Tag: judi online

  • iklan judi slot

    Survey Populix tahun 2024 menyebut sebanyak 84 persen pengguna internet, khususnya smartphone di Indonesia terpapar iklan judi online. Upaya pemblokiran yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bak jauh panggang dari api.

    (Lontar.co): Paparan promosi iklan judi online di media-media sosial seperti cendawan di musim hujan, subur.

    Puluhan hingga ratusan juta pengguna platform-platform media sosial di Indonesia dipaksa selalu ‘menikmati’ iklan-iklan slot setiap harinya, yang tayang tanpa henti selama 24 jam dalam seminggu.

    TikTok, Facebook, Instagram termasuk Google dan Youtube yang selama ini dianggap ‘bersih’ dari iklan maksiat-maksiat itu, nyatanya makin masif menayangkannya.

    Komdigi seperti macan ompong yang tak (bisa) berbuat apa-apa dengan menjamurnya iklan-iklan slot di media sosial. Soal iklan-iklan itu, mereka berdalih, diblokir seribu tumbuh sejuta.

    Masifnya iklan-iklan judi slot di media sosial juga berimbas pada semakin tingginya jumlah pemain judi online.

    Dan, berdasarkan data Drone Emprit tahun 2023, Indonesia menjadi negara dengan jumlah pemain judi slot terbanyak di dunia.

    Merujuk pada statistik Drone Emprit itu, terdapat sebanyak 201 ribu orang Indonesia yang menjadi pemain judi online aktif, dengan perputaran uang sepanjang tahun 2023 mencapai lebih dari Rp327 triliun.

    Drone Emprit juga memetakan profil para pemain judi online yang kebanyakan adalah masyarakat berpenghasilan rendah (70 persen), dengan usia pemain judi paling rendah adalah 10 tahun (13 persen).

    Bandingkan dengan Kamboja, sebagai negara dengan pemain judi online terbanyak kedua di dunia. Kamboja yang juga surga judi online, diketahui hanya terdapat sebanyak 26.279 orang pemain judi online aktif sepanjang 2023.

    Demikian juga dengan Myanmar, diurutan keempat yang jumlah pemain judi online aktifnya hanya 650 orang sepanjang tahun 2023.

    Angka ini kemudian melonjak luar biasa drastis pada tahun 2024. Data Komdigi menyebut ada sebanyak 4 juta penduduk Indonesia yang bukan hanya terpapar tapi juga bermain judi online aktif setiap harinya, dan 80 ribu diantaranya adalah anak-anak.

    Dengan data ini menunjukkan jika tingkat kecanduan judi online di Indonesia memang sudah dalam tahap darurat.

    Statistik angka pemain judi online ini diperkirakan bahkan bisa lebih meningkat di tahun 2025 seiring riuhnya iklan judi slot di media sosial yang menyasar seluruh pengguna smartphone khususnya di Indonesia, tanpa segmen usia, jenis kelamin maupun wilayah, semua terpapar dan disasar sebagai pasar potensial para bandar.

    Meski PPATK menyebut sepanjang Januari-Maret 2025 ada penurunan nilai transaksi judi online hingga Rp47 triliun, namun Komdigi memperkirakan sampai dengan akhir tahun 2025, potensi kerugian akibat slot bisa mencapai hingga Rp1.000 triliun!

    Di sisi lain, PPATK melalui Deputi Analisis dan Pemeriksaan, Danang Tri Hartono menyebut sebanyak 200 ribu lebih rekening digunakan untuk transaksi judi online setiap harinya, mulai dari deposit hingga transfer ke admin-admin pengelola judi online.

    Para pemain judi online maupun admin judi slot juga memanfaatkan berbagai macam modus untuk mengatasi pemblokiran rekening yang dilakukan oleh PPATK.

    Mereka memanfaatkan pulsa, e-wallet, QRIS hingga marketplace sebagai lalu lintas transaksi judol agar mudah tak terendus.

    Bahkan ada toko-toko fiktif di marketplace yang dijadikan sebagai tempat untuk melakukan depo judol.

    Modus lainnya, lanjut Danang, adalah memanfaatkan rekening milik orang lain, melalui fenomena jual beli rekening bank pribadi yang banyak dijumpai di media-media sosial.

    Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyebut meski pemerintah telah memblokir lebih dari 1 juta situs judi online, namun muncul situs-situs baru yang tak kalah banyaknya.

    Mereka, situs-situs judi online ini hanya bersalin rupa, dalam hal nama situs dan servernya saja, sedangkan cara deposit, akses hingga cara bermainnya tetap sama.

    Untuk membuka akses ke pemain, mereka memasang iklan di hampir seluruh media sosial.

