Lampung, Pabrik Asap Rokok Terbesar di Indonesia 

Lampung, Pabrik Asap Rokok Terbesar di Indonesia 

Data BPS tahun 2024, menempatkan Lampung sebagai daerah dengan jumlah perokok terbanyak di Indonesia. Segmennya beragam, mulai dari yang tua hingga anak-anak. Parahnya, penyumbang usia terbesar perokok terbanyak di Lampung adalah usia remaja, 15 tahun ke atas. 

(Lontar.co): Asap rokok pekat memenuhi warung berukuran 2×3 meter itu, sesekali tawa lepas enam orang anak berseragam SMP itu terdengar, bahkan hingga ke jalan.  

Empat dari enam siswa yang ada di warung itu, terlihat santai menghisap rokok, tak ada gurat ketakutan di wajah mereka, padahal pintu gerbang sekolah tempat mereka belajar, hanya berjarak kurang dari 10 meter, satpam sekolah juga sering terlihat mondar-mandir di tepian jalan, tapi mereka tak peduli. 

Di tempat lain, di sebuah mall yang bersisian langsung dengan Lapangan Saburai, tiga remaja berseragam sekolah menengah atas, juga santai bersenda gurau sambil asyik menikmati rokok, seorang diantaranya bahkan remaja perempuan yang selalu celingukan melihat ke sekelilingnya, tiap kali akan menghisap vape, sejenis rokok elektrik. 

Di Lampung, amat lazim melihat remaja-remaja usia sekolah yang dengan santainya menghisap rokok di tempat-tempat umum. 

Masyarakat cenderung menormalisasi perilaku mereka, tanpa berusaha untuk mengingatkan apalagi menegurnya. 

Itu belum termasuk di daerah-daerah, di Kabupaten Lampung Tengah misalnya, pemandangan anak yang masih berusia di bawah umur juga sudah terbiasa menghisap rokok, meski masih secara sembunyi-sembunyi, namun untuk menemukan anak usia dini merokok di tempat-tempat umum, ternyata bukan perkara yang sulit. 

Fakta lain menyebutkan, maraknya peredaran rokok ilegal atau non cukai di Lampung yang merambah hingga wilayah pedesaan dengan harga yang terjangkau membuat kalangan remaja bisa dengan mudah mendapatkan rokok. 

Harga rokok-rokok ilegal itu bahkan dijual setara dengan uang jajan anak sekolah, rerata sebungkus rokok ilegal dijual paling murah Rp10 ribu, paling mahal hanya kurang dari Rp20 ribu. 

BACA JUGA  Disrupsi AI, Penolong Sekaligus Menyimpan Bom Waktu

Rokok-rokok ilegal asal Pulau Jawa yang ‘diselundupkan’ melalui berbagai modus itu menjadi salah satu penyumbang tingginya jumlah perokok di Lampung. 

Rokok non cukai dijual bebas mulai dari warung kecil hingga toko-toko distributor rokok, tanpa ada pengawasan yang serius dari aparat terkait, 

Rokok-rokok ilegal ini pula setidaknya masuk melalui dua pintu utama, yakni Pelabuhan Bakauheni dan Pelabuhan Panjang, yang kemudian disebar ke seluruh penjuru wilayah Lampung melalui akses Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). 

Metode distribusi dari pabrik ke warung hingga toko dilakukan melalui rantai yang panjang dan rumit.  

Setiap hari, ratusan ribu slop rokok di kirim dari Pulau Jawa dengan berbagai modus, mulai dari dikamuflasekan dengan buah-buahan, barang klontong 

Rokok-rokok ilegal sejenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) yang diselundupkan itu, diangkut dengan kendaraan truk untuk dikirimkan ke tiap distributor. 

Dari distributor, rokok-rokok yang tak dilengkapi dengan cukai itu kemudian dikirim dengan mobil-mobil sejenis blindvan hingga kurir-kurir sepeda motor ke warung hingga toko di seluruh pelosok. 

Pertengahan tahun lalu, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean (TMP) B Bandarlampung saja memusnahkan setidaknya 40 juta batang rokok ilegal yang nilainya ditaksir mencapai Rp48,5 miliar. 

Tapi, meski upaya pemberantasan terhadap peredaran rokok ilegal masih terus dilakukan, namun para pedagangnya masih dengan leluasa berjualan, terlebih di daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh aparat. 

Hal ini menjadi sangat relevan jika merujuk pada data BPS yang menyebut Lampung sebagai daerah dengan jumlah perokok aktif terbanyak di Indonesia. 

Data BPS menyebut sebanyak 33,84 persen penduduk usia 15 tahun ke atas di Lampung menjadi perokok aktif. 

