Dana Komite di Lampung Dihapus, Kepala Sekolah Meriang Kepingin Balik “Menyerang”?

0 Comments

Dana Komite di Lampung Dihapus, Kepala Sekolah Meriang Kepingin Balik “Menyerang”?

0 Comments

Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal menghapuskan pungutan dana komite sekolah. Publik setuju. Mereka memberi aplaus. Sebab praktik menghimpun dan mengelola dana komite dianggap sudah melenceng selama ini. Disinyalir lebih banyak mudharat ketimbang manfaat.

(Lontar.co): Sebaliknya, bagi kepala SMAN/SMKN kebijakan tersebut sangat mengejutkan, ibarat serangan dadakan Zionis Israel ke Teheran, Iran. Layaknya sebuah “serangan” maka sangat mungkin memicu reaksi. Termasuk dalam perkara penghapusan dana komite ini, ada gelagat bakal muncul opsi “serangan balik” dari para kepala sekolah.

Hari-hari ini banyak air muka para kepala sekolah yang tampak mendung untuk tidak menyebut keruh. Isi kepala mereka sedang digelayuti bayang-bayang kecemasan sebagai dampak dari penghapusan dana komite sekolah.

Sebagai ilustrasi, bila satu sekolah berisikan 1.000 pelajar dan selama ini memperoleh kontribusi Rp2,5 juta per siswa per tahun dari dana komite, maka akumulasinya Rp2,5 miliar per tahún. Tetiba, lumbung pemasukan itu ditutup. Tak pelak, pola pembiayaan harus ikut disesuaikan. Dan itu dirasakan bukan hal mudah.

BACA JUGA  Selamat Ulang Tahun Bandarlampung, Kota Layak Anak yang Masih Banyak Eksploitasi Anaknya

Beberapa kepala sekolah dari beberapa kabupaten menyampaikan keluhan itu kepada penulis. Mereka mumet. Tak tahu harus mencari sumber dana dari mana untuk membayar gaji tenaga honorer yang jumlahnya puluhan di sekolah mereka. Selama ini para kepala sekolah anteng, lantaran masih ada dana komite.

Sementara untuk memakai anggaran dari dana BOS bukan perkara gampang. Ada juklak/juknis yang ribet atau bahkan tidak memungkinkan dipakai untuk keperluan tersebut.

Belum lagi untuk pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler anak didik. Implementasinya selama ini dikatakan sangat bergantung pada pasokan dana komite sekolah. Lantas bagaimana nasibnya setelah dana komite ditiadakan.

Benar, tahun 2026 nanti, Dinas Pendidikan Provinsi Lampung disebut-sebut akan menyalurkan anggaran subsidi sebagai pengganti dari penghapusan dana komite. Besarannya Rp500 ribu per siswa per tahun. Tapi kepala sekolah tetap gelisah. Sebelum subsidi itu terealisasi, lantas sumber anggaran apa yang bisa dipergunakan untuk memberi insentif bagi tenaga honorer, serta melaksanakan ekstrakurikuler bagi siswa selama Juli sampai Desember 2025 ini.

BACA JUGA  Bambu Kuning; Tumbuh, Berkembang Besar kemudian Layu 

Tak hanya itu, para kepala sekolah pun merasa punya beban tambahan lain pasca penghapusan dana komite. Di satu sisi mereka dituntut getol menggenjot prestasi akademis siswa, termasuk meningkatkan jumlah lulusan yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri. Mereka juga ditugasi turut aktif mendongkrak peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Lampung.

Tapi di sisi lain beberapa kepala sekolah merasa dana komite yang selama ini berperan sebagai sumber daya sekolah, sekarang bukan sekadar dikebiri tapi malah diamputasi. Bagi mereka, ini sama artinya menyuruh pasukan berperang tanpa dibekali amunisi.

Beberapa kepala sekolah mengakui pernah menyampaikan sederet kendala tersebut kepada pihak Dinas Pendidikan Provinsi Lampung. Namun, arahan yang diterima justru dikembalikan kepada masing-masing kepala sekolah. Disdik meminta sekolah mencarikan solusi secara mandiri.

BACA JUGA  Twitter Sudah Pernah, Kini Facebook “Beri Ruang” Fantasi Sedarah, Normalisasi Inses?

Pekerjaan rumah (PR) ini, terasa berat bagi kepala sekolah. Mereka sudah coba mengkalkulasi. Hasilnya, langkah yang paling memungkinkan adalah “merumahkan” puluhan tenaga honorer di sekolah. Kalau hal ini benar dilakukan, maka sepanjang periode Juli-Desember 2025 akan terjadi PHK massal terhadap tenaga honorer di sekolah-sekolah di Lampung. 

Bahkan, masih menurut beberapa kepala sekolah, buntut lain dari fenomena penghapusan dana komite ini akan disusul pengunduran diri kepala-kepala sekolah secara masif.

Oh, ya? Bukan sebaliknya, justru Kepala Dinas Pendidikan Thomas Amirico yang acapkali me-warning para kepala sekolah. Thomas sering bilang, kepala sekolah yang tidak mampu mengikuti ritme kerja di era kepemimpinannya dipersilakan mengajukan pengunduran diri.

Menurut keterangan dari beberapa kepala sekolah, suasana kebatinan para kepala sekolah saat ini berbeda dengan sebelum kebijakan penghapusan dana komite dikeluarkan. Nah. Lho! (*)

Further reading