Tag: tugu pagoda

  • jpo siger milenial

    Bayang-bayang resesi tak lantas membuat Pemkot Bandar Lampung kendor. Sebaliknya, mereka kerja keras menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sayangnya, pungutan pajak yang masif ini berbanding terbalik dengan sejumlah pembangunannya yang dianggap nirmanfaat. 

    Bandar Lampung (Lontar.co)–Mata Sumarni menatap lekat-lekat tiap angka yang muncul di layar monitor mesin kasir resto tempatnya bekerja. 

    Ia ingin memastikan satu persatu angka yang tertera di mesin kasir itu, tak ada yang salah ketika di input. Ini dilakukannya agar tak ada selisih dalam perhitungan pajak, yang sudah terintegrasi dengan mesin tapping box milik Pemkot Bandar Lampung. 

    “Selisih atau beda satu angka saja, bisa berubah pajak yang harus kita bayar,” ujarnya sembari terus menatap layar monitor. 

    Setiap hari pula, Sumarni wajib merekap data penjualan untuk dicocokkan kembali dengan pajak yang harus dibayar oleh restonya.  

    “Tiap closing, data rekap penjualan hari itu harus dihitung ulang, dan benar-benar dipastikan tidak salah, karena resikonya bisa dipotong gaji kalau ada selisih,” tuturnya. 

    Sejak beberapa tahun yang lalu, Pemkot Bandar Lampung memang membagikan alat tapping box kepada para wajib pajak, termasuk cafe maupun restoran seperti tempat Sumarni bekerja. 

    “Alat tapping ini kita dapat gratis dari pemerintah, dan sudah sinkron dengan mesin kasir, jadi memang harus benar-benar teliti agar tak salah input,” ujar Sumarni. 

    Pemkot Bandar Lampung memang tengah gencar menyasar wajib pajak untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD), bukan cuma resto dan cafe, obyek wisata yang ada di Kota Bandar Lampung pun semua dipajaki. 

    Walikota Bandar Lampung, Eva Dwiana dalam sebuah kesempatan pekan lalu, bahkan tengah memesan 1.000 alat tapping box untuk dipasang di lokasi-lokasi usaha yang ada di Bandar Lampung, tujuannya untuk meraup sebanyak-banyaknya PAD dari sektor pajak. 

    Ia juga mengimbau kepada pengusaha untuk tidak menonaktifkan alat rekam transaksi tiap wajib pajak daerah tersebut,”kalau ada yang mematikan alat tapping itu, kami akan ambil tindakan,” tegas Eva. 

    Wajar Eva gencar menyasar PAD ke berbagai sektor usaha, karena tahun ini pemkot menargetkan PAD hingga Rp1.083 triliun dari berbagai komponen, seperti; pajak daerah, retribusi, termasuk para pengusaha resto, cafe dan jasa wisata di Bandar Lampung. 

    Target pendapatan daerah ini naik signifikan jika dibandingkan tahun sebelumnya, yang ditarget Rp800 miliar dari sektor retribusi daerah, pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah serta pendapatan asli daerah lain. 

    Tahun 2024 lalu, Pemkot Bandar Lampung berhasil mengumpulkan pajak daerah hingga Rp520 miliar, sedangkan retribusi daerah terkumpul sebanyak Rp47 miliar. 

    Dan, tahun ini, agar target bisa tembus Rp1.083 triliun, Pemkot Bandar Lampung memang kerja keras mengutip pajak daerah dari sektor usaha. 

    Karena, tak mungkin jika hanya mengandalkan kontribusi pendapatan pajak dari kendaraan bermotor melalui program pemutihan, jelas jauh dari cukup,  

    Pemkot Bandar Lampung hanya menargetkan kontribusi di angka 30 persen atau sekitar Rp150 miliar pendapatan dari pajak kendaraan bermotor, dari total target PAD 2025 sebesar Rp1.083 triliun. Sedangkan, 70 persen sisanya, atau sekitar Rp900-an miliar ditambal dari pajak daerah. 

    Dengan tingginya target pajak daerah di sektor usaha ini, mau tak mau pemkot memang harus putar otak agar target tercapai. Salah satunya adalah menambah tapping box hingga 1.000 unit yang harus sudah terealisasi Juni bulan depan. 

    Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bandar Lampung, Desti Mega Putri bahkan menyebut penerapan tapping box adalah hal yang wajib bagi wajib pajak daerah. 

    “Ini (bersifat) wajib dan memaksa. Tidak ada kata tak bayar pajak,” tegas Desti. 

    Daya Beli Melemah 

    Padahal, banyak pengusaha di sektor resto maupun cafe saat ini yang mengeluhkan lemahnya daya beli, tak sedikit pula yang pada akhirnya gulung tikar. 

    Sahri (42) misalnya, cafe yang ia rintis di kawasan Jalan Z.A Pagar Alam pada akhirnya harus tutup selamanya.  

    Ia hanya bisa bertahan tak lebih dari dua tahun.”Tahun pertama masih lumayan, masuk tahun ke dua, mulai turun omzet, tambal sana sini. Akhirnya, daripada nombok terpaksa tutup, di over alih juga tidak ada yang mau,” ujarnya. 

    Beberapa pengusaha resto maupun cafe lainnya yang masih bertahan juga, mulai khawatir tak sanggup meneruskan bisnisnya. 

