Tag: presiden prabowo subianto


  • Merasa terjepit oleh “tekanan” Kementerian Pertanian dan legislator Lampung, para pemilik pabrik tapioka kompak “mengadopsi” taktik tiki-taka yang biasa dipertontonkan Barcelona era Pep Guardiola. Tak dinyana para cukong itu seakan tengah menggocek bola panas untuk kemudian menyerang balik.

    (Progres.co.id): FILOSOFI tiki-taka di dunia persepakbolaan adalah mempertahankan penguasaan bola hingga muncul peluang menyerang. Ketika dihimpit serangan lawan, tim penganut taktik tiki-taka bakal menggerakkan bola dengan cepat keluar dari tekanan.

    Caranya dengan menggunakan passing satu-dua sentuhan bola. Lalu memastikan mengalirkan si kulit bundar ke ruang penguasaan, sambil tim mereposisi kembali pertahanan.

    Melalui umpan pendek dan cepat, namun tetap memelihara rasa sabar, pergerakkan difokuskan untuk membuka garis pertahanan lawan. Kalau sukses, tim yang awalnya dikepung dapat membalikkan keadaan dengan menggedor balik pertahanan lawan. Sambil, tentunya, mencari peluang buat melesakkan gol.

    Penulis melihat fenomena tiki-taka serupa ini berlangsung pula pada perkara singkong di Lampung. Bermula dari menjeritnya para petani lantaran harga singkong melorot tajam.

    Sudah disengat terik-dilabur debu, dan merogoh kocek dalam-dalam beli pupuk untuk menggemukkan singkong, ketika dijual pihak pabrikan ogah bayar sepadan. Jangankan balik modal. Petani singkong malah tepok jidat sambil mimik meringis pedih. Jerih payahnya tak ubah seperti sedang menyiapkan jerat tali untuk mencekik leher sendiri.

    Ketimbang frustrasi lalu amok, para petani memilih merapatkan barisan. Sum-suman menyewa truk untuk mengadu pada wakilnya di gedung parlemen di DPRD Lampung. Gayung bersambut, legislatif dan eksekutif menunjukkan keberpihakkan. Cukong-cukong pemilik pabrik tapioka dimintai komitmen membeli singkong petani -sebelumnya di bawah seribu per kilogram- menjadi Rp1.400 per kilogram.

    Pada titik ini “skuad pabrikan” mulai merasa diserang. Tak mau menyerah begitu saja mereka mulai terinspirasi taktik tiki-taka. Rebut bola lalu bermain passing. Alur bola lantas ditentukan mereka. Pelan-pelan saja. Sambil melihat peluang buat berkelit.

    Strategi pun dimulai. Biarpun keputusan bersama dan surat edaran terkait penetapan harga singkong sudah diberlakukan, para cukong mbalelo. Mereka tetap konsisten dengan langgam permainannya sendiri; membeli singkong tanpa menggubris harga kesepakatan. Tak pelak petani singkong terkejut. Mereka merasa kecele. Dipermainkan oleh tiki-taka bos pabrik tapioka.

    Tak sudi melihat nasib petani terus dipermainkan, Kementerian Pertanian langsung turun tangan. Konstelasi permainan untuk sesaat berubah. Bola berhasil direbut dan “seakan-akan” dikuasai tim petani.

    Terlebih setelah Menteri Pertanian, Amran, menegaskan harga singkong minimal Rp1.350 per kilogram. Selisih gocap dari ketentuan yang digariskan Pemprov Lampung. Mentan juga menutup keran impor singkong. Bisa dibuka, tapi dengan catatan ketat.

    Kini serangan berbalik arah. Gawang tim pabrikan terancam. Tapi apa lacur, skuad ini bukan klub amatir tarkam atau tarikan kampung yang mudah gugup saat di-pressure lawan. Keputusan Mentan memang terasa sebagai tekanan berat. Tapi bisnis ibarat sebuah permainan bola. Ada waktu menyerang pasar, tapi perlu pula wait and see menahan diri.

    Tak pelak siasat baru mesti disusun sebagai respon. Seluruh pemain sontak ditarik mundur. Ditumpuk di depan gawang, bertahan ala parkir bus. Agaknya, ini dianggap pilihan strategi paling pas, ketimbang langsung bertekuk lutut mengamini desakkan Mentan. Sebab manut pada instruksi tersebut sama artinya mengurangi cuan, menggerus profit.