    Harga pemasangan iklan yang murah, cepat dan tertarget membuat kebanyakan bandar-bandar judi memang lebih memaksimalkan promosi judi slot melalui media sosial.

    Sebagai contoh, dengan modal Rp100 ribu, seorang bandar judi slot sudah bisa memasang iklan tertarget di Facebook (FB Ads).

    Iklan juga bisa di target secara rinci di FB Ads, mulai dari usia target, lokasi, jenis kelamin, hingga minat yang diklasifikasikan berdasarkan hobi, profesi dan kecenderungan target iklan yang akan disasar.

    Dengan biaya pemasangan iklan yang hanya Rp100 ribu itu, estimasi potensi jangkauan iklan yang dipasang selama 7 hari bisa mencapai 30 ribu pengguna aktif Facebook, yang sebelumnya sudah disesuaikan dengan setingan target iklan.

    Iklan di FB Ads ini bahkan bisa lebih dibuat spesifik lagi, mulai dari lokasi target iklan yang tak hanya terbatas pada cluster negara, tapi bahkan hingga level kecamatan.

    Iklan-iklan yang tayang di FB Ads, Instagram maupun TikTok bahkan sudah dilengkapi dengan statistik tayangan iklan yang diupdate secara berkala (real time), sehingga bandar-bandar yang memasang iklan di media sosial bisa mengetahui seberapa efektif iklan yang mereka pasang.

    Iklan-iklan ini disajikan dan selalu diliat setiap hari selama 24 jam kepada lebih dari 174 juta akun pengguna Facebook aktif di Indonesia tanpa kecenderungan algoritma, sehingga potensi paparan pengaruh judi online terhadap penduduk makin tinggi.

    Mirisnya, itu baru dari satu platform media sosial saja.

    Selain beriklan di medsos, bandar-bandar judi online juga menyasar blogger-blogger yang trafik harian blognya tinggi, mulai dari membayar artikel hingga menanam backlink yang mengarah ke situs-situs judi yang dikelola oleh para bandar untuk meningkatkan peringkat situs judi di mesin-mesin peramban, yang secara tak langsung efektif membangun otoritas kepercayaan siapapun yang hendak mengakses situs tersebut, sekaligus mendapat rekomendasi di peringkat atas mesin pencari, seperti Google, Bing, Duck duck go dan Yandex.

    Di salah satu forum Blogger Indonesia yang ada di media sosial, seorang blogger mengaku pernah ditawari bayaran hingga $1.000 per artikel oleh bandar judi, hanya untuk memasang artikel dan menanam backlink di blog miliknya yang mengarah langsung ke situs judi milik bandar.

    “Dia (bandar) kirim email, minta traffic harian blog saya. Setelah lihat jumlah pengunjung blog yang saya screenshoot dari google analytic, dia berani bayar saya 1000 dollar untuk pasang satu artikel di blog saya, dan itu bukan sekali tapi kontrak selama enam bulan. Tapi saya tolak, karena beresiko,” ujar blogger asal Bandung itu.

    Selain itu, modus lainnya adalah menggandeng influencer-influencer yang akun medsosnya sudah diikuti oleh puluhan ribu follower.

    Juni 2024 lalu, Polres Metro menangkap tiga selebgram asal Kota Metro yang mempromosikan situs judi online melalui akun Instagram mereka, berdasarkan order pesanan dari dua orang promotor.

    Ketiga selebgram itu yakni; Nova Erliza, Putri Meliyana, Bian Andini, sedangkan dua promotor judi online yang dibekuk polisi yakni; Dani Febriansyah dan Bima Aditya, kelimanya adalah warga Kota Metro.

    Selebgram-selebgram ini memiliki pengikut mulai dari 11 ribu – 25 ribu follower. Selain aktif mempromosikan, mereka juga menautkan langsung alamat situs judi online yang meng-endorse mereka di akun mereka masing-masing.

    Dari endorse itu, tiap orang mendapat bayaran dari bandar judi Rp1,5 juta perbulan.

    Mereka diciduk setelah polisi melakukan patroli siber.

    Tak lama berselang, November 2024, Satreskrim Polres Tulangbawang juga menangkap Hl seorang mahasiswi yang diduga mempromosikan judi online melalui akun instagramnya.

    Kepada petugas, Hl mengaku mendapat bayaran Rp750 ribu dari hasil endorse situs judi online selama 20 hari di akunnya.

    Kapolda Lampung, Irjen Helmy Santika bahkan menyebut seluruh kabupaten/kota di Lampung sudah terpapar judi online.

