOP berikutnya staf menanyakan tujuan.

    Ketika disampaikan ingin meminta tanggapan Kadisdik atas pelaporan yang dilakukan LSM Trinusa ke Polda Lampung, sempat terdengar gumaman staf, “Oh, soal pelaporan itu, ya.”

    Berikutnya, seperti sedang melafalkan hafalan, staf itu menyampaikan pimpinannya sedang di luar. Raut mukanya mulai berubah ketika ditanyakan apakah ada sekretaris atau humas yang bisa dimintai tanggapan. Dia minta waktu sejenak, lalu menghilang di balik pintu sebuah ruang. Tak berselang lama, dia kembali bersama seseorang.

    Lelaki yang baru muncul itu mengaku staf Bidang Umum bernama Benny. Dia bilang kehumasan memang berada di lingkup bidang kerjanya. Hanya saja atasannya yang berkompeten memberi keterangan juga sedang berada di luar. “Mohon maaf kami belum bisa memberi penjelasan terkait hal yang mau ditanyakan,” ucapnya sebagai pertanda untuk menyudahi perbincangan.

    Hal senada juga ditunjukkan Ali Rozi, Kabag Humas Pemkot, yang dikenal paling aktif mengoreksi bila ada pemberitaan yang dianggap sensitif seputar pemkot terlebih walikota. Saat dihubungi untuk dikonfirmasi terkait respon Pemkot Bandarlampung terhadap pelaporan salah satu kepala dinasnya, dengan nada gugup dia berkelit agar jangan dirinya yang dimintai tanggapan. “Jangan saya lah. Yang lain saja,” ucapnya saat dihubungi melalui ponsel.

    Sementara Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kadiskominfo) Rizki Agung saat disambangi ke kantornya ternyata sedang tidak berada di ruang kerja. “Saya sedang sakit. Nanti saja, ya,” ungkap Rizki melalui sambungan telepon.

    Kondisi nyaris serupa juga ditemui ketika Lontar.co ingin memperoleh penjelasan penilaian pihak Badan Kepegawaian Daerah (BKD) atas dilaporkannya Eka Afriana yang notabene ASN. Menurut staf, Kepala BKD tidak berada di ruang. Sedangkan Sekretaris BKD, Rohadi Yusuf, tidak berkenaan dimintai keterangan. “Ke pimpinan aja,” pintanya seraya bergegas.

    Kondisi banyaknya pejabat terkait yang mengelak saat akan dimintai tanggapan atas perkara ini, juga disampaikan oleh beberapa jurnalis yang kesehariannya melakukan liputan di lingkup Pemkot Bandarlampung. “Pada takut ngomong. Maklum aja ini kan nyangkut kembaran walikota,” ungkap salah satu dari jurnalis yang tidak mau namanya dikutip. (*)



  • Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandarlampung, Eka Afriana, ramai diberitakan. Sayangnya bukan perihal prestasi. Sebaliknya, media mengendus indikasi tindakan akal-akalan yang telah dilakukan kembaran Walikota Eva Dwiana ini. Buntutnya, Eka dilaporkan ke polisi.

    (Lontar.co): Akal-akalan yang dimaksud ialah Eka Afriana diduga memalsukan dokumen kependudukan. Merasa sudah tak bisa berkelit, dia akhirnya mengakui. Namun, seakan tak mau menyerah begitu saja, Eka turut menguraikan berbagai dalih yang bernuansa logika mistik. Agaknya dia kepingin publik bisa memaklumi langkah yang telah diambilnya. Alih-alih percaya, LSM Trinusa justru melaporkan Eka Afriana ke Polda Lampung.

    Tak mau sekadar omon-omon, Lembaga Swadaya Masyarakat Trinusa DPD Lampung langsung mengambil langkah konkrit. Melalui Sekretaris Jenderalnya, Faqih Fakhrozi, secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dan identitas diri yang dilakukan Eka Afriana. Saat ke Polda, Faqih turut didampingi kuasa hukum, Muhammad Latief, dari LBH Masa Perubahan.

    “Benar, kita telah melaporkannya,” kata Latief, seperti dikutip beberapa media, Senin (2/6/25). Dijelaskannya, laporan Trinusa berfokus pada dugaan pemalsuan sejumlah dokumen resmi. Pemalsuan ditengarai dilakukan untuk kepentingan pribadi terlapor. Tujuannya guna memenuhi persyaratan pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 2008 silam di Kabupaten Way Kanan.

    Lebih lanjut Latief menguraikan dokumen apa saja yang diduga telah dipalsukan terlapor. Data yang dimaksud terkait akta kelahiran, ijazah, KTP, dan Kartu Keluarga (KK).

