Mencari “Ahmad Lampung” & “Abdul Malik Krui”, Tareqat Qadiriyah Naqsabandiyah & Jaringan Ulama di Lampung

0 Comments

Mencari “Ahmad Lampung” & “Abdul Malik Krui”, Tareqat Qadiriyah Naqsabandiyah & Jaringan Ulama di Lampung

About Author
0 Comments

Banyak sejarah terputus karena dokumentasi tak tersedia. Termasuk terkait dua nama ulama asal Lampung Ahmad Lampung dan Abdul Malik Krui. Padahal keduanya turut berkontribusi bagi perkembangan Islam di Nusantara.

(Lontar.co): Sudah lama nama “Ahmad Lampung” mengeram dalam ingatan saya. Bertahun lalu, pertama kali saya temukan nama itu dalam buku karya orientalis Barat yang menceritakan kaum muslim Nusantara yang naik haji ke Mekkah dan sebaran Islam di Nusantara.

Seiring waktu, kerap saya temukan Ahmad Lampung dalam literatur (buku, tesis, disertasi) terkait Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN) di Indonesia.

Namun, di Lampung sendiri, belum pernah saya temukan nama beliau dalam referensi seputar ulama penyebar Islam. Juga dalam sekian obrolan tentang perkembangan Islam di Lampung. Nama “Ahmad Lampung” tidak terdengar.

Nyaris tidak ada informasi tentang biografi beliau; dari mana asalnya, di mana beliau menyebarkan TQN di Lampung, bagaimana jejaring TQN di Lampung periode awal, siapa keturunannya di Lampung, dan pertanyaan-pertanyaan turunannya.

Ahmad Lampung adalah murid langsung Syekh Ahmad Khatib Sambas, guru sekaligus pembawa TQN ke Nusantara. Dari sejumlah murid Syekh Khatib Sambas, terselip nama “Ahmad Lampung”. Banyak murid Syekh Khatib Sambas yang familiar terdengar, di sejumlah daerah di Indonesia, dan ajarannya masih eksis sampai sekarang.

Dua atau tiga tahun lalu, dalam sebuah acara pelatihan digitalisasi manuskrip di Jakarta, seorang kolega menyebut nama Ahmad Lampung dalam obrolan santai kami. Dia tertarik karena informasi tentang beliau putus begitu saja. Saya sepakat dengan ucapannya. Saya justru penasaran, seperti apa sosok atau wajah Ahmad Lampung? Sayang, saya belum menemukan foto beliau.

BACA JUGA  60 Penulis ‘Menelisik Lampung’ Penuh Warna

Banyak foto jemaah haji asal berbagai daerah di Nusantara, namun tidak ada satu pun petunjuk tentang Ahmad Lampung. Ada satu foto langka rombongan jemaah haji dari Lampung saat di Jeddah (8 orang berdiri dan jongkok), namun saya ragu adakah Ahmad Lampung dalam foto itu.

Beberapa minggu lalu, penasaran saya terlunasi. Saya pergoki satu foto Ahmad Lampung dalam buku karya penulis luar. Dalam foto itu ada sosoknya bersama seorang jemaah haji lain. Ketika saya posting informasi ini di laman FB, informasi ini terus berkembang.

Dari pegiat budaya dan sejarah di Tulangbawang, diketahui bahwa Syekh Ahmad Lampung bin Raden Mas Muhammad/Pangeran Suway Umpu berasal dari Menggala. Beliau meninggal dan dimakamkan di Mekah.

Selama bermukim di Mekah, beliau membantu jemaah haji asal Menggala di Mekah, termasuk mereka yang melanjutkan pendidikan agama di sana. Menurut informasi, jika dirunut ke atas, nasab Ahmad Lampung terhubung dengan Sunan GunungJati.


(Ahmad Lampung (kiri), foto sebelum tahun 1887. (Foto: koleksi Snouck Hurgronje)

Abdul Malik Krui bin Haji Abu Bakar Krui

Ulama lain dari Lampung yang tidak pernah terdengar adalah Abdul Malik Krui bin Haji Abu Bakar Krui. Sebagaimana namanya, beliau berasal dari daerah Krui (PesisirBarat). Dalam buku “Tasawuf di Kalimantan” (Erwin Mahrus, dkk, 2013) dapat diketahui ihwal seorang tokoh ulama asal Lampung (Krui, Pesisir Barat) yang menyebarkan Islam di Kapuas Hulu (Kalimantan Barat).

