Tag: Merry riana

  • Merry riana

    Tiba-tiba motivator Mery Riana melantai di bursa, andalannya hanya kelas motivasi dan pendidikan yang amat riskan berkembang. Bursa Efek Indonesia (BEI) kini, begitu mudah meloloskan emiten mini, dan ingatan yang seketika kembali pada kasus eFishery dan Bukalapak.

    (Lontar.co): Sahdan, suatu ketika di Maret 2021 lalu, Ricky Sen founder Dokter Mobil pernah menulis surat terbuka kekecewaannya yang ia tujukan langsung kepada Merry Riana.

    Ia mengaku sudah mendaftar 2 kelas workshop Merry Riana dan sudah membayar Rp8 juta.

    Awalnya, kelas akan digelar 2020, tapi karena Covid-19 merebak, kelas ditunda sampai 2021, Ricky Sen awalnya maklum, tapi kemudian kelas diundur kembali ke tahun 2022, tapi ia terlanjur kecewa dan meminta refund.

    Tapi, permintaannya ditolak, uang tak bisa direfund, Ricky kecewa, karena menganggap manajemen Merry tak profesional dan menilai tak etis karena membuat keputusan sepihak tanpa persetujuan dirinya sama sekali. Masalahnya kemudian menguap.

    Suasana Midaz Senayan Golf, salah satu kawasan elit di Senayan, malam itu terasa meriah, ada Presiden RI ke-6, SBY lengkap dengan anaknya AHY yang juga Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, (29/6/2025).

    Ada pula, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana, Wamen Diktisaintek Stella Christie, Wamenag RI Romo Muhammad Syafi’i, Wamen PUPR Diana Kusumastuti, dan sejumlah anggota DPR RI. Semua sumringah, karena si empunya hajat, motivator sekaligus pengusaha Merry Riana sedang berulang tahun.

    “Kita ingin memberi support untuk Merry Riana yang kita harap (perusahaannya) bisa melantai di Bursa Efek Indonesia yang menjadi model bisnis dengan inspirasi luas terutama di sektor pendidikan,” kata AHY dikutip dari Kompas.

    Perayaan ulang tahun Merry Riana yang ke 45 itu justru lebih kental dengan nuansa Merry yang tengah membangun kepercayaan publik, apalagi saat itu Merry akan melakukan pencatatan perdana saham PT Merry Riana Education Tbk atau initial public offering (IPO) dengan kode emiten MERI.

    “Ini contoh bagus. Merry tak pernah berhenti untuk berpikir meningkatkan ketangguhan dan inisiatif,” ujar SBY saat itu, seperti dikutip dari Kontan.

    Rencana IPO perusahaan Merry itu disupport pula oleh pengusaha Hermanto Tanoko, founder sekaligus CEO Tancorp yang mengakuisisi 25 persen saham di MERI melalui aksi korporasi yang menempatkan MERI sebagai emiten ke sembilan portofolio raksasa perusahaan tersebut.

    “Saya tidak sekadar menjalankan bisnis. Saya membangun masa depan. Saya percaya nilai MERI bukan hanya ada hari ini, tapi akan terus bertumbuh dalam 5 tahun ke depan. Karena itu, saya memilih untuk stay, bersama Anda,” ujar Merry Riana saat public ekspose penawaran umum perdana saham PT Mery Riana Edukasi di laman youtube miliknya.

    Di Indonesia, siapa yang tak mengenal Merry Riana. Namanya tersohor hingga pelosok, koleganya juga kebanyakan pengusaha hingga petinggi negeri, saat ini pula statusnya adalah staf khusus bidang kerjasama lembaga non pemerintah dan kerjasama luar negeri di Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, yang dijabat Agus Harimurti Yudhoyono.

    Spesiasialisasi Merry adalah motivator, seperti Mario Teguh, buku Alberthiene Endah ‘Mimpi Sejuta Dollar’ terinspirasi dari Merry Riana ini. Ia seringkali melontarkan resolusi di tiap dekade usianya, sekarang di usia paruh 40-an tahun, ambisinya melantai di bursa saham.

