Ijazah, Hanya Satu Kata, Tunjukkan!

About Author
0 Comments

Di Kantin Nusantara TIM Jakarta, suatu hari di bulan September 2025, obrolan dari seni, sastra, dan akhirnya sampai ke soal ijazah. Masalahnya yang menyita publik Indonesia berbulan-bulan, namun belum ada celah untuk mendapatkan cahaya!

(Lontar.co): Kawan, yang juga sastrawan dan akademisi di suatu perguruan tinggi swasta di Jakarta itu, sampai pada statemen bahwa ijazah Joko Widodo (Jokowi) itu asli menurut klaim Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed.,Sp.OG(K)., Ph.D. Itu dilanjutkan dengan “diundang” dan Jokowi “hadir” di kampus biru itu.

Ijazah Presiden RI ke 7, antara asli atau palsu, sudah hampir 6 bulan menjadi pecakapan sekaligus perdebatan. Terutama di media massa/sosial, plus percakapan di meja kedai.

Tetapi belum juga ada titik terang. Artinya, kalau palsu bagaimana dengan kelanjutan sang pemilik. Andai ijazah Jokowi asli, apa yang harus diterima oleh mereka yang mengklaim palsu? Kedua kubu tentu saja mendapatkan risiko. Sama-sama berat dan malu!

Masyarakat hanya mampu membaca berita dari kedua kubu; Jokowi dan Tifa dan kawan-kawan. Kubu Jokowi biasanya dikeluarkan oleh orang-orang dekat (relawan?), pihak UGM, atau dari kepolisian.

Yang disebut terakhir lebih meyakinkan menyatakan bahwa Jokowi benar lulusan UGM, dus ijazahnya pun tentu asli. Lalu menjadikan Suryo cs sebagai tersangka; dianggap mencemarkan nama baik orang — notabene Presiden RI ke 7 — dan “pembikin gaduh” negeri!

Polemik Berkepanjangan Ijazah Palsu Jokowi

Alamak. Di negeri ini memang aneh-aneh. Ira Puspitadewi, mantan Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), yang dinilai banyak orang tak bersalah namun di meja hukum ia harus menerima hukuman 4,5 tahun. Saya membaca Catatan Dahlan Iskan dan Agung Pamujo. Kedua jurnalis/kolumnis sangat tahu, bahwa Ira berada di jalan yang benar.

BACA JUGA  Pelajar SMAN 5 Bandar Lampung Teguhkan Ikrar Pemuda

Ini berbeda dengan ijazah Jokowi; apakah Rismon Sianipar cs yang benar. Artinya ijazah yang dipunyai Joko Widodo adalah palsu; sekaligus pihak UGM melakukan kesalahan besar. Atau sebaliknya, Jokowi tak salah, artinya ijazah yang ada di tangannya adalah asli. Dan pihak UGM benar adanya dan patut dipuji karena masih menyimpan memori tahun 1985.

Sampai di sini, publik belum punya kesimpulan. Kedua pilihan masih samar sekaligus juga terang. Kelompok yang menilai Roy cs benar, sementara bisa dibenarkan. Begitu sebaliknya, yang mendukung ijazah Jokowi asli, bisa-bisa saja.

Persoalannya, apakah pihak yang mendukung keaslian ijazah tersebut, sudah melihat dengan mata? Demikian pula, yang menyatakan bahwa ijazah Joko Widodo “aspal” (asli tapi palsu), pun sudah mengantongi bukti yang otentik dan valid? Di sini perlu pembuktian secara empiris dan mutlak!

Akan tetapi, publik ingin ketegasan, tak gamang seperti selama ini. Publik sudah bosan dimainkan kabar demi kabar silih datang dan pergi. Info yang diterima masyarakat seakan untuk menutupi info sebelumnya. Dan, selalu begitu. Berganti dan hengkang.

Tidak heran, muncul praduga dalam diri masyarakat. Setiap peristiwa yang menghebohkan dianggap untuk menutupi kejadian yang juga telah membetot perhatian publik. Ini bisa catat berbagai persoalan di Tanah Air.

Misal, tatkala “kasus” ijazah Jokowi sedang membara-bara, muncul bersamaan masalah ijazah Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka, notabene putra pertama Joko Widodo.

Kembali ke soal ijazah. Publik tak banyak minta apa-apa, neko-neko. Hanya satu kejelasan hilir dari masalah ini. Muaranya ke mana? Bukankah Jokowi bukan lagi pemimpin. Ia, sama seperti kita, sebagai rakyat. Kembali menjadi masyarakat. Karena itu, sepatutnya juga diperlakukan setara dengan kebanyakan orang.

BACA JUGA  Aliansi Triga Lampung: Pak Prabowo Tolong Lihat Kesemrawutan Perkara Agraria di Lampung

Untuk kasus ijazah, yang kadang diplesetkan ijazah Jokowi keluaran “Universitas Pasar Pramuka”. Ironisnya lagi, ada pengakuan seseorang di panggung debat yang mengklaim foto di ijazah tersebut adalah ayahnya. Mana yang benar?

Sindiran ihwal ijazah ini juga sudah masuk gedung DPR RI. Benny K. Harman melempar sindiran soal ijazah karena “adanya pihak yang tidak kunjung menunjukkan ijazah ke hadapan publik meskipun diterpa tudingan ijazah palsu” (Kompas, 21 November 2025, 19.12 WIB).