    Ia menambahkan, ada sebanyak 258 situs judi online yang sudah teridentifikasi dengan nilai transaksi mencapai Rp1 miliar per hari,”perputaran uang judi online di Lampung ini bahkan mencapai ratusan miliar,” kata Helmy.

    Tingginya jumlah pemain judi online ini juga berimbas kepada tingginya kasus bunuh diri akibat judi online.

    Menurut Founder Center for Financial and Digital Literacy (CFDL) Rahman Mangussara, jumlah kasus bunuh diri karena judi online sepanjang tahun 2024 tercatat sebanyak 15 orang, dan rata-rata korbannya masih berusia muda.

    Bahkan, ada satu kasus bunuh diri mengerikan yang dilakukan satu keluarga yang terjerat pinjol untuk bermain judi online. Ada pula perwira TNI yang depresi lalu bunuh diri karena judi slot.

    Selain melonjaknya kasus bunuh diri, judi slot juga menjadi pemicu utama tingginya kasus perceraian di Indonesia.

    Jika kasus perceraian yang disebabkan oleh pemicu lain di luar judi online cenderung menurun, sebaliknya perceraian karena judi slot justru melonjak.

    Data BPS tahun 2024 merilis kasus perceraian akibat judi slot terjadi sebanyak 2.889 kasus, meningkat hingga 83,77 persen jika dibanding tahun 2023. Jumlah kasus perceraian ini juga berbanding lurus dengan maraknya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

    Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Woro Srihastuti Sulistyaningrum menyebut KDRT sebagai efek domino dari judi online.

    Ironisnya, kata Woro, kasus KDRT yang dilakukan karena judi online lebih banyak terjadi pada masyarakat berpenghasilan rendah,”korbannya bukan hanya perempuan, tapi juga anak-anak,” terang Woro.

    Terbaru, ayah dari penyanyi cilik Farel Prayoga yang sempat diundang bernyanyi di istana, menjual seluruh aset yang susah payah dikumpulkan Farel Prayoga, hanya demi menyalurkan hasrat kecanduan judi online.

    Sayangnya, ketika dampak judi online sudah semakin merusak Indonesia, pemerintah cenderung lamban dalam menyiapkan aturan pemberantasan judi online.

    Sampai dengan Juni 2025 ini, peraturan pemerintah terkait pemberantasan judi online masih dalam tahap harmonisasi antar kementerian.

    Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas mengatakan substansi dari peraturan ini adalah pencegahan dan penindakan judi online, namun ia tak merinci materi muatan aturan ini yang menurutnya masih menunggu laporan dari dirjen perundang-undangan,”PP ini nantinya akan lebih tegas,” ujar Supratman.

    Aturan pemberantasan judi online idealnya harus tegas dan keras, karena Asosiasi Psikiatri Internasional sudah mengkategorikan judi online sebagai bentuk baru kecanduan yang kategorinya hampir sama dengan kecanduan narkoba.

    Dalam penelitian American Psychiatric Association (APA) di Diagnostican Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) menyebut, kecanduan judi online sebagai perilaku adiktif terkait zat.

    APA menyebut judi menjadi adiksi yang sama sekali tak melibatkan benda atau barang eksternal untuk dimasukkan ke dalam tubuh pecandunya atau pure addiction.

    Kecanduan judi, mengarah pada sistem tertentu pada otak yang membuat pemain judi online terus merasa ketergantungan dalam jangka yang sangat panjang.

    Pecandu judi sebenarnya menyadari kerugian yang ditimbulkan oleh aktivitasnya, tapi mereka amat sulit untuk berhenti dan kondisi ini mengarah pada kecenderungan yang sama pada pecandu narkoba(.)


  • sihanoukville

    Agen perekrut tenaga kerja memanfaatkan jalur-jalur tikus yang dianggap aman untuk menyelundukan para pekerja migran ilegal yang hendak dibawa ke Kamboja. Selain lebih murah, jalur-jalur ini juga lebih mulus dari pemeriksaan petugas imigrasi. Jalur laut salah satunya. 

    (Lontar.co): Pola ‘distribusi’ pekerja migran ilegal yang dikirim ke Kamboja punya kecenderungan yang sama, hal ini merujuk pada berbagai pengungkapan kasus pekerja migran yang hendak dikirim ke Kamboja. 

    Pekerja migran asal Pulau Jawa dikirim melalui udara, sedangkan pekerja asal Pulau Sumatera lebih banyak dikirim melalui jalur laut. 

    Hal ini selaras dengan pengakuan Agus dan J, dua dari puluhan bahkan ratusan pekerja migran asal Lampung yang hendak dan sudah pernah dikirim ke Kamboja, mereka dibawa melalui jalur laut. 