    Emiten MERI disebut akan menerbitkan 266,66 juta lembar saham atau setara dengan 25 persen saham publik—5 persen diantaranya dialokasikan untuk karyawan, dalam aturan Bursa Efek Indonesia (BEI), saham MERI akan masuk listing dengan status papan pengembangan, karena jumlah saham yang ditawarkan kurang dari 300 juta.

    Harga final penawaran berlaku mulai dari rentang harga saham Rp110 – Rp150 per lembar saham, dengan akumulasi total dana hasil IPO yang berpotensi didapat hingga Rp39,99 miliar.

    Dalam data prospektus yang dimiliki lontar.co, hasil IPO, jika terkumpul seluruhnya Rp39,99 miliar, akan dialokasikan untuk mengembangkan dua anak usahanya; PT Merry Riana Edukasi Delapan sebanyak 65 persen dan PT Merry Riana Akademi Tujuh sebanyak 35 persen.

    Saat hingar bingar rencana melantai di bursa saham itu, saat itu pula banyak yang pesimis terhadap saham MERI, meski dalam laporan prospektusnya, kinerja profitabilitas MERI terlihat begitu impresif, kenyataannya banyak ditemukan catatan dalam hal arus kas, skema bagi hasil founder, dividen yang terlihat sangat agresif hingga nilai valuasi yang dianggap terlalu mahal.

    Sepintas, masih dari laporan prospektusnya, perusahaan terlihat tumbuh dengan sehat, apalagi pada 2024 lalu, pendapatannya melonjak sampai 30 persen.

    Tapi, jika ditelisik lebih cermat, perusahaan Merry Riana adalah perusahaan yang segmen bisnisnya jualan motivasi, sehingga praktis pelanggannya sudah lebih dulu membayar jasa di muka yang dicatat sebagai uang diterima dari pelanggan dan masuk ke dalam arus kas operasional.

    Jika ditelisik makin jauh lagi, ada fakta bahwa arus kas operasional tahun 2024 tercatat hanya Rp10,11 miliar, sedangkan arus pengeluaran kas untuk operasional gaji karyawan serta pemasok tercatat sebanyak Rp23,6 miliar, fakta ini menunjukkan jika perusahaan Merry Riana secara general memang belum memberi keuntungan atau penghasilan, apalagi sekedar untuk menutupi beban rutin perusahaan.

    Dengan kondisi ini, jelas bakal jadi masalah besar dalam likuiditas setelah saham ditawarkan ke publik.

    Kemudian, kejanggalan lainnya adalah soal pembagian dividen tahun 2024 sebesar Rp13,66 miliar yang nilai devidennya bahkan melampaui nilai keuntungan yang didapatkan pada tahun yang sama yang hanya Rp2,84 miliar, apalagi jika dikaitkan dengan arus kas operasional yang mencapai Rp10 miliar. Maka muncul pertanyaan, soal asal asul pembagian dividen yang jauh melampaui keuntungan perusahaan.

    Yang lebih riskan lagi, dalam IPO MERI ini tentu saja soal aktivitas perusahaan yang hanya mengandalkan pada satu sosok, Merry Riana, sebagai aset utamanya.

    Hal ini akan sangat beresiko, karena perusahaan ini hanya menggantungkan nasibnya pada Merry Riana, yang bekerja layaknya tukang sate, bekerja sendiri, sebagai ikon perusahaan sekaligus pemegang kendali perusahaan melalui entitas pribadi.

    Bayangkan, seluruh aktivitas-aktivitas perusahaan yang berpotensi menghasilkan laba, hanya tergantung pada Merry seorang, bahkan termasuk seluruh lini bisnisnya, mulai dari seminar, event hingga aktivitas di platform digitalnya terpaku pada satu orang saja.

    Resiko besar berpeluang terjadi, bagaimana ketika Merry Riana tak lagi punya daya tarik sebagai motivator, atau tetiba tersandung kasus seperti Mario Teguh, maka fundamental bisnisnya akan langsung terdampak dan seketika goyah, praktis imbasnya langsung pada kinerja saham.

    Dalam prospektusnya pula, disebutkan secara rinci bahwa kebergantungan terhadap figur pendiri perseroan menjadi resiko usaha yang bisa berdampak serius pada kelangsungan usaha.