    “Padahal, kita sudah rombak konsep cafenya, menu juga sudah di update, sering pula bikin even termasuk promo, tapi omzet tak juga naik,” terang Rio, pengelola salah satu cafe di Pahoman. 

    Melemahnya daya beli masyarakat ini juga diakui oleh Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri yang menyebut saat ini Indonesia berada dibawah bayang-bayang resesi seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah. 

    Indikatornya terlihat pada triwulan I tahun 2025, ekonomi nasional hanya tumbuh 4,87 persen. Angka ini bahkan terendah sejak pandemi atau triwulan III tahun 2021. 

    Momen Ramadan dan hari raya Idul Fitri yang diharapkan  bisa mendorong pertumbuhan ekonomi nasional justru sebaliknya. 

    Tren ini, menurutnya, makin menguatkan potensi resesi ekonomi. Ia bahkan tak yakin, beberapa bulan ke depan keadaan bisa berubah, meski perlahan sekalipun. 

    Nirmanfaat 

    Di saat daya beli yang melemah yang berpotensi menjadi penyebab resesi, dan sikap ekspansif Pemkot Bandar Lampung terhadap pendapatan asli daerah itu, masyarakat kota harus menerima kenyataan terhadap sejumlah pembangunan di Kota Bandar Lampung yang minim manfaat. 

    Pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Siger Milenial dan Tugu Pagoda di China Town adalah dua dari sedikit pembangunan kota yang dianggap nirmanfaat. 

    JPO Siger Milenial yang diresmikan pertengahan Februari 2025 lalu, menghabiskan biaya Rp20 miliar lebih. 

    Saat dibangun, JPO ini juga menimbulkan pro dan kontra, karena dianggap tak peka terhadap musibah banjir yang terus mendera warga ibukota. 

    Selain itu, tingkat urgensi dari pembangunan JPO Siger Milenial ini pun nyaris nihil, tapi Walikota Eva tetap jalan terus. 

    “Harapan kita, JPO Siger Milenial ini bisa meningkatkan jumlah jemaah di Masjid Al Furqon agar makin banyak isinya, sekaligus bisa melihat pemandangan,” kata Eva saat meresmikan JPO Siger Milenial (14/2/2025) lalu. 

    Tim lontar.co pernah secara khusus mencoba mengamati seberapa tinggi intensitas penggunaan JPO Siger Milenial oleh masyarakat, maupun ASN yang ada di Pemkot Bandar Lampung, baik dari arah perkantoran Pemkot Bandar Lampung menuju masjid maupun sebaliknya. 

    Hasilnya tak signifikan, jumlah jemaah Masjid Al Furqon yang memanfaatkan JPO Siger Milenial bisa dihitung dengan jari, khususnya pada saat Shalat Dzuhur dan Ashar. Jemaah masjid justru di dominasi oleh pengguna kendaraan roda dua maupun empat. Lonjakan pengguna JPO Siger Milenial hanya terjadi ketika hari Jum’at saja, itu pun saat Shalat Jum’at, saat Ashar kembali minim.

    Malam harinya pun demikian, meski di dominasi oleh muda-mudi yang lalu lalang di JPO Siger Milenial, namun jumlahnya tak terlalu ramai. Meski demikian, belum adanya uji konstruksi terhadap daya tampung dan daya topang JPO Siger Milenial ini juga, idealnya JPO tak disesaki pengguna di saat yang bersamaan, untuk mempertimbangkan faktor keselamatan dan keamanan penggunanya.

    Di saat, masyarakat Kota Bandar Lampung sudah mengikhlaskan keberadaan JPO Siger Milenial, pemkot lagi-lagi bikin kontroversi dengan membangun Tugu Pagoda China Town di Telukbetung Selatan. 

    Biaya pembangunan tugu setinggi 9 meter ini menelan anggaran hingga Rp3 miliar dari total anggaran Rp25 miliar untuk pembangunan kawasan Chinatown 

    Tak ayal, warga pun bereaksi. Aliansi Masyarakat Peduli Bandar Lampung (AMPBL) tegas menolak pembangunan Tugu Pagoda itu,  

    Mereka mendesak agar tugu itu diubah menjadi Tugu Krakatau yang lebih punya nilai sejarah. 

    Pembangunan tugu yang dianggap sebagai sebuah kelalaian Pemkot Bandar Lampung terhadap warganya ini, bahkan digugat ke pengadilan melalui proses Citizen Lawsuit. 

    Di sisi lain masalah jalan rusak hingga banjir masih juga menjadi ancaman serius masyarakat Kota Bandar Lampung. 

    Jalan rusak masih banyak dijumpai di sejumlah ruas jalan Bandar Lampung, Bopeng-bopeng jalan rusak paling banyak terlihat di ruas Jalan Pangeran Tirtayasa (Sukabumi), Jalan Ratu Di Balau (Tanjungsenang), termasuk di wilayah-wilayah yang masuk dalam area pusat kota. 

    Tak hanya jalan rusak, banjir juga masih menjadi ancaman serius bagi warga Rajabasa, Sukarame, Way Halim, Sukabumi hingga Panjang. 

    Masih terang di ingatan, musibah banjir yang harus menelan korban jiwa dan kerugian materiil tiap kali musim penghujan datang, tapi penanganan dari pemerintah kota terbilang lambat.