    Taktik tiki-taka mesti terus diperagakan. Hanya saja perlu dimodifikasi. Passing bola memang masih dilakukan. Tapi kali ini hanya dialirkan di area pertahanan sendiri. Lalu pelan-pelan semua pemain menyusun barisan tepat di garis gawang, menutup celah.

    Dalam praktik realitanya satu per satu perusahaan tapioka itu menutup pabriknya. Menghentikan produksi. Mati suri. Itu berarti mereka tidak perlu tunduk pada keputusan kementan. Tak berproduksi sama artinya tak perlu menjalankan titah Amran.

    Celakanya, siasat ini langsung memakan korban. Petani singkong sontak kena dampaknya. Singkong mereka tak ada yang membeli, lalu rusak seiring raibnya harapan.

    Sebaliknya, melalui peragaan tiki-taka para cukong tapioka seakan sedang mengirim pesan. Keputusan Mentan menjadi tampak seperti bumerang. Menerabas urat nadi sumber penghidupan petani singkong itu sendiri.

    Sedangkan bagi para cukong, pabrik “rehat” sejenak bukan masalah besar. Karena isi pundi-pundi mereka masih penuh untuk menggerakkan bisnis lain. Ini gaya tiki-taka. Bermain passing pendek, sambil menunggu celah.

    Kalau saja pemerintah mau meladeni strategi tersebut, bisa saja menerapkan pola total football. Sebab, akar dari permainan tiki-taka itu diyakini berasal dari pola permainan sepakbola total football yang dianut tim Orange, Belanda.

    Kalau ditelusuri dari berbagai referensi, Wikipedia misalnya, disebutkan Johan Cruyff merupakan salah satu pencetus gaya permainan tiki-taka. Cruyff menerapkan gaya permainan ini saat menjabat sebagai manajer Barcelona dari tahun 1988 hingga 1996. 

    Sedangkan penggemar sepak bola juga sangat paham, Cruyff sendiri sebagai pemain timnas De Oranje, dia sangat fasih memainkan gaya khas Belanda, total football. Tiki-taka dan total football sama-sama menitikberatkan permainan dengan penguasaan bola.

    Maka, agar tidak “dilipet” oleh gaya tiki-taka cukong tapioka, pemerintah dapat saja menandinginya dengan total football.

    Kalau mau ditengok, filosofi total football adalah taktik permainan sepak bola yang mengedepankan penguasaan bola, intensitas tinggi, dan fleksibilitas formasi. Dalam pola ini, setiap pemain dapat mengambil alih peran pemain lain dalam sebuah tim.

    “Mengambil alih peran” menjadi kunciannya. Presiden Prabowo beberapa waktu lalu juga sempat menggelindingkan wacana, atau tepatnya mengeluarkan ancaman, terhadap pengusaha penggiling gabah.

    Semua berawal ketika ada banyak pengusaha penggilingan yang masih bermain-main dengan harga gabah kering. Presiden tidak terima. Dia langsung menyodorkan opsi: nurut atau usahanya ditutup, lalu penggilingan padi diambil alih oleh pemerintah. Ini fatsun total football sejati.

    Kalau mau, sikap tegas serupa ini juga bisa diterapkan di ranah komoditi singkong. Apalagi, kedudukan singkong sudah dinggap “setara” dengan padi, sebagai bagian dari kategori usaha tani subsektor tanaman pangan, termasuk di dalamnya jagung dan kedelai.

    Karena dianggap sebagai satu kategori, perlakuannya pun mulai disesuaikan. Ini bisa dilihat dari Permentan Nomor 4/2025 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.

    Melalui Permentan ini, sama seperti padi, tanaman ubi kayu juga mulai memperoleh jatah pupuk subsidi.

    Kalau memang mau konsisten dengan prinsip tersebut, seharusnya pemerintah juga dapat mnerapkan jurus total football di ranah persingkongan. Minta pabrikan tapioka menghentikan akal-akalan pola tiki-takanya, atau pemerintah masuk mengambil alih pabrikan tapioka, seperti opsi yang disampaikn Presiden Prabowo pada pengusaha penggilingan gabah.

    Kalau ini benar-benar dilakukan, penulis yakin pola total football pemerintah bakal mampu mengatasi licinnya manuver tiki-taka pengusaha tapioka.(*)