Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) kembali menjadi sorotan. Terlebih ketika kebun kopi terus merangsek ke areal hutan. Pemerhati lingkungan menganggap ada pembiaran pengrusakan lingkungan. Nasib areal kawasan di ujung tanduk.
Lampung Barat (Lontar.co): PENDIRI masyarakat independen GERMASI, Ridwan Maulana, menyodorkan data. Menurutnya dari total 57.530 hektare Kawasan Hutan TNBBS yang masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Lampung Barat, sedikitnya sekitar 21.925 hektare telah dibuka (open area) dan secara dominan berubah menjadi perkebunan kopi robusta.
Perkebunan itu dikuasai warga? Ridwan menukas tidak seutuhnya demikian. Dia mensinyalir justru sebagian besar lahan kebun kopi di kawasan hutan tersebut dikuasai oleh pihak tertentu yang menggunakan nama masyarakat sebagai tameng.
“Logika tersebut sangat mudah dicerna. Apakah mungkin warga biasa memiliki kemampuan membuka lahan kawasan seluas itu. Kami menengarai ada kejanggalan yang mengindikasikan campur tangan cukung di situ,” ungkap Ridwan kepada Lontar.co, Sabtu (15/3/2025).
Dengan kata lain, sambungnya, pihaknya mengendus ada aroma peran oknum orang besar dan berpengaruh yang ikut bermain di balik alih fungsi hutan tersebut.
Penilaian serupa juga diutarakan Edy Karizal, aktivis pemerhati lingkungan dari Lembaga Konservasi 21. Dia mengamini ada jejak pemain yang mengambil keuntungan besar dengan memanfaatkan situasi. “Kerusakan yang sudah masif ini menguntungkan perusahaan kopi. Modusnya, mereka tanpa harus memiliki lahan perkebunan dan tanpa butuh tenaga kerja. Hanya cukup mensuport petani kopi dari sisi budidaya dan pemasaran.
Lantas kopi hasil dari kebun di kawasan konservasi itu mereka tampung. Mereka tampak menjadi pahlawan bagi warga pengelola kebun kopi. Situasi ini juga menjadi magnet tersendiri bagi warga lain untuk ikut-ikutan membuka lahan hutan untuk berkebun kopi,” urai Edy.
Ironisnya lagi, masih menurut Edy, pemerintah daerah dalam hal ini Pemkab Lampung Barat, seakan tutup mata untuk tidak menyebut turut membiarkan proses alih fungsi lahan terjadi. Indikasi ini sangat kentara manakala menjelang musim pemilukada dan pemilihan legislatif.
“Banyak oknum yang seakan turut menunjukkan keberpihakan kepada warga untuk penguasaan hutan, kendati praktik demikian jelas mengangkangi peraturan yang sah di negeri ini. Bagi oknum-oknum itu yang penting mereka bisa mendulang suara dukungan besar dari konstituen,” tukasnya.
Di sisi lain, Edy menambahkan, melentingnya harga komoditi kopi robusta yang kebunnya banyak berada di kawasan hutan, semakin melanggengkan praktik pengrusakan kawasan.
“Mungkin para oknum yang mendukung praktik serupa itu beralibi bahwa mereka juga berupaya memanusiakan manusia. Dalihnya mereka telah memberi penghidupan bagi warga yang berkebun kopi, meski itu di kawasan hutan,” katanya
Padahal, sambung dia, pengrusakan hutan merupakan kejahatan besar karena tak ubahnya menyimpan “bom waktu” yang suatu saat bisa menimbulkan ledakan yang dampaknya bisa merugikan banyak pihak.
“Hutan itu merupakan sumber plasma nutfah, sumber oksigen, dan penyerap karbon dioksida yang sangat besar. Hutan juga sumber mata air. Tidak hanya bagi Lampung Barat, melainkan juga buat wilayah kabupaten sekitar. Dengan mempertimbangkan kemungkinan ancaman di kemudian hari, tidak berlebihan kalau kita menganggap pengrusakan hutan saat ini sebagai tindakan biadab dan sangat tidak manusiawi. Lantaran sudah mengancam sumber kehidupan makhluk hidup dan juga manusia,” papar Edy.
Beranjak dari uraian tersebut, Edy menyinggung Pemkab Lampung Barat mesti
bertanggung jawab atas kerusakan ini. “Ada indikasi jelas telah melakukan pembiaran berlangsungnya pengrusakan Kawasan Hutan TNBBS,” pungkas dia.
Oleh karenanya, dia berpendapat, tidak berlebihan kalau pemerintah pusat, TNI, Balai Besar TNBBS, dan aparat penegak hukum (APH) khususnya Kejaksaan Agung RI untuk turun tangan terkait keterlibatan oknum orang besar yang diduga menguasai lahan secara ilegal. (*)