Dari Petengoran untuk Masa Depan

About Author
0 Comments

Puluhan hektare kawasan bekas areal tambak terbengkalai di pesisir Teluk Lampung yang sempat memicu wabah malaria itu, berhasil direhabilitasi menjadi hutan mangrove, yang tak hanya menjadi kawasan sabuk hijau penting bagi kelangsungan Teluk Lampung, sekaligus menjadi sumber penghasilan baru bagi masyarakat.

(Lontar.co): Dari atas sampan, pria itu terus memunguti sampah-sampah plastik yang hanyut terbawa arus hingga ke sela-sela akar pepohonan mangrove. 

Sore itu, perahunya membelah perlahan perairan pantai yang tenang nan sejuk oleh rimbunnya hutan mangrove.

Sesekali, ia juga memeriksa dengan teliti tanaman bakau yang mulai mengeluarkan kelopak-kelopak daun kecil.

Pekerjaan ini, menjadi rutinitas Toni Yunizar, selepas menggarap kebunnya. Sesekali, warga lain kerap membantunya memunguti sampah di sekitar hutan mangrove Petengoran.

Keberadaan hutan mangrove yang ada di Desa Gebang, Kecamatan Padangcermin, Kabupaten Pesawaran ini, menjadi upaya Toni Yunizar dan warga desa lainnya, untuk tetap menjaga ekosistem lingkungan pantai dari kemungkinan abrasi, banjir rob, hingga kembali mewabahnya serangan nyamuk malaria.

Semua itu, diawali oleh kegigihan Toni Yunizar untuk mengembalikan ekosistem hutan mangrove sebagai habitat alami nyamuk, hingga kemudian bisa menjadi sumber penghasilan baru bagi warga desa dari sektor pariwisata.

Kini, kawasan hutan mangrove Petengoran yang luasnya mencapai lebih dari 113 hektar ini, ditetapkan sebagai unit usaha sektor pariwisata buat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang diatur secara khusus dalam peraturan desa yang telah ditetapkan sejak tahun 2016 lalu. Pengelolaannya dilakukan sepenuhnya oleh warga, yang hasilnya untuk kesejahteraan bersama pula.

BACA JUGA  Mister ‘Setengah’ Eropa di Kampung Gisting

Tebalnya tutupan hutan mangrove di sepanjang garis pantai kawasan pesisir Padangcermin saat ini juga, menjadi salah satu destinasi wisata favorit wisatawan, tak hanya domestik, tapi juga wisatawan asing yang mengagumi keindahan hutan bakau ini, sekaligus menjadikannya sebagai tempat untuk berbagai obyek penelitian.

Dari hutan mangrove ini pula, Desa Gebang yang semula menjadi daerah endemis penyakit malaria, perlahan mulai hilang, karena keberadaan hutan mangrove ini, mampu mengembalikan habitat alami nyamuk Anopheles, sehingga kualitas lingkungan permukiman di daerah pesisir kini, jauh lebih sehat.

Proses mengembalikan fungsi hutan mangrove hingga bisa seperti saat ini, bukanlah hal yang mudah, dan tidak dilakukan dalam waktu yang singkat.

petengoran
Hutan mangrove Petengoran. Foto: ist

Toni Yunizar yang juga Ketua Pelestari Hutan Mangrove Desa Gebang, membutuhkan waktu setidaknya delapan tahun untuk melakukan rehabilitasi.

Tak jarang, dalam prosesnya, Toni Yunizar kerap menerima cemoohan hingga sikap skeptis masyarakat, yang menganggap usahanya itu bakal sia-sia.

Ia bahkan harus menghadapi tekanan dari kelompok masyarakat lain yang cenderung hendak mengeksploitasi hutan bakau untuk dijadikan sebagai tambak udang.

Sejak tahun 2008, kawasan pesisir di Desa Gebang, memang menjadi sasaran aktivitas pembukaan lahan tambak-tambak udang.

