Hutan tak boleh semena-mena dirudapaksa untuk aktivitas ekonomi. Presiden Prabowo Subianto menaruh perhatian untuk menertibkan pelanggaran yang terlanjur merebak.
Bandarlampung (Lontar.co.id): AKADEMISI dan praktisi hukum, Hengki Irawan, mengingatkan pemerintah dan wakil rakyat di Lampung Barat untuk tidak melanggengkan pengrusakan hutan. Terlebih sudah terbit Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 dan akan adanya regulasi menyangkut perdagangan karbon dari sektor kehutanan.
Dikatakannya, kini sudah terbit Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. “Harus dicermati Perpres yang sudah diberlakukan sejak 21 Januari 2025 ini. Semua warga negara Indonesia, terlebih pemerintahan daerah, harus tunduk patuh melaksanakannya. Jangan sebaliknya, karena ada motivasi lain, lantas coba-coba menafsirkan Perpres itu sekehendak hati,” kata Hengki kepada Lontar.co, Sabtu (15/2/2025).
Terkait hal ini dia memberi catatan terhadap kondisi Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang keadaannya sudah memprihatinkan. “Data dan fakta sudah sangat gamblang menunjukkan banyaknya alih fungsi lahan menjadi kebun kopi. Mestinya, Pemkab dan DPRD setempat sigap melindungi hutan, bukan malah sebaliknya. Jangan sampai nanti mereka berhadapan dengan regulasi Perpres Nomor 5 tahun 2025. Saya yakin Presiden Prabowo tidak main-main akan hal ini,” urainya.
Hengki menjelaskan, Perpres tersebut secara saklek mewanti-wanti pihak manapun yang coba-coba mengutak-atik kawasan hutan atau setidaknya memuluskan atau malah membiarkan aktivitas serupa itu berlangsung di dalam kawasan. “Bunyinya jelas kok, di dalamnya membahas tentang penertiban kawasan hutan. Tujuannya juga jelas untuk mengatasi masalah tata kelola hutan yang belum optimal dan aktivitas ilegal yang merugikan negara,” paparnya.
Lebih lanjut dirinya menjabarkan, bentuk keseriusan pemerintah di era Presiden Prabowo terhadap pelestarian hutan, makin kentara dengan adanya rencana meresmikan perdagangan karbon dari sektor kehutanan.
“Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni sudah menyampaikan itu ke publik. Jadi jangan pernah menganggap remeh perihal pengrusakan kawasan hutan seperti di Lampung Barat, misalnya,” kata Hengki.
Untuk diketahui Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mengungkapkan, pemerintah akan segera meresmikan perdagangan karbon dari sektor kehutanan sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim dan percepatan ekonomi hijau.
Seperti dikutip dari Antara, program tersebut membuka peluang besar bagi Indonesia untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan, serta memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan pelaku usaha.
“Kebijakan ini sejalan dengan visi Astacita Presiden Prabowo dalam mewujudkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan,” kata Raja Antoni, Kamis (13/3/2025).
Pada tahap awal, jelas Menhut, perdagangan karbon ini mencakup skema pengelolaan hutan oleh swasta (Pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan/PBPH) dan Perhutanan Sosial dengan potensi serapan karbon yang berbeda.
PBPH memiliki potensi serapan 20-58 ton CO2/ha dengan harga USD 5-10/ton CO2, sementara Perhutanan Sosial dapat menyerap hingga 100 ton CO2/ha dengan harga mencapai 30 euro/ton CO2.
Pada 2025, potensi perdagangan karbon sektor ini diperkirakan mencapai 26,5 juta ton CO2, dengan nilai transaksi berkisar Rp1,6 triliun-Rp3,2 triliun per tahun.
Jika dioptimalkan hingga 2034, lanjut Menhut, maka potensi perdagangan karbon dari sektor kehutanan dapat mencapai Rp97,9 triliun-Rp258,7 triliun per tahun, dengan kontribusi pajak sekitar Rp23 triliun-Rp60 triliun, serta PNBP Rp9,7 triliun-Rp25,8 triliun per tahun.
Selain itu, program ini diharapkan dapat menciptakan 170 ribu lapangan kerja di berbagai lokasi proyek karbon. Menhut menegaskan, perdagangan karbon tidak hanya berfokus pada pengurangan emisi, tetapi juga berperan dalam percepatan reforestasi melalui konservasi dan strategi Afforestation, Reforestation and Revegetation (ARR).
“Lewat berbagai langkah ini, Kementerian Kehutanan optimistis perdagangan karbon sektor kehutanan akan menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi hijau, ketahanan pangan dan energi, serta penguatan komitmen Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim,” kata Raja Antoni.(*)