BACA JUGA  Setelah Harga dan Rafaksi, Kini Kadar Aci

Abdul Malik Krui bin Haji Abu Bakar Krui bermukim di daerah Jongkong, Kapuas Hulu, antara tahun 1923-1933. Beliau mempelopori berdirinya MI, MTS, dan MA di sana. Lulusan madrasah itu yang kemudian melanjutkan penyebaran agama Islam. Abdul Malik menjadi tokoh yang dihormati-disegani (dipanggil Tuan Guru) oleh masyarakat Jongkong dan sekitarnya.

Warisan penting Abdul Malik berupa manuskrip yang sekarang masih tersimpan di Jongkong, ditulis tahun 1914 dan sudah diterjemahkan. Dari terjemahan tersebut dapat diketahui beliau berasal dari Penengahan, Laai (di manuskip tertulis Lahai). Beliau penganut Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyyah dan penyambung ke-3 setelah Syekh Ahmad Khatib Sambas. Gurunya kemungkinan dari Kelantan, Malaysia.

Sekitar tahun 1933, Abdul Malik kembali ke Krui bersama istri dan 4 anaknya (1 anak lagi tetap di Kalimantan). Beberapa tahun di Krui, Haji Abdul Malik mangkat. Istri dan 4 anaknya kemudian kembali ke Kalimantan.

Foto rombongan haji dari Lampung, sebelum 1890 (Foto: koleksi Snouck Hurgronje)

Kabupaten Pesisir Barat menabalkan dirinya “Negeri Para SaiBatin dan Ulama” (bahkan sekian tahun lalu dalam brosur wisata, tertulis “Negeri 1000 Ulama”). Entah, apakah nama Abdul Malik Krui bin Haji Abu Bakar Krui ini tercatat di dalamnya, pernah tercetus atau terdengar dalam obrolan tentang itu, atau justru tidak diketahui?!

Secara umum, sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Lampung sudah diketahui awam. Cukup banyak referensi mengenai hal tersebut, meski mayoritas isinya serupa. Nyaris tidak ada informasi atau perspektif baru. Secara khusus, perkembangan Islam di Lampung masih harus digali lebih dalam, seperti aliran (tareqat), ulama penyebarnya, dan pola pendidikannya.

BACA JUGA  Aliansi Triga Lampung: Pak Prabowo Tolong Lihat Kesemrawutan Perkara Agraria di Lampung

Masih banyak tokoh-tokoh ulama penyebar Islam di Lampung yang tidak diketahui, luput dalam narasi sejarah Islam di Lampung. Tokoh-tokoh ini yang harus ditemukan, didokumentasikan, dilacak ilmu agama yang diwariskan, dan sebagainya.

Dari aspek arkeologi, dapat dilihat sebaran makam para ulama. Keberadaan makam-makam ini merata hampir di seluruh Lampung dan hingga kini masih jadi lokus ziarah. Namun ada juga yang sudah hilang atau tidak diketahui.

Dari aspekkartografi (peta), misalnya, tahun 19-an awal Belanda sudah mencantumkan makam-makam ulama di Lampung. Kartografer Belanda mencatatnya sebagai heilinggraf (makam orang suci). Memang tidak ada keterangan detail, namun peta itu jelas membantu penelusuran.

Beberapa lokus yang pernah saya sambangi berdasarkan peta (di Bandarlampung, misalnya), sudah tidak ada jejak makamnya. Bahkan masyarakat sekitar tidak mengetahui bahwa di situ pernah ada makam ulama.

Selain kedua nama di atas, masih banyak ulama penyebar Islam di Lampung yang belum tercatat bahkan asing di telinga. Lembaga-lembaga (pemerintah atau pun non-pemerintah, provinsi atau kabupaten) yang berkompeten dengan ihwal ini, perlu melakukan upaya pendokumentasian atau pencatatan ulang terhadap ulama-ulama di Lampung, agar peta jaringan ulama di Lampung terbentang jelas. (*)

(Penulis: Arman AZ, Pemerhati/Peneliti Budaya & Masyarakat Lampung)

Further reading