Masifnya pembukaan areal tambak-tambak udang baru di kawasan pesisir ini, yang kemudian membabat habis kawasan hutan mangrove, yang selama ini berfungsi sebagai sabuk hijau alami sekaligus  menjadi habitat nyamuk.

BACA JUGA  Bahan Pangan yang Tersandera MBG

Akibat perubahan lingkungan habitat alaminya itu, nyamuk-nyamuk Anopheles penyebab penyakit malaria dan filariasis limfatik (kaki gajah), kemudian bermigrasi ke kawasan pemukiman warga. Saat itu, hampir seluruh wilayah permukiman di Desa Gebang menjadi daerah endemis penyakit malaria.

“Waktu itu, hampir seluruh warga desa terjangkit penyakit malaria, akibat aktivitas pembukaan tambak-tambak udang yang membabat habis kawasan hutan bakau. Padahal, hutan mangrove berfungsi sebagai kelambu alami bagi berbagai spesies nyamuk termasuk nyamuk Anopheles,” terang Toni.

Ironisnya, setelah tak lagi produktif, lahan bekas tambak itu kemudian dibiarkan terbengkalai begitu saja.

Sejak itu pula, Toni Yunizar tergerak untuk merehabilitasi kawasan hutan bakau ini untuk mengembalikan fungsi hutan sesungguhnya, bukan hanya untuk kelangsungan masyarakat, tapi juga untuk lingkungan.

“Ini kampung saya, tempat saya lahir dan besar. Saya tidak ingin saudara-saudara saya terus menderita. Harus ada yang memulainya,” tegas Toni.

Sejak itu, sedikit demi sedikit, rehabilitasi mulai ia lakukan. 

“Tujuan utamanya memang untuk mengembalikan ekosistem melalui rehabilitasi. Tapi, saya juga berpikir bagaimana caranya agar hutan mangrove ini bisa memberi penghasilan buat warga, sehingga mereka memiliki tanggung jawab bersama untuk menjaga dan merawatnya secara berkelanjutan,” tutur Toni.

Upaya rehabilitasi yang dilakukan Toni Yunizar ini mulai membuahkan hasil, beberapa tahun setelahnya, tingkat tutupan hutan sudah mulai terlihat, kawasan pesisir yang semula gersang dan tandus, perlahan mulai hijau.

BACA JUGA  Namanya juga UMKM…

Melihat kegigihan Toni ini, banyak warga yang kemudian bersimpati dan membantunya merehabilitasi hutan bakau, sampai akhirnya kawasan hutan mangrove yang berhasil di reboisasi sudah seluas 113 hektare lebih.

Dan, pada tahun 2016, pemerintah Desa Gebang menetapkan kawasan hutan mangrove Petengoran sebagai kawasan yang dilindungi, yang dikuatkan dengan terbitnya Peraturan Desa (Perdes) Nomor 1 Tahun 2016 tentang zona perlindungan kawasan pesisir di Desa Gebang.

Dukungan penuh dari desa ini pula, yang mendasari Toni Yunizar dan warga desa lainnya untuk menjadikan kawasan hutan mangrove Petengoran sebagai daerah wisata dengan membangun jalur-jalur trekking diantara rimbunnya hutan yang tak hanya difungsikan sebagai jalur pelestarian tapi juga untuk wisatawan menikmati keindahan suasana hutan mangrove.

Selain itu, di kawasan ini juga dibangun pondok-pondok kuliner, yang semuanya dikelola oleh warga, khususnya kaum perempuan setempat, agar bisa membantu perekonomian warga desa yang sebagian besar berpenghasilan sebagai nelayan.

Kini, hampir setiap pekan hutan mangrove Petengoran dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai daerah maupun wisatawan asing yang secara khusus datang ke Petengoran. Disisi lain, warga juga bisa menikmati hasil dari keberadaan hutan mangrove ini.

“Kami semua sudah sepakat, akan terus menjaga Petengoran ini sebagai warisan masa depan untuk anak cucu kami nanti,” kata Toni optimis.

 

Further reading