Dalam sebuah arsip tahun 1998, Kanwil Departemen Agama Provinsi Lampung menerbitkan Surat Keputusan tentang Penetapan Sejarah Masjid di Provinsi Lampung. Benarkah tak ada masjid tua lainnya?
(Lontar.co): Dalam SK itu ditetapkan 8 masjid tua di Lampung, yang terletak di Bandarlampung, Pringsewu, Metro, Lampung Tengah, Tulangbawang, dan Lampung Utara. Hampir tiga dekade berlalu, entah sudah adakah upaya pemutakhiran data tersebut.
Data itu membantu mereka yang membutuhkan informasi mengenai sejarah masjid-masjid tua di Lampung. Di sisi lain, data itu memunculkan pertanyaan-pertanyaan berikutnya, misalnya: tidak adakah masjid-masjid tua lainnya di Lampung selain data resmi di atas?
Dimanakah umat muslim berkumpul melakukan ibadah (sholat jumat, sholat Ied, sholat Idul Adha, dll) sebelum tahun-tahun itu, kalau bukan di masjid?
Keberadaan masjid (atau surau dan langgar) tua menjadi salah satu anasir melacak sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Lampung. Dari cerita lisan dan literatur yang terbatas, dapat diketahui bahwa beberapa masjid di Lampung turut berperan dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Masjid menjadi titik kumpul para pejuang, sebagai basis konsolidasi bersama tentara dan masyarakat sipil saat melawan penjajah Belanda.
Penelusuran Via Kartografer
Ada pintu masuk lain untuk mengetahui keberadaan masjid-masjid tua di Lampung, yaitu arsip peta dan foto tempo doeloe. Dari aspek kartografi (peta), tahun 19-an awal Belanda sudah mencantumkan atau memetakan masjid-masjid yang ada di Lampung.
Kartografer Belanda meletakkan simbol lengkung bulan sabit di atas kotak kecil sebagai penanda masjid. Memang tidak ada keterangan detail seperti nama masjid, namun peta era Hindia Belanda itu jelas membantu penelusuran untuk menemukan keberadaan masjid-masjid tua di Lampung.
Peta-peta itu keluaran tahun 1906 sampai 1910; artinya, jika masjid-masjid dalam peta itu sekarang masih tegak berdiri, usianya sudah 100 tahun lebih.
Peta-peta itu dibuat berdasarkan daerah, misalnya Telukbetung, Tanjungkarang, Kota Agung, Pardasuka, Kalianda, Negeri Sakti, dan lainnya. Di Kalianda, ada masjid tua posisinya dekat Dermaga Bom. Di Margakaya (Pringewu) ada masjid yang tidak jauh dari anak sungai. Di Kotaagung (Tanggamus), ada beberapa masjid yang posisinya tidak berjauhan, hanya dipisahkan sungai.
Hampir seluruh masjid dalam peta itu masih ada hingga saat ini dan sudah beberapa kali mengalami renovasi. Satu dari beberapa masjid yang sempat saya lacak, di Negeri Sakti (Pesawaran).
Dahulu, masjid bercat hijau nampak masih sederhana dengan bedug besar di sampingnya. Saat ini masjid telah direnovasi dan nampak modern. Saat saya bertanya ke aparatur desa, dia tidak mengetahui bahwa masjid itu termasuk masjid tua.

(Keterangan: Peta masjid di Kotaagung, Tanggamus)

Foto Bercerita
Selain melacak keberadaan masjid tua di Lampung melalui peta, juga melalui arsip foto lama.
Kabupaten Lampung Barat dan Pesisir Barat yang dianggap sebagai salah satu pintu masuk Islam di Lampung melalui pantai barat Sumatera sejak beberapa abad lalu, pun nyaris minim informasi tentang masjid tua di dua kabupaten itu.
Cerita lisan menyebut, faktor alamlah (gempa) yang membuat masjid-masjid tua itu roboh (terlebih bahan bangunannya masih kayu dan papan) kemudian dibangun lagi di tempat yang baru.
Gempa di Lampung Barat dengan titik episentrum di Pematang Bata (Suoh) terjadi tahun 1933. Pasca gempa itu, ada fotografer Belanda yang mendokumentasikan dampak gempa di beberapa daerah. Ada satu foto masjid di Krui, sudah terbuat dari semen dan ada menara tak terlalu tinggi.
Selain itu, dalam sebuah buku era Hindia Belanda yang membahas seputar gempa, ada dua foto masjid atau surau yang roboh. Lokasinya di Pekon Tengah (Liwa) dan Surabaya (OKU Selatan).

(Keterangan: Foto masjid di Pekon Tengah, Lampung Barat, yang roboh saat gempa Liwa 1933)
Masjid lain, misalnya, di Metro. Di mesin pencarian Google dan beberapa website (termasuk website Pemkot dan masjid tersebut) disebut bahwa masjid Taqwa didirikan tahun 1967. Namun dalam buku biografi K.H Wahid Hasyim terbitan tahun 1957 dapat ditemukan foto langka tentang masjid agung di Metro yang dapat diyakini itulah masjid Taqwa. Artinya masjid Taqwa sudah ada sebelum tahun 1957.
Merujuk arsip foto tersebut, informasi mengenai kapan berdirinya masjid tersebut jelas mesti diperbaiki untuk meminimalisir kekeliruan sejarah yang berdampak ke pemahaman publik di masa mendatang tentang sejarah masjid bersangkutan.
Dari arsip lainnya, dalam koleksi KITLV ada foto sebuah masjid di Metro (KITLV 53756), koleksi Jan van der Kolk. Foto diperkirakan sekitar tahun 1940. Masih jadi misteri dan perdebatan apakah masjid dalam foto ini cikal bakal masjid Taqwa di Metro sekarang, atau masjid di lokus berbeda.

(Keterangan: Foto masjid agung di Metro, dalam buku terbitan tahun 1957).
Publik Lampung tentu sudah familiar mendengar nama Masjid Al Anwar di Telukbetung, yang dianggap sebagai masjid tertua di Lampung. Jika berkunjung ke masjid tersebut, di ruang perpustakaannya masih terpajang foto masjid sekitar tahun 18-an akhir atau 19-awal, pasca letusan Krakatau.
Entah apakah sudah ada literatur khusus dan komprehensif tentang biografi masjid-masjid di Lampung yang dibuat lembaga atau instasi terkait. Yang jelas, riwayat masjid di Lampung penting untuk diketahui publik.
Bukan hanya sebagai tempati adab saja, namun juga lokus pendidikan dan pengembangan agama islam. Dalam konteks kekinian, masjid-masjid tua itujuga layak dijadikan cagar budaya di masing-masing kabupaten/kota.(*)