    Umumnya, jalur laut yang digunakan adalah melalui Pulau Batam menuju Singapura atau Pulau Batam menuju Malaysia. 

    Di Pulau Batam, ada begitu banyak pelabuhan selain pelabuhan internasional Batam Center, ada empat pelabuhan lain yakni; Pelabuhan Sekupang, Pelabuhan Harbour Bay, Pelabuhan Teluk Senimba dan Pelabuhan Nongsapura. 

    Itu yang resmi, sementara pelabuhan yang tak resmi pun tak sedikit jumlahnya. 

    Pelabuhan-pelabuhan ini memiliki jalur lintasan utama yakni; Singapura dan Malaysia. 

    Untuk yang ke Singapura, aksesnya melalui Selat Singapura.  

    Sedangkan yang ke Malaysia, selain Selat Singapura juga melintasi Selat Malaka—salah satu jalur sutera pada masa lampau, hingga ke Selat Johor, kemudian dilanjut dengan perjalan darat yang panjang. 

    Agus misalnya, eks pekerja migran ilegal ini, awalnya dibawa menuju Batam dengan pesawat dari Jakarta. 

    Selanjutnya, ia dan rombongannya bersama dua orang agen pendamping, ke luar Indonesia melalui pelabuhan internasional Batam Center. 

    Di pelabuhan ini, rombongan Agus berhasil lolos, karena paspor turis yang mereka buat cukup meyakinkan. 

    Mereka menuju Pelabuhan Puteri di Johor Baru, Malaysia selanjutnya melalui jalur darat selama 31 jam perjalanan lebih. 

    Sedangkan J, yang gagal berangkat setelah dihadang patroli gabungan TNI AL, BP3MI dan Polda Riau di Laut Dumai (8/5/2025), mengaku bertolak melalui pelabuhan kecil di Riau. 

    Ia tak tahu nama pelabuhannya, ketika mereka tiba di pelabuhan yang disebutnya kecil itu, sudah ada satu speedboat yang menunggu.  

    Ia melihat pelabuhan itu bukan seperti pelabuhan penyeberangan pada umumnya karena lebih banyak kapal milik nelayan. 

    Ia juga sempat kaget saat melihat kondisi speedboat yang tak memadai untuk mengangkut 20 orang menuju Malaysia. 

    sihanoukville
    Perahu speedboat yang kerap dipakai untuk membawa para pekerja migran ilegal. Foto: ist

    “Sepanjang perjalanan saya berdoa saja, karena takut perahunya tenggelam. Perahunya kecil tapi ngangkut puluhan orang,” ujarnya kepada petugas. 

    Jalur laut memang diminati oleh sindikat agen perekrut tenaga kerja di Indonesia, karena selain biayanya murah juga minim resiko. 

    Sebagai perbandingan, biaya satu kepala tenaga kerja yang dikirim ke Kamboja melalui jalur laut hanya butuh biaya kurang dari Rp4 juta, biaya itu bahkan sudah termasuk biaya membuat paspor, jika diperlukan. Karena, umumnya paspor-paspor calon pekerja migran ‘terpaksa’ dibuat jika harus  menggunakan pesawat terbang atau ketika terpaksa harus masuk ke Pelabuhan Internasional Batam Center. 

    Selepas masuk Johor Baru, Malaysia, agen-agen ini sudah mendapat uang dari anggota sindikat yang sudah menunggu untuk melanjutkan perjalanan melalui darat. 

    Tugas agen perekrut asal Indonesia memang selesai ketika melewati perbatasan Indonesia saja, karena selebihnya sudah menjadi tanggung jawab sindikat lainnya. Umumnya, untuk mengelabui petugas dari negara-negara tetangga, sindikat ini berganti-ganti kendaraan, selepas dari Malaysia, Myanmar dan Thailand untuk lanjut ke Kamboja. 

    Jalur laut juga dianggap paling minim pengawasan aparat.  

    Mereka bisa dianggap sial ketika bertemu dengan petugas yang sedang patroli, baik dari TNI AL maupun Polairud. 

    Meski banyak yang berhasil digagalkan oleh patroli gabungan, tapi jumlah yang lolos jauh lebih banyak lagi. 

    Untuk mengelabui petugas, biasanya agen mulai bergerak di malam hari yang pengawasannya relatif minim.  

    Mereka memanfaatkan kapal-kapal nelayan di Batam yang secara spesifikasi tak layak digunakan untuk melintasi Selat Malaka apalagi dengan jumlah penumpang yang over kapasitas. 

    Indikasi Pulau Batam yang dijadikan sebagai titik transit oleh agen tenaga kerja yang hendak menyelundukan pekerja migran ini pula diakui oleh Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding. 