    Hal ini bukan tak pernah diprediksi oleh calon investor, sejak rencana IPO dilempar ke pasar, banyak yang skeptis, bagaimana mungkin sebuah perusahaan yang ditawarkan ke bursa, tapi hidup dari ketergantungan oleh satu orang.

    Hal lain yang juga jadi sorotan serius adalah IPO MERI yang terbilang mini karena hanya mengincar emisi Rp40 miliar.

    Banyak pemain saham yang menilai, perusahaan yang IPO dengan nilai emisi kecil umumnya punya rekam jejak yang jelek.

    Contohnya, perusahaan yang punya karakter sejenis dengan Merry Riana, yakni bimbel Lavender yang berada di bawah naungan PT Lavender Cendikia Tbk yang sudah IPO sejak 2023, dari yang semula ditawarkan Rp188 per lembar saham, kini terjun bebas menjadi hanya Rp16 per lembar sahamnya.

    Dalam banyak kasus, perusahaan dengan emisi kecil yang sahamnya tak mampu terdongkrak naik bahkan jauh merosot di bawah harga penawaran awal, pada akhirnya membuat para investornya rugi besar-besaran.

    Selain itu, publik juga mencium aroma rugpull, yang dalam dunia kripto disebut sebagai upaya menarik dana investor secara tiba-tiba dan kemudian menghilang.

    Pengamat pasar modal dari Panin Sekuritas, Reydi Octa menilai wajar jika publik skeptis terhadap emiten kecil yang membuat ritel merugi,”perusahaan kecil cenderung punya fundamental yang lemah selain itu usahanya juga tak bisa berkembang lagi. Kesannya memang, emiten itu hanya mau mendapat dana segar dari masyarakat tapi tidak diiringi dengan kinerjanya yang baik,” ujarnya.

    Respons ketidaktertarikan terhadap IPO MERI ini juga banyak dilontarkan publik, faktor kedekatan dengan penguasa adalah salah satu indikatornya.

    “Cara cari pinjaman tanpa bunga dan uang mudah, ya dari saham… Pompom terus.. bayar sana sini yang punya kuasa, supaya listing lancar, kalau target udah tercapai… Keluar pelan pelan…,” tulis akun @ Apip Rahman Al-Hakim di Facebook.

    Akun @Fendi AG CCTV bahkan menilai BEI yang seperti tak menjalankan fungsi filter terhadap perusahaan-perusahaan yang hendak IPO,“BEI ini makin lama makin ngaco, bentar lagi bisa2 toko klontong, penjual bakso keliling juga bisa IPO”.

    Sementara, @Arief Budi menyebut jika secara fundamental, IPO MERI yang rawan tutup.“Bukan pesimis tapi secara fundamental bisnis kan ini pelatihan public speaking, dan kebanyakan itu ruko², kelasnya juga kerja sama dengan pemilik ruko, kalau sepi peserta didiknya kemungkinan besar tutup..bisnis semacam ini sulit untuk berkembang karena saingan banyak bangett…kalau IPO hanya dapat 34M itu kayaknya kok gimana gitu yaa”.

    Akun @Trislia Angelina Damping lebih sarkas lagi mengomentarinya.”Ibu Merry sekarang kan sudah masuk lingkaran pemerintah jadi manfaatkan kesempatan…lagipula byk lembaga pemerintah sekarang yg lagi butuh Seminar tentang Motivasi bgm menjadi orang Kaya dengan Cepat”.

    Aroma ‘beking’ petinggi negeri dan pengusaha kenamaan memang kental dengan rencana IPO emiten Merry Riana, karenanya kebanyakan netizen tak percaya, meski dalam publik ekspose Merry menjamin akan mengunci seluruh kepemilikan sahamnya selama 5 tahun sebagai jaminan moral untuk investor,”kita akan bersama-sama berdiri di depan, bukan di pintu keluar,” janji Merry di publik ekspose.

    Tapi, masalahnya bukan pada prinsip Merry yang siap ‘tak kemana-mana’ setelah IPO walau emitennya bakal dipastikan terjun bebas, tapi dalam banyak kasus IPO hanya dijadikan jalan untuk menggangsir uang publik kemudian ditinggalkan begitu saja atau bahkan menimbulkan masalah serius yang mengarah pada kasus kriminal, penipuan.