BACA JUGA  Antara Imajinasi dan Prompt AI

BPS menyebut, daerah dengan persentase perokok tertinggi di dominasi oleh daerah-daerah pedesaan. Minimnya akses informasi, tekanan sosial hingga faktor ekonomi menjadi pemicunya. 

Di Lampung, dari total 33,84 persen perokok aktifnya, disumbang oleh daerah-daerah yang masih masuk dalam kategori pelosok, seperti; Lampung Barat dan Pesisir Barat, Way Kanan, Lampung Tengah dan Pesawaran. 

Kelima daerah ini menjadi penyumbang tertinggi jumlah perokok aktif di Lampung. Di urutan pertama adalah Kabupaten Lampung Barat, sebanyak 30,89 persen penduduk dari total 319 ribu jiwa adalah perokok aktif. 

Kemudian, di urutan kedua ada Kabupaten Pesisir Barat yang menyumbang sebanyak 29,71 persen perokok aktif dari sebanyak 156 ribu penduduk disana. 

Selanjutnya, Way Kanan menjadi penyumbang ketiga dengan persentase 25,76 dari total 493 ribu penduduk Way Kanan. 

Kemudian di posisi keempat dan kelima ada Kabupaten Pesawaran (25,75 persen) dan Lampung Tengah dengan jumlah perokok aktif mencapai 25,66 persen. 

Tingginya jumlah perokok di Lampung ini bahkan mengalahkan Jawa Barat yang persentase perokok aktifnya mencapai 32,98 persen atau diurutan kedua, dan Bengkulu diurutan ketiga sebanyak 32,96 persen. 

Stopping Tobacco Organization and Products (STOP) salah satu organisasi global yang concern terhadap fungsi pengawasan industri rokok menyebut industri rokok berupaya menggaet remaja sebagai salah satu target pasar potensialnya. 

Banyak modus industri rokok demi meluaskan pasar ke segmen milenial hingga anak-anak. 

Terlebih, banyak industri-industri rokok konvensional yang terdampak akibat maraknya peredaran rokok ilegal yang memengaruhi omzet mereka secara langsung yang menurun drastis. 

Untuk mengantisipasi anjloknya omzet yang besar itu, banyak industri-industri rokok raksasa yang kemudian membuat berbagai ‘inovasi’ yang tak melulu bergantung pada rokok-rokok sejenis filter dan kretek yang pasarnya terus tergerus oleh rokok-rokok ilegal. 

Industri rokok raksasa kemudian ‘mengalihkannya’ dengan produk rokok inovasi, seperti rokok elektrik, vape maupun pod. Mereka memanfaatkan media-media sosial yang dianggap efektif untuk menarik minat generasi muda. 

BACA JUGA  Stereotip Identitas Perantau Asal Lampung di Jakarta dan Falsafah Otak, Otot, Ngotak, Ngotot 

Setidaknya ada tiga praktik yang dilakukan industri rokok dalam menjerat generasi muda di Indonesia, yakni; merancang produk yang disenangi oleh anak muda; memengaruhi opini publik dengan pesan dan figur yang menyesatkan; dan mencampuri kebijakan yang dapat menurunkan konsumsi rokok dan nikotin di kalangan anak muda. 

Di modus pertama, merancang produk yang disenangi oleh anak muda, rakrasa industri rokok nampaknya sukses, selain membuat produk seperti vape dan pod dengan menjual nikotin dan TAR cair atau yang dikenal dengan istilah eliquid, mereka juga menciptakan produk-produk turunan seperti permen. 

Umumnya, produk-produk berbasis nikotin ini dikemas dengan rasa dan aroma manis yang tak hanya disukai generasi muda tapi juga anak-anak yang secara perlahan menimbulkan efek kecanduan, sama halnya seperti rokok pada umumnya. 

Terlepas dari berbagai ‘siasat’ jahat industri rokok itu, faktanya, rokok menjadi salah satu ancaman serius dari aktivitas perusakan lingkungan yang bahkan tidak disadari oleh pemerintah apalagi para perokoknya. 

Dalam berbagai temuan yang dikompilasi menunjukkan, selain plastik, sebanyak 4,5 triliun puntung rokok dibuang begitu saja di seluruh dunia tiap tahunnya. 

Puntung rokok ini bahkan menjadi sampah yang paling banyak di muka serta sampah yang paling sering dibuang ke pantai dan mencemari hingga merusak kehidupan dan biota laut. 

Selain puntung rokok, limbah-limbah dari rokok elektronik, seperti catridge juga makin memperburuk keadaan, karena semakin menambah banyak limbah-limbah logam dan baterai. 

Akibat dari limbah-limbah rokok maupun produk turunannya yang dibuang sembarangan ke tanah membuat terjadinya akumulasi bahan kimia beracun sehingga terjadi degradasi tanah. 

 

Further reading