    Dalam sidaknya Karding menyebut Batam telah sejak lama menjadi titik transit pekerja migran ilegal, khususnya pelabuhan Batam Center. 

    “Batam ini jadi jalur paling strategis untuk mengirim pekerja migran ilegal,” kata Karding saat melakukan sidak akhir April 2025 lalu. 

    Meski Karding menyebut sistem pengawasan sudah baik, tapi ia juga mengakui jumlah pekerja migran ilegal yang lolos masih jauh lebih banyak dari yang terjaring. 

    Namun, Koordinator Divisi Bantuan Hukum Migrant Care Nur Harsono menilai upaya mencegah pengiriman pekerja migran ilegal tak hanya sekedar memperketat pengawasan tapi juga perlu menindak jaringan yang ada di balik sindikat ini baik yang di luar negeri maupun yang di dalam negeri. 

    Apalagi, agen-agen perekrut di Indonesia sudah bekerjasama dengan sindikat ini sejak lama sehingga sudah membentuk rantai pola yang sistematis yang saling diuntungkan. 

    Karena, sindikat di Kamboja sanggup membayar mahal ke agen perekrut untuk bisa mendatangkan calon pekerja. 

    Oleh sebab itu, lanjutnya, masalah perdagangan manusia ke Kamboja tak akan pernah bisa tuntas bahkan jumlahnya akan terus membengkak tiap tahunnya. 

    Penjelasan Migrant Care ini juga makin diperkuat dengan data dari pemerintah yang menyebut sampai dengan awal tahun 2025 ada sebanyak 80 ribu lebih pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang bekerja di Kamboja. 

    Pemerintah juga memastikan bahwa pekerja migran yang ada di Kamboja adalah ilegal karena Indonesia tak memiliki kerjasama penempatan tenaga kerja dengan Kamboja. 

    Dari 80 ribu pekerja migran ilegal yang ada di Kamboja itu, bisa jadi ada ribuan pekerja asal Lampung. Apalagi, Lampung menjadi daerah kelima terbanyak yang mengirimkan pekerja migran ke luar negeri. 

    Berdasarkan data Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, jumlah pekerja migran resmi asal Lampung yang dikirim ke luar negeri ada sebanyak 25.162 orang. 

    Dari jumlah itu, Kabupaten Lampung Timur menjadi daerah yang paling banyak di Lampung yamg mengirimkan pekerja migran dengan jumlah sebanyak 9.652 orang. 

    Berdasarkan pengakuan Fahri, saat bekerja di Kamboja sebagai scammer, ia melihat ada ratusan pekerja asal Indonesia yang berada satu gedung dengannya. 

    Mereka hidup jauh dari kata layak, bahkan kamar yang mereka tempati pun tak memadai, karena satu kamar berukuran 3×3 meter diisi oleh paling sedikit 25 orang pekerja. 

    “Masih mending di penjara daripada di sana (Kamboja). Satu kamar diisi sampai 25 orang, ada yang tidurnya sambil duduk karena nggak kebagian tempat lagi, padahal besok paginya sudah harus bekerja lagi,” cerita Fahri. 


  • sihanoukville

    Ada begitu banyak jejak orang Lampung di Sihanoukville—surga judi dan penipuan online. Ada yang meninggal, ada yang tak digaji, tak sedikit pula yang disiksa, yang beruntung bisa berhasil kabur dengan trauma yang panjang. Akibat, minimnya kesempatan kerja di Lampung 

    (Lontar.co): Tubuh Agus, bukan nama sebenarnya, kini jauh lebih berisi, meski sedikit gempal, tapi keadaannya kini jelas jauh lebih baik dibanding saat tiga tahun lalu.  

    Saat ini, ia benar-benar merasakan ‘hidup’ untuk yang kedua kalinya. 

    Ia kini berpenghasilan sebagai driver ojek online di dua aplikasi berbeda sejak tahun 2023 lalu, setahun setelah mimpi buruk dihidupnya. 

    Sepintas tak ada yang berbeda dari Agus, selayaknya driver ojol kebanyakan, meski terkesan tertutup dan agak pendiam. Tapi, ia punya pengalaman antara hidup dan mati saat bekerja di Sihanoukville, Kamboja. 

    Awalnya, lumayan susah meminta Agus bercerita panjang lebar soal pengalamannya ini. Banyak syarat yang ia wajibkan. Selain meminta namanya tak disebut, ia juga tak mau membuka semua detil yang ia lakukan dan rasakan selama di Kamboja.  