    Kasus Bukalapak dan eFishery adalah deretan kecil skandal IPO emiten yang terungkap di permukaan, sementara investor retailnya terkatung-katung, kebanyakan dari investornya adalah masyarakat kecil yang parahnya baru belajar main saham, atau punya dana segar kecil tapi ingin bermain saham tapi tak paham secara fundamental.

    Adalah Achmad Zaky yang pada 2009 mendirikan Bukalapak bersama dengan Nugroho Herucahyono.

    Setahun setelah dibuka, ekosistem Bukalapak sudah melambung, jumlah pelaku UMKM yang tergabung di platform rintisan ini sudah 10 ribu UMKM.

    Di awal-awal menjelang digitalisasi, banyak investor kakap, seperti Softbank, Sequoia yang menanamkan modalnya di Bukalapak, terhitung sejak didirikan hingga lima tahun kemudian, Bukalapak sudah menjadi ekosistem raksasa dengan 500 ribu UMKM terdaftar, dengan jumlah akses hingga 1 juta pengunjung per hari, sementara nilai transaksinya tembus di angka Rp5 miliar per hari.

    Pada 2018, valuasi Bukalapak bahkan sudah menembus US$ 1 miliar, statusnya naik jadi unicorn, bersanding dengan Tokopedia, Gojek dan Traveloka, sebagai startup rintisan paling bernilai saat itu.

    Tapi, badai mulai menghantam, apalagi saat Covid-19 dan kuatnya persaingan platform marketplace lain, membuat Bukalapak limbung, ada 10 persen karyawannya di rumahkan.

    Bukalapak butuh dana segar untuk berinovasi, dan resmi melantai di bursa saham dengan kode emiten BUKA pada awal Agustus 2021. Saat dibuka, harga saham yang semula Rp850 melambung hingga menjadi Rp1.060 hingga sempat mengalami Auto Reject Atas (ARA) yang membuat sistem Bursa Efek Indonesia menolak permintaan beli yang diajukan di atas harga saat pertama kali melantai.

    Tapi, meski harga sahamnya melambung, Bukalapak terus mencatatkan rugi hingga bertriliun-triliun rupiah. Meski inovasi terus dilakukan, tapi kerugian demi kerugian terus terjadi, harga sahamnya pun kini tersungkur, hingga sekarang menjadi Rp124.

    Yang lebih sadis dalam menggangsir dana investor tentu saja kasus eFishery yang memanipulasi kinerja keuangan startup dengan cara-cara yang tak wajar. Ini terungkap setelah lembaga audit dari Singapura, FTI Consulting menemukan sejumlah fakta kejanggalan yang dilakukan oleh founder eFishery, Gibran Huzaifah yang berusaha memanipulasi transaksi fiktif dengan perusahaan boneka yang dibuatnya sendiri agar terlihat meyakinkan oleh investor.

    Ada juga soal kasus penggelapan dana transaksi yang dilakukan pada dua buku berbeda sebagai catatan keuangan. Caranya, transaksi yang asli disimpan oleh manajemen eFishery sedangkan yang sudah dibuat sebagus mungkin dilaporkan ke investor.

    Padahal, perusahaan rintisan yang bergerak di bidang akuakultur yang mengaku memiliki mesin pemberi pakan ikan otomatis, marketplace perikananan, jasa keuangan nelayan hingga pembudidaya ikan berbasis teknologi ini sempat menjadi startup asli Indonesia yang paling punya prospek apalagi pasca menembus level unicorn.

    Akibatnya, bukan hanya investornya yang merugi miliaran rupiah, tapi juga mitra pembudidaya ikan yang ada di ekosistem eFishery harus bangkrut karena ulah fraud pendirinya.

    Berkaca pada dua kasus ini, banyak investor yang memilih jeli untuk membeli saham, ketidakpercayaan publik terhadap Bursa Efek Indonesia yang dengan mudahnya memberikan izin kepada emiten untuk listing di BEI juga jadi sorotan, hanya karena faktor kedekatan dengan penguasa tapi tak memikirkan nasib investor retail yang investasinya menguap begitu saja karena emiten yang tak bertanggung jawab.