    Namun demikian, sambung Latief, kliennya menggaris bawahi perubahan yang paling signifikan dari dugaan pemalsuan tersebut yakni perihal tahun kelahiran. Eka Afriana sebelumnya tercatat dalam dokumen kependudukan lahir pada tanggal 25 April 1970. Lalu dia merubahnya menjadi 25 April 1973. Usianya menjadi lebih muda 3 tahun.

    LSM Trinusa menduga, perubahan tersebut dilakukan untuk menghindari batas usia maksimal 35 tahun sebagai persyaratan pengangkatan CPNS. Padahal berdasarkan identitas asli, Eka Afriana telah berusia 38 tahun saat itu. Artinya, Eka mestinya tidak lolos, bahkan pada tahapan awal seleksi pendaftaran CPNS.

    Atas tindakan tersebut, Latief menilai patut diduga Eka Afriana telah melanggar Pasal 263, Pasal 264, dan Pasal 266 KUHP. “Hanya saja dalam pelaporan ini, fokus kami lebih menitik beratkan pada aspek tindak pidana,” ungkap Latief. Kendati menurutnya, kliennya juga memiliki catatan berbagai pelanggaran administratif terkait hal ini

    Dalam pandangan Latief, berbagai tindakan yang dilakukan terlapor sesungguhnya tidak hanya merugikan secara hukum. Melainkan sudah turut menciptakan preseden buruk dalam sistem pemerintahan.

    “Bahkan, melalui pelaporan ini, kepentingan publik secara luas ikut terwakili. Karena masyarakat sangat mungkin ada yang telah dirugikan oleh praktik terlapor,” papar Latief.

    Dia menambahkan, yang tidak kalah penting bahwa negara dan sistem pemerintahan tidak boleh dibiarkan dirusak oleh praktik-praktik pemalsuan yang menguntungkan individu.

    Saat ditanya keterangan apa saja yang disampaikan saat melaporkan ke Polda, Latief menyebut pihaknya menyertakan berbagai keterangan termasuk bukti-bukti kuat berupa dokumen asli dan pembanding. Seperti SK Bupati Way Kanan, KTP, serta data administrasi lain.

    “Kami juga turut menyerahkan daftar saksi untuk mendukung proses hukum yang nantinya berjalan,” ucapnya, seraya berharap pelaporan kliennya dapat ditindaklanjuti secara serius dan profesional.

    Isunya Sudah Lama Berkembang

    Saat dimintai pendapatnya atas pemberitaan luas yang menyangkut Kadis Pendidikan Kota Bandarlampung, salah seorang pensiunan guru yang dana pensiunnya masih tertahan di Koperasi Betik Gawi, mengungkapkan, dirinya dan beberapa rekan pensiunan lain di lingkup Disdik Bandarlampung sudah lama mendengar cerita pemalsuan tersebut.

    “Ini bukan cerita baru sebenarnya. Kalau kami yang dulu masih jadi guru di Bandarlampung, sudah mendengarnya sejak lama. Tapi waktu itu kan masih dibilang isu. Apalagi bagi kami yang guru PNS, mana punya daya untuk mempersoalkannya. Apalagi saudara kembarnya juga walikota. Kalau pimpinan kita aja menganggap itu bukan persoalan, apalagi kami-kami yang cuma anak buah. Ya, akhirnya cerita itu hilang sendirinya,” terang seorang perempuan pensiunan guru yang mewanti-wanti agar identitasnya tidak diungkap.

    Oleh karenanya, sambung narasumber ini, dia bersama rekan-rekannya sesungguhnya juga tidak terlalu kaget, kalau Eka selaku Kepala Dinas Pendidikan, tidak terlihat keseriusannya turut membantu mengupayakan nasib para mantan guru ASN yang dana pensiunannya belum juga dikembalikan Koperasi Betik Gawi.

    “Padahal kalau Kadisdik mau, harusnya ini sudah ada titik terangnya. Dia punya kapasitas untuk intervensi karena dinas juga yang mengarahkan dana tabungan kami disimpan dan dikelola koperasi itu.

    Kalau sekarang berita mantan atasan saya jadi ramai, apalagi sekarang katanya juga sudah dilaporkan ke polisi, ya mudah-mudahan aja kalau masalah ini akhirnya jelas duduk perkaranya, nantinya urusan kami ikut diperhatikan sama adek-adek wartawan juga LSM kayak perkara ini,” harap mantan guru sekolah dasar negeri ini. (*)



  • Kurang 24 jam pasca penggerebekan warga terhadap oknum polisi (Er) yang berada di rumah kontrakan mahasiswi yang kemudian berlanjut dengan kedatangan belasan rekan oknum ke rumah RT 4, pihak Polda Lampung langsung bertindak.

    (Lontar.co): Paminal Polda Lampung meresponnya dengan meminta keterangan kepada Hendri Std yang pada saat insiden berlangsung, Kamis (29/5/2025) malam, menemui belasan rekan oknum Er. Petugas juga menghimpun keterangan dari Ketua Rukun Tetangga 4, Kelurahan Labuhanratu, Bambang.