    Trauma yang ia alami masih amat membekas bahkan sampai mengubah perangainya, sampai saat ini. Ia juga masih kerap khawatir agen-agen perekrutnya yang dulu, masih mencarinya. 

     

    Kapal yang tidak terlalu besar itu terombang-ambing selama dua puluh menit di tengah Selat Singapura. Lamat-lamat, dari kejauhan sinar lampu mercusuar di Senang Island nyalanya redup rendah, nyaris kalah dengan gemerlap lampu-lampu dari arah daratan Singapura yang meriah. 

    Di depan kapal dengan tujuan Johor Baru, Malaysia, laut lepas Selat Malaka yang terlihat kehitaman sudah menghampar selepas melewati teluk kecil Selat Singapura yang jadi perlintasan paling sibuk kapal-kapal laut komersil dari Pelabuhan Internasional Batam ke Singapura maupun sebaliknya.. 

    Bersama seorang temannya yang masih satu kampung dan lima orang lainnya yang tak ia kenal tapi punya tujuan yang sama, mereka bertolak dari Pelabuhan Batam menuju Pelabuhan Puteri Harbour, dengan tujuan akhir Sihanoukville, Kamboja. 

    Selama perjalanan, tak ada yang mencurigakan, suasana tetap ceria meski selepas dari Puteri Harbour, perjalanan dilanjut melalui darat selama lebih dari 31 jam. 

    Sepanjang perjalanan, Agus juga melihat pemandangan yang nyaris sama dengan kebanyakan wilayah di Indonesia yang beriklim tropis. Orang-orang bercocok tanam, rumah-rumah yang berjejer di tepian jalan, sama persis. 

    Sebelum berangkat, Agus dan seorang temannya diminta oleh agen untuk bertindak layaknya seorang turis yang sedang liburan, sesuai visa yang dibuat, visa turis. 

    Ia juga dibelikan satu stel pakaian yang menurutnya lumayan mewah oleh agen yang merekrutnya di daerah Pesawaran. 

    Tak ada hambatan selama perjalanan. Ia dan enam orang lainnya hanya mengikuti dua orang dari perwakilan perekrut yang sudah menjemput mereka sejak dari Jakarta. 

    “Awalnya dikenalin sama sepupu. Gajinya besar, kerjanya santai di bagian marketing, tapi bukan di pabrik, di perusahaan investasi. Di tempat saya, banyak yang kerja jadi TKI,” ujarnya. 

    Untuk bisa berangkat, Agus dan orang tuanya terpaksa menjual satu-satunya sepeda motor yang dimiliki keluarganya. 

    Uang Rp5 juta hasil penjualan motor diserahkan ke agen tenaga kerja untuk membuat paspor,”pokoknya terima beres langsung berangkat. Tadinya diminta 10 juta untuk ngurus paspor, administrasi, belajar komputer sama belajar bahasa Inggris dan biaya administrasi, tapi ditawar lagi sama bapak saya”. 

    Setiba di Batam, semua identitas mereka langsung dipegang oleh dua orang pendamping itu,”kami juga diajari kalau ada petugas yang tanya, bilangnya mau jalan-jalan ke Malaysia,” ujarnya lagi. 

    Di Sihanoukville, mereka dibawa menuju ke salah satu bangunan empat lantai, yang menurut Agus lebih mirip seperti asrama, meski tempatnya relatif ramai tapi pagar tembok pembatasnya lumayan tinggi dengan kawat berduri dibagian atasnya, banyak pula gedung bertingkat di sekitarnya yang tertutup pagar tembok menjulang. 

    Ia juga melihat ada belasan orang yang sudah lebih dulu bekerja disana, kebanyakan dari Indonesia, tapi tak ada yang bicara satu sama lainnya.”Sampe disana sudah agak malem, terus dikasih kunci kamar. Tiap kamar isinya empat orang, pake ranjang tingkat”. 

    Malam pertama itu, ia tak bisa tidur, meski habis menempuh perjalanan panjang. Ia pula tak bisa mengabarkan orang tuanya karena ponselnya ‘diamankan’ bersamaan dengan pasportnya. 

    Esok harinya, ia dan 6 orang lainnya langsung diperintah menemui seseorang, selanjutnya mereka diminta menandatangani dua lembar kertas yang disebut kontrak kerja. 

    “Isinya tulisan kayak huruf Cina, saya nggak ngerti. Ada orang disana yang bilang kalau surat itu kontrak kerja, dan kita disuruh tandatanganin biar langsung tercatat sebagai karyawan, ya kita ikut-ikut aja,” jelasnya lagi. 