Akhirnya, seperti tradisi di negeri ini, viral juga pernyataan tersebut. Apalagi, ini sebabnya, ditanggapi oleh orang-orang (pendukung) Jokowi. Padahal, kader partai besutan SBY itu, saat menanggapi ijazah pada rapat dengar pendapat (RDP).

Publik sebenarnya sepakat dengan anggota legislatif Benny K Harman. Tidak muluk-muluk yang diharap dari kasus ijazah ini. Bapak yang terhormat Joko Widodo agar berkenan menunjukkan ijazah yang ada di tangannya. Sehingga masalah ini — saya ingin menghindari kata “kasus” untuk soal ijazah ini — bisa selesai segera.

Tidak berlarut-larut, menyita banyak waktu dan sekaligus semakin menimbulkan dugaan dan tanda tanya besar. Apalagi, belakangan ini, justru yang memasalahkan yakni Suryo dkk justru yang diperkarakan alias dijadikan tersangka. Buntutnya; mereka dicekal ke luar negeri (diperpanjang 6 bulan ke depan).

Apa pula masalah, sehingga berujung cegah tangkal untuk Rismon cs ini? Apakah mereka akan menghilangkan barang bukti? Menghapus seluruh pernyataannya soal “ijazah palsu” Jokowi selama ini? Sejatinya, dari pihak kepolisian menyegerakan saja dengan mempertemukan kedua belah pihak, misalnya di meja hukum, dengan memberi waktu mereka berargumentasi soal kebenaran masing-masing.

BACA JUGA  Pada IDC AMSI 2025 Terungkap, Investor Kepincut pada Media yang Inovatif dan Segmentasi Unik

Rasanya tidak sulit bagi aparat penegak hukum untuk melakukan pemanggilan Jokowi. Toh, sang Presiden RI ke 7 tersebut, statusnya sekarang adalah masyarakat Indonesia yang sejatinya dipastikan taat hukum. Seperti dilakukan kepada Tifa dkk yang bisa memanggil kapan saja.

Publik, sesungguhnya, sudah bosan dengan laratnya masalah ini. Seperti menonton sebuah film yang durasinya sangat panjang, namun cerita atau narasi hanya berkutat itu saja, tanpa jelas endingnya kapan. Durasi yang kelewat panjang dari sebuah pertunjukan, jelas-jelas menjenuhkan.

Ditambah ending yang tak pernah tahu, bagaimana? Masyarakat tentu mengharapkan ending dari sebuah cerita besar. Meski, apakah itu happy ending, sad ending, cliffhanger, open ending, closed ending, surprise ending, circular ending, bittersweet ending, revelation ending, true ending/bad ending.

Mau yang mana dipilih? Tetapi, rasa-rasanya, publik hanya menghendaki masalah selesai. Terserah ending yang mana. Dan, terpenting maukah — secara kesatria dan Legowo — Bapak yang terhormat Joko Widodo mau menunjukkan ijazah yang berada di tangannya? Dengan demikian, jika benar-benar asli, kubu yang sudah kadung menyatakan palsu akan tertampar muka sendiri.

Dengan menunjukkan ijazah yang di tangan pemiliknya, telah menolong pihak Universitas Gadjah Mada bahwa benar Jokowi lulusan kampus terhormat itu. Kepolisian juga “terselamatkan” sebab berada di pihak yang benar: ijazah itu asli dan ada!

Jadi, meminjam kata Widji Thukul dalam puisinya, kemudian saya ubah menjadi, bagi Jokowi “hanya satu kata: tunjukkan!” Dengan demikian, tak berlelet-lelet, berlarut-larut, berlarat-larat seperti sekarang.

Sebagai bagian dari publik, kita tunggu bersama-sama. Akhir kisah yang mana dipilih? Wallahu alam bishawab.(*)

Further reading

  • Betapa Mahal Alam Membalas

    Meski air sudah surut. Tetapi, duka cita warga dan keluarga korban banjir di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, belum pulih benar. Pemulihan pascabencana (disaster recovery) itu yang amat berat! (Lontar.co): Trauma oleh bencana, tak mudah menghapusnya. Seorang kenalan yang langsung terlibat dalam bencana tsunami di Aceh 26 Desember 2024, “luka”-nya sampai kini belum pulih. Seluruh […]
  • Ijazah, Hanya Satu Kata, Tunjukkan!

    Di Kantin Nusantara TIM Jakarta, suatu hari di bulan September 2025, obrolan dari seni, sastra, dan akhirnya sampai ke soal ijazah. Masalahnya yang menyita publik Indonesia berbulan-bulan, namun belum ada celah untuk mendapatkan cahaya! (Lontar.co): Kawan, yang juga sastrawan dan akademisi di suatu perguruan tinggi swasta di Jakarta itu, sampai pada statemen bahwa ijazah Joko […]
  • In Memoriam Tjahjono Widarmanto:  Membaca Tanda ‘Senja Cokelat Tua’  

    Tiba-tiba saya teringat puisi Tjahjono Widarmanto — kembaran Tjahjono Widijanto, keduanya sastrawan, dimuat KBANews, tatkala saya baca kabar lelayu yang dibagikan Tengsoe Tjahjono di FB-nya, Kamis 27 November 2025 pagi. Nama yang disebut terakhir juga sastrawan. Ketiganya adalah akademisi.  (Lontar.co): Puisi itu berjudul “Angin, Malam, dan Catatan Beku”. Ini puisi lengkap Tjahjono Widarmanto (selanjutnya saya sebut […]