jauhkan bendera
yang bukan merah putih
dari mataku
langit Indonesia
dan terkancing
di dada kiri!
Menjelang 17 Agustus 2025, tanggal yang sakral buat bangsa Indonesia, kita dikejutkan oleh fenomena berkibarnya bendera One Piece. Dikibarkan oleh warga, di sejumlah kota.
(Lontar.co): One Piece digambarkan lewat tengkorak bajak laut bertopi jerami terlihat di mana-mana. Sebagai tunjuk protes. Kisah dari serial anime dan manga “One Piece” karya Eiichiro Oda ini, awalnya adalah lambang kelompok bajak laut. Namun dalam cerita berkembang menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan.
One Piece sebenarnya adalah cerita tentang Monkey D. Luffy, bercita-cita menjadi Raja Bajak Laut. Ia memakan buah iblis yang membuatnya memiliki tubuh karet dan berlayar untuk mencari harta karun legendaris bernama One Piece. Kemudian mengumpulkan kru bajak laut yang akan membantunya.
Sepanjang perjalanannya, Luffy dan kru menghadapi berbagai tantangan, konflik, dan petualangan di berbagai pulau dan lautan.
One Piece itu sendiri adalah misteri yang belum terpecahkan, dan para pembaca ikut penasaran tentang apa sebenarnya harta karun tersebut dan apa artinya bagi dunia One Piece.
Sebagaimana misteri, fenomena pengibaran bendera tengkorak bajak laut di Tanah Air kita juga adalah misteri. Sesuatu yang rahasia, seperti hanya rakyat yang paham mengapa mengibarkan One Piece di sebelah Merah Putih. Mungkinkah mereduksi “semangat perlawanan” dunia anime tersebut? Entahlah.
Fatmawati
Bendera pusaka yang pertama kali dikibarkan di saat Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia mengumandangkan Proklamasi di waktu 17 Agustus 1945, dijahit oleh tangan lembut Fatmawati, konon sepanjang malam menuju 17 Agustus 1945.
Perempuan asli Bengkulu, istri Presiden RI pertama, ini adalah ibu dari Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri.
Merah Putih ini kemudian digerek setiap tahun di 17 Agustus sampai tak layak dipakai karena usia kemudian menjadi bendera pusaka. Disimpan, dan hanya dikeluarkan setiap hari kemerdekaan dari vitrin, lalu diletakkan di atas baki. Selesai upacara sore hari kembali dimasukkan di lemari pajang terbuat dari kaca antipeluru. Betapa sakralnya Sang Saka Merah Putih.
Lalu kembali ke One Piece. Kali pertama simbol ini dipakai oleh Gibran Rakabuming Raka saat debat Pemilihan Presiden (?). Tengkorak bajak laut bertopi jerami terpasang di baju bagian dada kiri Gibran yang kini wakil presiden. Kala itu, saat Gibran mengenakan One Piece, boleh jadi lambang perlawanan khususnya di depan capres-cawapres lainnya dan ia bersama Prabowo kemudian memenangi Pilpres 2024.
Di masa jelang kemerdekaan RI ke 80, bendera One Piece viral. Fenomena ini kemudian ditengarai sebuah perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan dari rezim yang berkuasa kepada masyarakat.

Penyerobotan lahan tanah ulayat oleh pengusaha yang ‘dibekingi’ penguasa, galian tambang semena-mena, sampai ketidakadilan.
Pengoplosan pertamax, beras, langkanya minyak goreng dari kelapa sawit, dan segala macam persoalan yang membuat bangsa ini layaknya berhadapan dengan gelombang besar.
Sementara judi online (judol) semakin merambah ke dusun-dusun, malah ke ruang paling privasi masyarakat. Masyarakat terkepung oleh judol dan pinjaman online (pinjol). Kemiskinan tumbuh layaknya jamur, bukan hanya di musim hujan. Pemimpin di era yang baru sampai kini masih belum bisa diharapkan lebih.
Belum lagi seruan “pergi ke luar negeri dulu” sampai negeri aman baru pulang, bukan tanpa sebab atau tanpa alasan. Di dalam negeri sendiri, lapangan kerja semakin tak terbuka. Kalau pun ada hanya bagi kolega terdekat penguasa.
Ihwal pergi ke luar negeri dulu, mengingatkan pada kisah kahfi di dalam gua bersama seekor anjing. Mereka tertidur selama 309 tahun, lalu “dibangunkan” oleh Allah saat negerinya dipimpin oleh Raja yang alim.
Kisah ini ternukil dalam kitab suci Al-Quran (QS.18: 9-26). Tak pelu berpanjang-panjang saya ceritakan di sini. Kita bisa membaca Al-Quran 18. Intinya adalah perlawanan tujuh pemuda terhadap pemimpin dzalim, lalu bersembunyi atau lari dari “duli tuanku raja” semasa dia.
Duet Prabowo-Gibran
Duet Prabowo-Gibran sepertinya masih mencari formula yang pas untuk mengegas kabinetnya guna memburu “ketertinggalan” yang ditinggalkan pemerintahan sebelumnya. Meski sejumlah pembantunya, menteri-menterinya masih wajah lama, tetap harus mengikuti gendang dan irama sang pemimpin baru.
Galau? Terasa sekali dalam menentukan keputusan. Cemas? Ini bisa dirasakan dari keputusan-keputusan pemerintah. Misal, membebaskan orang yang terindikasi korupsi. Pembiaran kelakuan di bawah, setingkat bupati/walikota dan seterusnya.
Isu pemakzulan wapres ditambah soal ijazah Joko Widodo antara palsu dan asli, suka atau tak suka akan berimbas bebannya bagi Prabowo.
Ya! Prabowo adalah pionir pemimpin yang membebaskan seseorang terindikasi menerima/memberi suap. Tak heran muncul dugaan ada kecemasan presiden berhadapan dengan parpol besar, yang cenderung oposisi di kabinet sebelumnya berlanjut di periode kini? sehingga dikhawatirkan menjadi batu sandungan.
Agaknya ini realistis. Siapa pun yang menjadi pemimpin, tidak menghendaki adanya oposisi. Sebab oposisi adalah sepercik api yang bisa melambatkan roda kepemimpinan. Meski, bisa diakui juga, oposisi sebagai penghangat mesin untuk laju.
Kembali ke soal One Piece. Sebagaimana bendera OPM yang dilarang berkibar, begitu pula bendera tengkorak bajak laut bertopi jerami. Pelarangan agak telat, kadung viral. Bagai menjadi fenomena. Bendera One Piece ini “bersanding” dengan Merah Putih. Di mana-mana.
Siapa yang layak disalahkan? Adakah dalang dari fenomena bendera bergambar tengkorak bajak laut bertopi jerami. Kita mesti urut ke belakang. Ke mula pertama yang mengenakan.
Selain Sang Saka Merah Putih, tak patut bendera lain berkibar dan menguasai tanah air udara bernama Indonesia: “jauhkan bendera/yang bukan merah putih/dari mataku” baris dari puisi saya berjudul “Agustus: Bendera yang Kucari” (2025).
Ya, masih tetap merindukan merah putih yang berkibar. Di udara, di tanah-air Indonesia. Juga di hati bangsa ini.
Bendera RI yang selalu berkibar setiap napas bangsa ini. Ia ada dalam jiwa dan raga. Seperti lirik lagu kebangsaan Indonesia; bangunlah jiwanya/bangunlah raganya. Artinya jiwa dulu yang dibangun, baru raga (fisik). Begitu. (*)