    Setelah ditandatangani, salah seorang kemudian memastikan bentuk tanda tangan Agus dan enam orang lainnya,”mungkin mau mastiin kalau tanda tangannya sama dengan yang di KTP”. 

    Agus dan enam orang pekerja itu dipecah dalam beberapa kelompok, yang tiap kelompok terdiri 3 sampai 4 orang dan semuanya adalah orang Indonesia. 

    Agus sendiri dimasukkan dalam kelompok pekerja yang berasal dari Banyuwangi dan Bekasi,”nggak ada istilah kenalan dulu apalagi ngobrol basa basi, tapi langsung disuruh kerja,” tuturnya. 

    Hari pertama itu, ia diminta membuat sebanyak mungkin akun-akun medsos Facebook dan Instagram, tiap akun yang ia buat dipasang dengan foto profil perempuan dengan pakaian seksi. 

    Menurut salah seorang pekerja yang ada di kelompoknya, akun-akun itu dipakai untuk mencari ‘mangsa’ dengan menambah daftar pertemanan di akun serta memulai komunikasi, mulai dari berkenalan, sampai menawarkan produk investasi. 

    “Pokoknya, nggak diajarin apa-apa, langsung disuruh praktek, bikin akun, cari teman, kenalan, terus nawarin produk investasi seperti crypto”. 

    Saat itu, lanjutnya, terdapat tiga lembar kertas yang dijadikan panduan untuk Agus dan yang lainnya,”jadi, ada kertas yang dipasang di samping komputer kita, kertas itu isinya cara kita nawarin produk, cara kita jelasin perusahaan kita, biar keliatan seperti beneran”. 

    Modusnya adalah dengan mengatasnamakan perusahaan investasi terkenal dengan nilai investasi mulai dari Rp20 ribu.“Pokoknya gimana caranya target kita itu mau investasi”. 

    Untuk semakin meyakinkan mangsanya, tiap target yang sudah menginvestasikan uangnya meski hanya Rp20 ribu maka hanya dalam sehari nilai investasinya sudah melonjak hingga berkali lipat,”kita punya website khusus, target kita itu nanti akses website itu untuk ngeliat uang yang diinvestasikan, misalnya dia inves Rp20 ribu, besoknya uangnya sudah bertambah jadi Rp50 ribu, tapi uang itu nggak bisa ditarik,” cerita Agus lagi. 

    Ia ditarget maksimal 5 hari sudah harus bisa menghasilkan uang dari teman-teman di media sosial melalui akun-akun palsu yang ia buat. 

    Selain itu, ia juga diajarkan membuat fake GPS atau posisi palsu, dengan menggunakan aplikasi khusus yang secara otomatis bisa memindahkan lokasi sesuai keinginan. 

    “Waktu itu, GPS saya kebanyakan saya seting daerah Jakarta, biar nggak ketahuan kalau saya sebenarnya ada di Kamboja,” jelas Agus. 

    Ia yang terbilang baru dalam membujuk target, agak kesulitan meyakinkan calon mangsanya,”empat hari nyari mangsa lewat FB sama IG, cuma dapet uang Rp300 ribu, itu juga susah bener ngeyakinin targetnya”. 

    Agus sempat dimarahi, tapi ia tak mengerti apa yang diucapkan karena ia tak mengerti bahasa yang diucapkannya,”saya ngerasa dimarahin karena dia nunjuk-nunjuk saya, tapi kalau bahasanya saya nggak tau sama sekali”. 

    Agus juga melihat teman dalam satu kelompoknya yang sudah lebih dulu bekerja disana, yang juga tak tembus target, dan dipaksa push up dan tak diberi makan. 

    Di minggu berikutnya Agus mulai tak fokus. Apalagi, di tempat itu ia hanya diberi makan satu kali,”yang makan nasinya cuma satu kali, ada juga kue empat biji sama air mineral, itu juga dimakan sambil kerja,” akunya. 

    Jam kerjanya juga mulai tak menentu, terlebih target yang diberikan ke Agus tak pernah tercapai, ia mengaku pernah bekerja selama 14 jam sehari demi bisa mencapai target,”kata teman satu kelompok saya, jika targetnya nggak tembus sebulan, maka nggak gajian, disitu saya mulai pusing, mau pulang tapi bingung gimana caranya”. 

    Hari-hari selama berada disana, Agus dan pekerja lainnya merasa hidup seperti di penjara,”tiap malem saya cuma inget emak saya di kampung, yang ada dipikiran cuma bakal mati disini,” kenangnya. 

