Tag: donasi


  • Perhatian publik Indonesia, bahkan warga di Negara Brasil, sempat tersedot atas tewasnya Juliana. Perempuan asal Negeri Samba itu terperosok saat mendaki Gunung Rinjani di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Kemunculan Agam Rinjani yang dianggap heroik saat membantu evakuasi Juliana mendadak viral. Sebagai tanda simpati, warga Brasil menghimpun donasi hingga lebih Rp1,5 miliar untuk dirinya.

    (Lontar.co): Nyaris seminggu terakhir nama Juliana menjadi tersohor. Dia memang sudah tiada. Tapi namanya terus saja diperbincangkan. Terutama di negeri asalnya, Brasil. Menjadi menarik kiranya melongok sejenak latar belakang Juliana.

    Perempuan berusia 27 tahun ini memiliki nama lengkap Juliana Marins. Dia lahir di Kota Rio de Janeiro. Mengutip Independent, Juliana diketahui lulusan Jurusan Periklanan dan Propaganda. Selain bekerja di bidang kehumasan, dia juga dikenal secara profesional sebagai penari tiang.

    Namun, sejak Februari 2025 lalu, Juliana meninggalkan segala aktivitasnya dan memilih backpacking ke berbagai negara di Asia. Petualangan serupa ini adalah impian lamanya. Sebelum sampai di Indonesia ia telah mampir ke Filipina, Vietnam dan Thailand.

    Sayangnya perjalanan berkesan yang ceritanya senantiasa diunggah ke akun media sosial miliknya, mesti terhenti di lereng Gunung Rinjani.

    Sebelum mendaki, Juliana merogoh kocek Rp2,5 juta untuk membayar jasa pemandu. Ia mendaki bersama lima pendaki lain dari berbagai warga negara. Guide yang mendampingi mereka bernama Ali Musthofa. Tapi Sang Pencipta berkehendak lain. Sabtu (21/6/2025), saat menyusuri jalur menuju puncak Rinjani, Juliana terperosok. Tak berselang lama, Ali mendapati Juliana tergeletak di kedalaman 150 meter.

    Menurut pengakuan Ali, yang turut diberitakan berbagai media, saat itu dia mendapati cahaya senter di kedalaman jurang. Ketika itu jam menunjukkan pukul 05.00 WIB. Ali sadar sumber cahaya berasal dari Juliana karena bersamaan dengan itu terdengar suaranya meminta pertolongan.

    Tak kuasa membantu seorang diri, Ali berbegas mencari pertolongan. Tim SAR memang segera datang. Hanya saja situasi tidak memungkinkan. Rabu (25/6/2025) Juliana baru bisa dievakuasi. Tapi sudah dalam keadaan abadi menutup mata, mirip keabadian Puncak Rinjani.

    Diguyur Duit Donasi

    Agam Rinjani sedang bersama rekan-rekan pendaki gunung di Jakarta. Hatinya sontak gelisah mendapati berita Juliana tewas di lereng Rinjani. Dia tak mengenal perempuan itu. Tetapi sesama pendaki, jiwanya terpanggil. Dia spontan bertekad mesti ke lokasi. Tapi untuk bisa terbang ke NTB bukan perkara mudah dan murah. Dia sedang cekak, dompetnya tak berisi.

    Untung, seorang kawan meminjaminya uang untuk ditukar tiket pesawat. Tanpa buang waktu, pria pemilik nama asli Abdul Haris Agam ini, segera berangkat.

    Sesampai di lokasi, Agam menyatakan ingin bergabung sebagai relawan evakuasi. Rekam jejaknya yang luas dikenal sebagai pendaki ulung sekaligus pemandu di Rinjani memungkinkan dirinya diterima bergabung. Bersama beberapa anggota tim rescue dia turun menuju keberadaan jenazah Juliana di kedalaman 600 meter.

    Seperti diberitakan Kompas.com, ketika tim sampai ke titik tujuan, hari sudah gelap. Diputuskan proses evakuasi dilanjutkan esok pagi. Tak pelak Agam dan tim bermalam sambil bergelantungan di tebing curam. Mereka hanya mengandalkan anchor yang ditanamkan langsung ke batu dengan alat keselamatan seadanya. Cuaca ekstrem kian memperparah kondisi. Kabut tebal membuat jarak pandang terbatas. Sambil istirahat tim juga berupaya menahan jenazah Juliana agar tidak jatuh lebih jauh. 

    Pada sebuah tayangan YouTube, Agam berbagi cerita. Selama bermalam menemani jenazah Juliana, mereka tidak bisa leluasa bergerak. Karena kontur tebing yang berbatu dan berpasir sangat mudah bergeser bila dipicu sebuah gerakan.

    Kalau itu terjadi, kami bisa tertimpa pasir dan batu,” ungkap Agam. Dia juga menceritakan saat itu sebagian anggota tim terluka karena hampir terguling ke bawah tebing. Belum lagi cuaca yang sangat dingin terasa begitu menggigit ke tulang.

    Keesokan pagi, imbuh Agam, sekitar pukul 8 pagi tim memulai proses evakuasi. Jasad Juliana diangkat dari dasar jurang kawasan Cemara Nunggal. Pengangkatan dilakukan menggunakan sistem vertical lifting dengan bantuan pulley dan tali yang disambung secara bertahap.