    “Saya ceritakan kronologi kejadian sejak awal hingga kedatangan rekan-rekan oknum anggota,” terang Hendri, Sabtu (31/5/2025). Menurutnya, pihak Paminal Polda Lampung menyampaikan akan segera memproses perkara ini.

    Selain Paminal, sambung Hendri, dirinya juga menerima kehadiran Wakil Direktur Samapta Polda Lampung, Andy Siswantoro. Pada pertemuan ini Hendri didampingi Kabid Hukum serta beberapa pengurus Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wilayah Lampung serta Ketua Ikatan Jurnalis Provinsi (IJP Lampung) Abung Mamasa.

    Dijelaskannya, Andy menyampaikan permohonan maaf atas adanya peristiwa ini. Dirinya juga menegaskan, pimpinan Polda Lampung sangat merespon dinamika yang berlangsung di lapangan, termasuk terkait gerakan anggotanya.

    Secara garis besar, sambung Hendri mengulang keterangan Wadir Andy, oknum Er akan segera ditindak tegas. Sedangkan mengenai kedatangan rekan-rekannya, dipastikan tidak bermaksud mengintimidasi warga. Itu semata bentuk respon atas info yang diberikan Er. “Tapi Wadir mengatakan terhadap rekan-rekan Er tetap akan dimintai keterangan dan pembinaan lebih lanjut,” kata Hendri.

    Dia juga mengatakan, Kabid Humas Polda Lampung Yuni Iswandari Yuyun pun menyampaikan hal senada, bahwa proses para anggota terkait peristiwa itu sedang didalami oleh Propam.

    Sementara Kepala Bidang Hukum AMSI Lampung, Hengki Irawan, menguraikan, pihaknya bisa menerima penjelasan dan proses yang sedang dilakukan internal Polda Lampung.

    “Kami sangat mengapresiasi respon cepat Kapolda Bapak Helmy. Kami juga menghargai proses internal Polda yang akan mendisiplinkan oknum anggotanya yang terkait pada kejadian Kamis malam lalu,” terangnya.

    Hengki mengulas mengapa AMSI Lampung ikut mengawal pada peristiwa ini, karena setelah diketahui bahwa pria yang diamankan warga saat berada di dalam rumah mahasiswi ternyata anggota Polda Lampung, Hendri baru mengenalkan statusnya sebagai jurnalis dan ketua AMSI Lampung.

    “Tujuannya apa? harapannya agar oknum itu bisa lebih kooperatif menyelesaikan perkara dirinya, sehingga persoalannya tidak berlarut-larut. Sebab malam itu warga silih berganti berdatangan. Khawatir akan terjadi hal yang tidak diinginkan, maka Bang Hendri menjelaskan profesi dan statusnya dalam organisasi media. Setelah itu baru Er lebih kooperatif,” urai Hengki.

    Bahkan, sambungnya, setelah Er menunjukkan sikap kooperatif, Hendri mempersilakan dia dan kawan mahasiswinya untuk pulang ke rumah masing-masing dengan jaminan tidak akan mendapat aksi kekerasan dari warga.

    “Dan itu terbukti, keduanya sempat akan pulang dan tidak ada aksi warga, tapi sekitar 100 meter mereka diminta kembali oleh RT karena Kamtibmas akan datang,” jelasnya.

    Karena persoalannya dianggap sudah tuntas, kembali Hengki menguraikan, dan kebetulan Hendri sedang ada urusan lain, maka sebelum meninggalkan rumah RT dia meminta warga untuk membubarkan diri. Memang, selang sekitar sejam kemudian, Hendri kembali mendatangi rumah RT untuk mengetahui perkembangan terakhir.

    “Saat itulah Bang Hendri bertemu dengan belasan oknum anggota. Tapi hanya sebentar karena oknum segera meninggalkan TKP,” ungkap Hengki. Dia mengatakan, lantaran sebelumnya Hendri sudah sempat menyampaikan identitasnya pada Er, tapi ternyata masih ada rekan-rekannya yang datang, maka AMSI Lampung mencoba mencari penjelasan dan motifnya mengapa itu sampai terjadi.

    “Penjelasan pihak Polda sudah sangat terang benderang. Bahwa itu semua inisiatif Er pribadi. Kedatangan rekan-rekan Er juga disebut hanya ingin memastikan informasi yang mungkin sudah disampaikan Er. Setelah tahu duduk persoalannya, mereka pun segera pergi,” katanya.

    Hengki menambahkan, AMSI Lampung mengapresiasi kesigapan Polda Lampung dalam merespon dan menindaklanjuti informasi yang berkembang di lapangan. “Kami apresiasi itu,” kata Hengki. (*)