    Ia juga berusaha untuk menghubungi kerabatnya melalui pesan messenger di Facebook, sempat berhasil saling komunikasi tapi aksinya itu diketahui, karena selain di pantau melalui CCTV, tiap komputer yang digunakan juga dilengkapi semacam perangkat seperti webcam yang dipakai untuk memantau aktivitas para pekerja, ia kemudian dipaksa push up 100 kali, selain itu seorang petugas keamanan sempat menendangnya. Ia tak berkutik, pekerja lain yang ada disitu pun tak ada yang berani membantunya. 

    Sebulan bekerja disana, Agus sama sekali tak mendapat gaji, jatah makannya pun berkurang dengan lauk yang tak menentu, kondisi itu dialami Agus bersama lebih dari 8 orang yang bekerja disana. 

    Sepengetahuan Agus, hanya ada dua orang pekerja yang bisa berhasil mencapai target, tapi sepengetahuannya, gaji yang diperoleh juga tak sesuai dengan yang dijanjikan. 

    “Hampir semua yang kerja disana pengen kabur dari situ, termasuk yang tembus target, karena ini bukan lagi kerja tapi sudah disiksa pikiran dan badan. Mental kita sudah kena semua, Stress. Makanya disana nggak ada yang saling ngobrol karena sudah nggak bisa mikir lagi”. 

    Sampai kemudian, gedung yang berada di seberangnya didatangi serombongan orang yang belakangan diketahui dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang membebaskan puluhan pekerja asal Indonesia. 

    “Waktu penggerebekan gedung seberang kan ramai tuh, kita liat dari jendela. Kami lihat orang-orang yang datang itu pakai jaket ada lambang merah putihnya, dari situ spontan kami kemudian ngejerit-jerit minta tolong, dari situ ada dua orang yang masuk ke gedung kami, walaupun sempat dihalangi security gedung tapi kami terus teriak minta tolong dari lantai tiga, sempat ada yang dipukul karena kami terus teriak,” kenang Agus. 

    Upaya pembebasan berlangsung lama, pasalnya sindikat itu minta uang pengganti,  karena pekerja-pekerja yang ada disana termasuk Agus, mereka beli dari agen-agen asal Indonesia. 

    Agus tak tahu proses negosiasi selanjutnya, karena tak lama datang bus khusus untuk mengangkut para pekerja,”waktu bus datang, yang naik ternyata banyak juga, jumlahnya ada 14 orang, 9 dari gedung kami, yang 5 dari gedung seberang,” jelas Agus lagi. 

    Belakangan ia baru tahu setelah tiba di tempat penampungan sementara yang dikelola KBRI dan Migrant Care, terungkapnya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ini bermula dari adanya pengaduan dari salah seorang pekerja yang melapor melalui akun media sosial milik KBRI. 

    “Saya sudah nggak mikirin baju dan celana saya yang ketinggalan, yang penting saya bisa keluar dari situ”. 

    Agus akhirnya berhasil pulang, kembali berkumpul bersama dengan keluarganya,”nggak nyangka aja bisa pulang kesini lagi,” kata Agus dengan suara tertahan. 

    Banyak detil yang tak disampaikan Agus, ia juga tak mau menceritakan sejumlah kekerasan fisik yang ia dan pekerja lainnya alami, tapi dari trauma yang masih membekas di dirinya, apa yang dialami Agus di Sihanoukville bisa jadi jauh lebih kejam dan keras. 

    Cerita Agus ini sejalan dengan penelusuran yang dilakukan Lontar terhadap adanya upaya pemulangan para korban TPPO ini yang dilakukan oleh BP2MI dan Kemenlu. 

    Pada Agustus 2022 lalu, sebanyak 14 Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang diduga menjadi korban TPPO dan disekap di Kamboja dipulangkan ke Indonesia melalui kerjasama lintas sektoral yang melibatkan banyak pihak, mulai dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Kementerian Luar Negeri melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang ada di Kamboja, Kementerian Sosial hingga Migrant Care. 

    Jumlah PMI yang menjadi korban TPPO ini dipulangkan secara bertahap, tahap pertama sebanyak 14 orang, termasuk Agus salah satunya, kemudian tahap kedua jumlahnya jauh lebih banyak lagi. 

    Data dari Kementerian Luar Negeri menyebut sampai tahun 2022 lalu ada sebanyak 232 orang yang diduga menjadi korban TPPO di Kamboja. 

    Ratusan pekerja migran ini dipaksa bekerja di perusahaan berkedok investasi. Kemenlu juga mensinyalir adanya sindikat yang jaringannya bahkan berada hingga pelosok desa. 

    Modus yang dilakukan sindikat ini adalah menawarkan pekerjaan dengan gaji tinggi dan berangkat ke Kamboja dengan memanfaatkan visa turis bukan visa bekerja.