    Mengingat medan yang berat, dimana setiap kali tali ditarik selalu ada longsoran pasir serta batu, akhirnya evakuasi baru dapat diselesaikan sekitar pukul 2 siang.

    Ilustrasi warga Brasil yang antusias berdonasi. (Lontar.co)

    Ternyata, selama melangsungkan evakuasi, Agam memposting video juga sempat siaran langsung di akun media sosialnya. Tayangan ini turut disaksikan oleh keluarga Juliana dan masyarakat Brasil. Bisa dibilang pria asal Makassar itu mendadak viral di sana. Bahkan, pengikut akun instagram agam yang mulanya memiliki 350 ribu pengikut, sontak melonjak hingga 1,6 juta followers.

    Dalam sebuah video Agam membagikan momen saat sedang mengevakuasi. Ia terlihat bergelantung di tali sambil membawa tubuh Juliana yang telah dibungkus rapat. Ketika itu postingan Agam dibanjiri lebih dari 30 ribu komentar dan disukai 61 ribu akun. Bahkan aksi heroik itu membuat netizen Brasil menyebutnya sebagai “Pahlawan Rakyat Brasil”.

    Tak sampai di situ saja. Saat Agam melakukan siaran langsung, tidak sedikit netizen Brasil berinisatif menggalang dana untuk disalurkan kepadanyanya. “Bagaimana kami dapat membantu secara finansial?” atau “Minta rekening bank-nya agar kami dapat membantu.” 

    Awalnya, Agam menolak. Dia bilang melakukan misi evakuasi dengan rasa tulus. Walau akhirnya dia melunak atas desakan para netizen. Dia bersedia menerima sumbangan sambil menyatakan dana yang dihimpun akan dibagi ke rekan-rekan yang terlibat dalam penyelamatan.

    Belakangan ramai tersiar Agam dikabarkan akan menerima uang Rp1,5 miliar dari masyarakat Brasil. Dikutip dari situs Voaa.me/agam, seperti dilansir Bisnis.com, total donasi yang terkumpul mencapai R$522.306 hingga Senin (30/6/2025), sudah lebih dari yang target senilai R$350.000. Situs ini menjadi wadah masyarakat Brasil untuk mengapresiasi empati serta rasa tanggung jawab Agam, meskipun dia tidak termasuk dalam anggota SAR.

    Nasi Sudah Jadi Bubur

    Tak dinyana kabar yang membawa angin segar bagi Agam itu justru memicu konflik di antara sesama anggota tim rescue. Banyak beredar ungkapan bernada protes yang mencoba meluruskan bahwa yang mengevakuasi jasad Juliana bukanlah Agam seorang. Pihak tersebut juga menyayangkan tindakan Agam yang menyodorkan rekening atas nama pribadi untuk menerima rencana donasi masyarakat Brasil, tanpa mendiskusikannya ke tim rescue.

    Mendapat sorotan seperti itu, Agam sempat angkat bicara. Dia menyayangkan adanya salah persepsi yang berkembang. Terutama yang mengarah pada narasi bahwa ia memonopoli aksi kemanusiaan tanpa melibatkan pihak lain.

    Untung konflik tidak berlarut-larut. Setelah sempat terjadi ketegangan, Agam Rinjani dan tim rescue sepakat berdamai. Mereka duduk satu meja pada pertemuan di tanggal 27 Juni 2025. Kedua belah pihak menyepakati bahwa upaya penyelamatan merupakan hasil kolaborasi banyak pihak dan tidak boleh menjadi sumber perpecahan. Klop. Semua sepakat.

    Namun, di tengah suasana yang kembali membaik, justru muncul informasi mengejutkan. Voaa mendadak mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya  membatalkan kampanye donasi untuk Agam Rinjani. Voaa memastikan seluruh donasi akan dikembalikan secara otomatis melalui metode pembayaran yang digunakan para donatur.

    Ilustrasi perempuan pendaki memandangi kemegahan alam dari ketinggian. (Lontar.co)

    Terbetik kabar, pembatalan disinyalir turut dipengaruhi adanya perselisihan yang sebelumnya terjadi antara Agam dan anggota tim rescue. Faktor lainnya, karena ramai muncul ujaran kebencian dan penyebaran informasi yang mengganggu jalannya kampanye kemanusiaan yang sedang mereka lakukan.

    Pertimbangan berikutnya ialah adanya kesalahpahaman komunikasi, terutama terkait rincian distribusi dana dan peran Agam Rinjani dalam proses evakuasi.

    Tidak diketahui pasti apakah Agam dan tim rescue merasa kecewa atas keputusan tersebut. Namun, bila mengingat ucapan Agam di awal bahwa dirinya tulus menjadi relawan evakuasi jenazah Juliana, mestinya Agam bisa menerima ini secara ikhlas.

    Tapi setidaknya, sebagai pemandu di Gunung Rinjani, ketika kelak melintasi kembali lokasi yang menewaskan Juliana, dirinya bisa berhenti sejenak untuk mengenang kembali prosesi evakuasi perempuan Brasil yang dramatis itu. (*)